“Kau akhirnya datang.”

Penerjemah : Keiyuki17
Editor : _yunda


Kepala Hongjun sangat amat sakit, seolah-olah sudah dipukul beberapa kali oleh palu yang berat. Saat kesadarannya kembali, dia menemukan bahwa dia saat ini benar-benar telanjang, terbaring di hutan yang gelap. Dia mengulurkan tangan untuk merasakan pisau lemparnya dan Cahaya Suci Lima Warnanya, hanya untuk menemukan bahwa semua itu sudah menghilang!

“Tempat apa ini?!” tanya Hongjun. “Zhangshi! Raja Hantu! Mo…”

“Sst,” suara laki-laki dengan lembut dan ramah berkata pelan. “Jangan bicara. Berhati-hatilah atau mereka akan menemukan kita.”

“Siapa kau?” Hongjun menoleh, tapi dia tidak bisa menemukan sumber suara itu.

“Berjalanlah menuju cahaya, temukan aku,” kata suara pria itu. “Aku akan menemukan cara untuk mengirimmu keluar dari sini.”

Hongjun berbalik, melihat bahwa di bagian terdalam hutan, sebuah titik cahaya muncul. Namun, dia tidak tahu bagaimana cara untuk memastikan, apakah suara ini adalah teman atau musuh.

“Percayalah padaku,” kata suara itu.

Saat Hongjun mendengar kata-kata ini, dia secara naluri sudah merasakan ketakutan, dia berdiri di sana, tidak bergerak. Suara itu melanjutkan, “Aku bisa merasakan ketakutanmu, tapi kau tidak perlu khawatir; manusia akan selalu tertipu oleh mimpi. Dari makhluk hidup yang tak terhitung jumlahnya di dunia ini, bahkan jika mereka melihat sesuatu dengan mata kepalanya sendiri, bagaimana mereka bisa yakin itu nyata, terlebih bagian dari sebuah mimpi?”

Kata-kata itu menyentuh sesuatu di dalam diri Hongjun, dan dia perlahan mulai berjalan menuju cahaya itu.

Cahaya di hutan perlahan menjadi sedikit lebih terang, sebelum kembali meredup setelah beberapa saat. Seluruh tubuh Hongjun bahkan tidak memiliki seutas benang pun di atasnya, dan tanpa pakaian apa pun, dia berjalan melewati hutan. Saat kakinya yang telanjang menginjak dedaunan yang jatuh di tanah, jantungnya berdebar dengan kencang, dan dia terus-menerus ingin menemukan beberapa daun untuk menutupi dirinya.

Cahaya perlahan menjadi terang, sebelum sekali lagi kembali ke kegelapan. Di bagian terdalam hutan muncul kolam pemandian, sisi-sisinya terbuat dari batu yang ditumpuk1, dan di tengah kolam ada mata air yang penuh dengan cahaya yang bersinar.

Di depan kolam berdiri seorang pemuda. Dia juga benar-benar telanjang dan memiliki tinggi yang sama dengan Hongjun. Tubuhnya ramping, tapi otot-ototnya terbentuk dengan baik, dan di bawah cahaya bulan dan air kolam, kulitnya tampak berkilau keperakan. Saat dia melihat Hongjun, dia mengangkat alisnya dengan lembut dan mulai tersenyum — dia adalah Lu Xu!

“Lu… Lu..”

Saat Hongjun tiba-tiba melihat tubuh Lu Xu yang hampir sempurna, dia hampir mimisan, tapi dia tidak menyangka bahwa Lu Xu juga merasa sedikit malu. Lu Xu memalingkan wajahnya dan berkata, “Kita bertemu lagi, Gege.”

Hongjun: “…”

Lu Xu mengangkat tangannya, dan dengan bunyi shua, cahaya berkumpul, menyelimuti kedua tubuh mereka. Cahaya itu berubah menjadi sepasang celana putih panjang di tubuh Hongjun dan dirinya sendiri, membiarkan tubuh bagian atas mereka telanjang. Hongjun berkata dengan canggung, “Ini akhirnya sedikit lebih baik.”

“Apa kau ingin atasannya juga?” Lu Xu bertanya. “Aku tahu bahwa di Istana Yaojin, bukan sebuah kebiasaan untuk memakai pakaian, dan mengenakan pakaian yang menutupi bagian belakang selalu membuat mereka merasa tidak nyaman.”

Pada saat itu, Hongjun melambaikan tangannya. Biasanya, burung sangat menghargai sayapnya, dan mereka memang tidak terbiasa memakai pakaian, tidak peduli jika pakaian mereka akan menghilang begitu mereka mengambil wujud yao.

“Tempat apa ini?” Hongjun bertanya, mengerutkan alisnya. “Kau sudah lebih baik sekarang?”

Hongjun memperhatikan Lu Xu, yang menghela napas panjang dan menjawab, “Ini adalah ‘Raja Rusa Játaka’2, ada di dalam salah satu lukisan dinding.”

Sebelumnya, Hongjun merasa seperti sedang kerasukan, tapi sekarang emosinya menjadi lebih rumit. Lu Xu meliriknya, sebelum mengambil cangkir kayu kecil di sisi kolam, mengambil air dan menyerahkannya padanya. Hongjun sangat haus, jadi dia minum secangkir, lalu mengambil lagi. Seperti itu, dia minum beberapa cangkir. Lu Xu kemudian berkata, “Iblis hati tidak jauh dari tempat hutan ini berada. Saat aku kembali ke lukisan dinding, hunpo-ku dan iblis hati terpisah.”

Hongjun bertanya, “Bisakah kau pergi denganku?”

Lu Xu menggelengkan kepalanya, menjawab, “Selama aku atau iblis hati meninggalkan lukisan dinding ini, maka kita akan sekali lagi menjadi satu. Sebelumnya, aku tidak pernah memiliki wujud fisik, dan hanya bisa bergerak menggunakan jiwaku, tapi sekarang aku sudah menemukan wujudku di dunia fisik, serta sisa satu hun dan satu po-ku, segera setelah iblis hati terlepas dari belenggunya, itu akan menyebabkanku tidak bisa mengendalikan diriku. Untungnya, kau Gege, dan Serigala Abu-abu berhasil memotong tandukku.”

“Kau lebih tua dariku.” Tanpa mengerti kenapa, pikiran Hongjun tiba-tiba melayang, dan dia tertawa. “Berhenti memanggilku Gege terus-menerus, itu terlalu aneh.”

Dengan satu kaki di tepi kolam, Lu Xu mengangkat dagunya, memberi isyarat pada Hongjun untuk melihat ke dalam kolam.

Saat Hongjun melirik ke dalam kolam, dia langsung terdiam.

Langit malam berbintang muncul di dalam kolam, dan seorang anak kecil duduk di bahu Kong Xuan saat dia mengetuk pintu dari kediaman sebuah keluarga, dan keluarga itu…  berada di Desa Shiwei, desa yang sama yang pernah dikunjungi Mo Rigen, di kaki Pegunungan Qilian!

Seorang bayi baru saja lahir di keluarga itu, jadi Kong Xuan menurunkan anak itu dan menggendong bayi yang baru lahir di lengannya, membelai dada dan punggungnya.

Hongjun: “Ini adalah…”

Lu Xu: “Yang besar adalah kau, yang kecil adalah aku.”

Lu Xu memiliki senyum lembut di wajahnya saat dia melihat Hongjun.

Setelah bayi itu dimandikan, ia dibungkus dengan kain lampin. Ayah Lu Xu menggendong dirinya yang baru lahir, sementara Kong Xuan memegang tangan kecil Hongjun, dua orang dewasa duduk di kursi rendah, mengobrol.

Gambar itu menghilang.

“Hongjun,” Lu Xu tersenyum. “Kau akhirnya datang.”

Sambil mengatakannya, Lu Xu melangkah ke sisi kolam, sebelum akhirnya melompat ke arah Hongjun. Hongjun mengeluarkan teriakan bingung saat dia ditekan ke tanah di bawah pelukan Lu Xu.

“Aku ingin tahu!” Hongjun berkata, “Kenapa kau tidak bisa mengingat orang lain, tapi kau masih bisa mengingat namaku?”

Hongjun menarik Lu Xu ke atas, dan mereka berdua duduk, dengan punggung bersandar ke kolam. Lu Xu sedikit kecewa dengan pertanyaan itu, dia berkata, “Saat itu, aku hanya memiliki satu hun dan satu po, dan yang aku pikirkan hanyalah bahwa kau mirip dengannya.”

“Seperti ayahku,” kata Hongjun.

“En,” kata Lu Xu sambil mengangguk.

Hongjun berkata, “Beberapa hari sebelumnya, aku bermimpi tentang dirinya dan ibuku.”

Lu Xu menoleh, memperhatikan Hongjun. Dia berkata, “Mimpi itu tidak nyata, atau lebih baik dikatakan, bahwa itu tidak sepenuhnya nyata.”

Hongjun segera meraih lengan Lu Xu, berkata, “Bisakah kau membiarkanku memimpikan mereka dengan jelas lagi? Aku memimpikan Zhangshi, dan juga Di Renjie…”

Lu Xu mengangkat bahunya, menjawab dengan sungguh-sungguh, “Tandukku dipotong olehmu.”

Hongjun menepukkan tangan ke dahinya, benar-benar pasrah dengan situasi ini.

Lu Xu berkata, “Tapi saat kau masih kecil, seseorang meninggalkan segel di ingatanmu, apa kau tahu itu?”

“Apa?!” tanya Hongjun.

Saat Lu Xu baru akan menjelaskan, langit di atas hutan menjadi gelap, dan dari jauh terdengar gemuruh seperti guntur. Lu Xu segera menekan tangannya ke pelataran di depan kolam, mengisyaratkan agar Hongjun tetap diam.

Hongjun dengan waspada memperhatikan cakrawala. Langit itu tampak berwarna kuning pucat yang sama dengan lukisan dinding itu, tapi kabut hitam saat ini mengepul di atasnya, menuju ke sudut timur laut.

Itu saat ini sedang mencarimu,” bisik Lu Xu. “Setelah hunpo-ku kembali, iblis hati membawa kita berdua ke dalam lukisan dinding. Aku mengambil kesempatan untuk melemparkan sihir untuk membawa hunpo-mu ke dalam hutan, tapi apa ada qi iblis di dalam tubuhmu juga? Kalau tidak, bagaimana itu bisa membawamu ke lukisan dinding juga?”

“Ada,” jawab Hongjun.

“Tapi setelah memasuki lukisan dinding, qi iblismu tidak bisa terpisah dari hunpo-mu,” kata Lu Xu, mengerutkan kening. “Izinkan aku melihatnya?”

Dia berbalik dan mengusap dada Hongjun, sebelum mengulurkan tangan, jari-jarinya bersinar dengan cahaya putih, tenggelam ke dada Hongjun.

Pada saat itu, Hongjun merasakan jari-jari Lu Xu langsung menyentuh jantungnya, menjadikan seluruh tubuhnya bergetar. Tapi setelah satu sentuhan itu, Lu Xu menariknya kembali, menarik mundur begitu dia bersentuhan dengannya.

“Itu… itu…” Lu Xu tergagap.

“Benih iblis,” kata Hongjun pelan. Mereka berdua bertukar pandang, dan Hongjun menjawab, “Aku juga baru mengetahuinya.”

“Kau adalah wadah untuk Mara?” Tanya Lu Xu, mengamati Hongjun. “Tapi bagaimana bisa kau hanya menerima sesedikit ini…”

Hongjun menjawab, juga bingung, “Berhentilah bertanya, aku juga tidak tahu.”

Lu Xu menatapnya, seolah-olah dia sudah memahami sesuatu, dan akhirnya dia mengangguk, berkata, “Jangan khawatir, aku akan melindungimu.”

Hongjun tersenyum pahit, tapi saat dia tersenyum, hatinya mulai sakit, tidak beralasan.

“Saat ini, mereka pasti sedang mencarimu di Gua Mogao,” kata Lu Xu. “Iblis hati akan memperlakukanmu sebagai sandera yang terperangkap di dalam lukisan dinding dan ingin melakukan pertukaran dengan mereka. Segera setelah iblis hati pergi lagi, aku bisa mengambil kesempatan untuk mengirimmu keluar. Ikut denganku.”

Hongjun masih memiliki banyak pertanyaan yang ingin dia tanyakan, tapi Lu Xu menepuknya, menyuruhnya bangkit sambil berkata, “Ada jalan kecil di sini, ayo pergi!”

Bayangan pepohonan menari-nari, serta sinar matahari tampak cerah. Hongjun sudah tinggal terlalu lama di tanah yang tertutup es dan salju, dan saat dia sampai di sini, dia mulai mengenang hari-hari musim panas yang dia habiskan di Chang’an.

“Tempat tinggalmu sangat indah, sudah berapa lama kau tinggal di sini?” Hongjun tiba-tiba merasa bahwa cukup bagus untuk tinggal di lukisan dinding; hidup yang sederhana dan mudah, pemandangannya indah, dan dunia luar tidak bisa menjangkaunya di sini.

“Aku tidak tahu,” jawab Lu Xu, tatapannya bingung. “Sejak aku masih sangat muda, saat aku mulai memahami banyak hal, aku sudah tinggal di lukisan dinding.”

Sejak proses reinkarnasi Lu Xu terputus, dia sudah kehilangan semua ingatannya dari waktu saat dia menjadi Rusa Putih. Untungnya, energi spiritualnya berlimpah saat dia dilahirkan kembali, dan dalam satu tatapan itu, yang memberinya kesan terkuat adalah Kong Xuan dan putranya. Adapun sisanya, dia tidak bisa mengingat dengan jelas. Dia hanya tahu bahwa dia hidup di dalam lukisan dinding ini, terkadang tidak sadar, terkadang terjaga. Saat dia bangun, dia berada di dalam lukisan, dan saat dia tidak sadar, dia sepertinya melihat semua yang terjadi di dunia melalui mata Lu Xu.

Hongjun berseru, “Jadi bisa dikatakan, pada saat itu…”

“Ya,” kata Lu Xu sambil mengangguk. “Aku melihatmu, dan aku melihat Serigala Abu-abu. Aku ingin membawa kalian semua ke Gua Mogao.”

Hongjun menarik napas dalam-dalam. Lu Xu merasa sedih lagi, dan dia berkata, “Dewa Wabah dan Xuannü, semuanya sudah memasuki lukisan dinding sebelumnya, juga seekor naga hitam. Mereka memanggilnya ‘raja yao‘.”

Mereka berdua berjalan keluar dari hutan, hanya untuk melihat bahwa sebuah istana sudah muncul di kejauhan.

“Di situlah aku tinggal saat aku masih muda,” lanjut Lu Xu. “Setelah mereka mengambil alih, aku diusir.”

Hongjun tidak menyangka bahwa Lu Xu akan lebih menyedihkan darinya. Dia tumbuh dewasa, seperti ini, hidup sendirian di lukisan dinding ini. Dia melingkarkan lengannya di bahu Lu Xu, meremasnya sedikit, dan bertanya, “Kau sudah tinggal di sini selama delapan belas tahun?”

Lu Xu mengangguk dan berkata, “Kadang-kadang, aku juga melihat diriku yang ada di luar dirawat oleh orang tuaku, tapi sayangnya, mereka sudah meninggal.”

Mata Hongjun memerah. Saat dia mengangkat pandangannya untuk melihat Lu Xu, mereka berdua saling bertatapan untuk sejenak.

Lu Xu kemudian berkata, “Saat aku terjebak di sini, aku sering bertanya-tanya, apa kalian akan datang mencariku? Aku tidak memiliki cara untuk terus mengendalikan tubuh yang hidup di luar, dan mereka terus mencarinya ke mana-mana, terus-menerus. Aku ingin pergi mencari kalian, tapi aku tidak berani terlalu menarik perhatian terlebih lagi aku harus kembali ke lukisan dinding kapan saja, kalau tidak mereka akan tahu…”

Hongjun terkejut, dan dia berkata, “Jadi hari itu, pada akhirnya…”

Pada akhirnya, Lu Xu sudah membakar semua jembatannya3 dan mengambil alih tubuhnya di alam manusia untuk membawa Hongjun sampai ke Gua Mogao. Tapi pada malam itulah Dewa Wabah dan Xuannü bergegas untuk menyeret Lu Xu dengan paksa dari lukisan dinding, tapi mereka secara tidak sengaja, dengan mengikuti petunjuk yang diberikan pada mereka, menemukan tubuhnya di alam manusia.

Lu Xu berkata dengan sedih, “… Segera setelah aku meninggalkan lukisan dinding, aku diambil alih oleh iblis hati, dan tenggelam ke dalam alam mimpimu…”

Mereka berdua berhenti di depan sebuah istana, dan Hongjun bertanya, “Bagaimana tepatnya iblis hati itu muncul?”


Pada saat ini, sekelompok orang di luar lukisan dinding sudah berubah menjadi kekacauan. Ikan mas yao memeluk Hongjun yang tidak sadarkan diri, berteriak keras, “Hongjun, Hongjun!” Mo Rigen memeriksa denyut nadi4 Lu Xu, sementara Li Jinglong memiringkan kepalanya sehingga dia bisa mendengar napas Hongjun. Saat melakukannya, mereka berdua tidak bisa menahan diri untuk berdebat dengan keras.

“Diamlah!” raja hantu meraung marah.

“Bagaimana kondisi mereka?” tanya A-Tai.

“Mereka masih bernapas, dan denyut nadi mereka kuat,” kata Mo Rigen, sangat cemas. “Apa mereka sedang bermimpi?”

Hunpo mereka tidak selaras,” jawab raja hantu. “Apa yang terakhir kali kalian semua lihat?”

Li Jinglong kemudian menjelaskan tentang qi hitam yang memasuki gambar, dan kelompok itu mengangkat kepala mereka untuk melihat ke arah Raja Rusa Játaka. Raja hantu menjawab, “Mereka sudah memasuki lukisan dinding itu.”

“Artefaknya masih ada di sini,” kata Ashina Qiong. “Hanya dengan hunpo-nya, adik kecil itu akan berada dalam masalah.”

Li Jinglong mengamati lukisan dinding itu, hanya untuk melihat bahwa ada lapisan qi hitam yang samar mulai menutupinya. Raja hantu berkata, “Jangan khawatir. Aku bisa mengirim hunpo-mu keluar dari posisinya sehingga kau bisa masuk untuk menyelamatkannya.”

Mo Rigen tiba-tiba memikirkan sesuatu, dia berkata, “Kalau begitu, karena hunpo mereka berada di dalam mural, qi iblis juga bisa…”

“Ini patut dicoba,” jawab raja hantu. “Tapi jangan merayakannya terlalu cepat.”


Bab Sebelumnya | Bab Selanjutnya

KONTRIBUTOR

yunda_7

memenia guard_

Footnotes

  1. Pada dasarnya, konstruksi batu ditumpuk secara teratur di sekitar tepi untuk menahan air di dalamnya, dengan ketinggian yang cukup (mungkin se-pinggang).
  2. Dongeng Játaka adalah kumpulan cerita (dalam lukisan dinding yang mereka ilhami, seperti yang ini), yang menceritakan kisah Buddha Gautama yang dilahirkan dalam bentuk manusia dan hewan. Lebih lanjut tentang Raja Rusa Játaka secara khusus ada di ch selanjutnya.
  3. Jalan yg menghubungkan dia dengan dunia luar.
  4. Sekali lagi, denyut nadi aliran energi bukan denyut nadi aliran darah.

Leave a Reply