Penerjemah: Keiyuki
Proofreader: Rusma
Epilog – Bagian Empat
“A-a-apa maksudnya dari ‘seseorang yang dicintai’?” Kepala Pengawal Liu tergagap.
Shen Qiao menggeleng sambil tersenyum, “Kalau tidak ada, berarti aku terlalu lancang menanyakan hal ini.”
Kepala Pengawal Liu akhirnya sadar, lalu menggaruk kepalanya, berusaha mengikuti jalan pikiran Shen Qiao. “Pendeta Tao sejak kecil menjalani kehidupan taoisme, menjaga hati tetap tenang tanpa keinginan duniawi. Tiba-tiba mendapat perhatian seperti ini dari Nona Li, wajar saja jika merasa sedikit bingung!”
Setelah pertempuran tadi, sikap Kepala Pengawal Liu terhadap Shen Qiao jauh lebih akrab daripada sebelumnya. “Sebenarnya, kalau dipikir-pikir, aku sendiri tidak tahu harus menjawab apa. Di dunia ini, tidak ada begitu banyak cinta dan kasih sayang seperti yang diceritakan. Aku beruntung bisa belajar seni bela diri di Sekte Ujung Selatan. Baru saat berusia tujuh belas tahun aku pulang ke rumah, dan orang tuaku sudah menjodohkanku dengan seorang gadis. Kabarnya, meski ia tidak menguasai seni bela diri, ia dibesarkan dalam keluarga yang baik dan memiliki sifat bijaksana serta lembut. Sebagai anak, tentu aku harus menaati perintah orang tua, jadi urusan suka atau tidak, bukan sesuatu yang kupikirkan.”
“Namun, setelah menikah, ia mengurus rumah tangga dengan penuh tanggung jawab. Aku sangat menghargai usahanya. Kalau bicara soal cinta, itu hanya omong kosong para sastrawan yang terlalu banyak memiliki waktu luang. Seperti kami yang hidup di dunia seni bela diri, setiap hari menghadapi angin dan hujan, bertaruh nyawa dalam pertempuran. Seperti kejadian tadi malam—jika bukan karena Pendeta Tao, mungkin kami semua sudah binasa di sini!”
Shen Qiao berkata dengan tenang, “Tuan Liu tidak perlu sungkan. Kita sedang dalam perjalanan yang sama, sudah sepantasnya saling membantu.”
Kepala Pengawal Liu tertawa, “Setibanya di Jiankang, aku harus mentraktir Pendeta Tao makan enak. Jangan sampai menolaknya!”
Shen Qiao tersenyum, “Tentu saja, aku pun tidak mengenal tempat itu, jadi harus banyak mengandalkan bimbingan Tuan Liu.”
“Baguslah! Jujur saja, saat pertama melihat Pendeta Tao yang tampak lemah lembut, aku khawatir kamu hanya seperti kaum terpelajar yang membawa pedang sekadar untuk gaya. Tapi ternyata… tsk tsk, aku rasa seni bela dirimu bahkan melampaui guruku sendiri!” ujar Kepala Pengawal Liu.
“Tuan Liu terlalu memuji,” Shen Qiao menjawab dengan rendah hati.
Kepala Pengawal Liu melanjutkan dengan nada lebih serius, “Biarpun aku bercanda soal itu tadi, tapi jujur saja, Nona Li memang sangat tulus pada Pendeta Tao. Dia pilihan yang bagus. Zaman sekarang dunia penuh kekacauan. Memiliki seni bela diri sehebat apapun tetap lebih baik jika ada tempat berpijak yang kuat. Daripada terus mengembara sendirian di dunia seni bela diri, bukankah lebih baik menikah dengannya? Dengan harta keluarga Li yang melimpah, mungkin Pendeta Tao tidak perlu menjadi seorang penguasa, tapi setidaknya bisa hidup nyaman tanpa kekhawatiran.”
Shen Qiao hanya dapat tersenyum sambil menggeleng, “Tuan Liu salah paham. Aku sama sekali tidak memiliki niat seperti itu terhadap Nona Li. Sebenarnya, hatiku sudah memiliki seseorang. Hanya saja, sebelumnya aku masih samar-samar dan belum menyadarinya. Justru perkataan Nona Li tadi bagaikan tamparan yang menyadarkanku.”
Kepala Pengawal Liu tiba-tiba menyadari sesuatu, “Oh, oh… jadi begitu! Pantas saja tadi kamu bertanya begitu padaku! Tapi bagaimana perasaan orang itu terhadap Pendeta Tao?”
Shen Qiao mengernyit samar, “…Awalnya dia begitu mendesak, hingga aku terus mundur. Tapi kemudian, dia tampak marah.”
Kepala Pengawal Liu tercengang, “Zaman sekarang, rupanya para wanita lebih berani daripada pria!”
Ia lalu berpikir, dengan penampilan Shen Qiao yang luar biasa ditambah keahlian seni bela diri yang tinggi, tidak heran jika banyak wanita tertarik. Bahkan Nona Li, yang jarang bertemu dengannya dan lebih sering berada di dalam kereta, tetap rela mempertaruhkan nyawa untuk melindunginya.
Sebagai seseorang yang lebih berpengalaman, Kepala Pengawal Liu mulai memberi nasihat, “Wanita biasanya pemalu. Jika dia sudah mengungkapkan perasaannya tapi kamu terus menolaknya, lama-lama dia pasti akan merasa malu dan tidak akan datang lagi. Kalau Pendeta Tao bisa lebih proaktif dan menjelaskan perasaanmu, semuanya pasti akan beres dengan mudah!”
Shen Qiao sedikit menahan senyum, “Masalahnya… kulit wajah orang itu sebenarnya tidak begitu tipis.”
Kepala Pengawal Liu tertawa, “Kalau begitu malah lebih mudah! Langsung saja utarakan perasaanmu. Dengan penampilan Pendeta Tao yang seperti ini, dia pasti akan tersipu malu dan menerimanya. Setelah itu, tinggal mengirimkan mak comblang ke keluarganya untuk melamar, beres!”
Shen Qiao menghela napas, “Dia orang yang sombong dan angkuh. Kalau sudah merasa dipermalukan, mungkin tidak akan mau mengalah begitu saja.”
Kepala Pengawal Liu menepuk dadanya, “Itu mudah! Semua orang pasti punya sesuatu yang disukai. Kamu cukup memberikan sesuatu yang dia suka, maka segalanya akan jadi lebih mudah!”
Shen Qiao dengan rendah hati meminta saran, “Mohon Tuan Liu memberi petunjuk.”
Kepala Pemgawal Liu berpikir sejenak, lalu berkata, “Berikan dia hiasan rambut! Wanita pasti suka perhiasan. Kalau dia suka yang sederhana, berikan jepit kayu persik atau tusuk giok. Kalau dia suka yang mencolok, berikan yang bertatahkan emas dan permata. Dijamin, begitu kamu memberikannya, maka langsung berhasil!”
Shen Qiao membayangkan sejenak. Pakaian dan aksesori Yan Wushi selalu ditangani orang lain, bahkan tusuk di kepalanya pun bernilai setara pengeluaran tahunan orang biasa. Sambil menggeleng, ia berkata, “Dia tidak terlalu peduli dengan perhiasan.”
Kepala Pengawal Liu mengerutkan kening, “Kalau begitu… makanan? Soal makan, minum, dan tempat tinggal, pasti ada sesuatu yang dia suka, ‘kan?”
Shen Qiao berpikir sejenak, lalu dengan ragu-ragu menjawab, “Dia suka… patung manisan gula manusia?”
Tetapi itu adalah kesukaan Xie Ling.
Shen Qiao membayangkan Yan Wushi yang penuh kesombongan dan aura mengintimidasi sedang menjilat patung manisan gula manusia. Seketika, ekspresinya menjadi aneh.
Kepala Pengawal Liu juga merasa aneh, “Patung manisan gula manusia itu biasanya makanan yang disukai anak-anak, bukan?”
Namun, ia segera merasa wajar dan memberikan penjelasan yang menurutnya masuk akal, “Sepertinya orang yang Pendeta Tao sukai masih muda, ya?”
Shen Qiao terbatuk ringan, agak merasa bersalah, “Bisa dibilang begitu.”
Kepala Pengawal Liu dalam hati berpikir, Pantas saja dengan tampang begini dapat menarik hati gadis muda. Nona Li yang baru bertemu beberapa kali saja sudah jatuh hati setengah mati.
“Kalau begitu, makin mudah urusannya. Usia muda berarti masih kurang pengalaman. Dengan sedikit bujukan, pasti bisa dibuat senang. Tapi Pendeta Tao, kalau kamu benar-benar menyukainya, kenapa tidak mencari tahu apa yang dia sukai?”
Sebenarnya, Shen Qiao sudah tahu, tetapi itu tidak ada gunanya. “… Sepertinya dia paling suka berlatih dan bertanding.”
Di dunia seni bela diri, banyak wanita yang memang gemar berlatih ilmu seni bela diri. Kepala Pengawal Liu tidak merasa aneh, “Dengan seni bela diri Pendeta Tao, membimbingnya tentu bukan masalah.”
Shen Qiao menyentuh hidungnya, “Aku tidak bisa mengalahkannya.”
Kepala Pengawal Liu sangat terkejut, Wanita zaman sekarang terlalu garang! Tidak heran Pendeta Tao terus menolak, jika itu adalah aku, aku pasti tidak berani menikahi harimau betina seperti itu!
“Itu… itu…” Ia pun kehabisan kata-kata. “Pokoknya coba saja semua cara. Orang bilang, ketulusan bisa meluluhkan batu. Ada benarnya juga. Kalau dia memang menyukaimu, meski hadiahmu kurang tepat, dia tetap akan mengerti maksudmu.”
Shen Qiao sadar tidak akan mendapat jawaban lebih, “Terima kasih, Tuan Liu, aku sudah banyak belajar.”
Melihat Shen Qiao meski kuat dalam seni bela diri tapi benar-benar polos dalam urusan ini, Kepala Pengawal Liu pun memberi lebih banyak petunjuk, bahkan menceritakan pengalamannya sendiri tentang bagaimana ia memperlakukan istrinya saat berdua di kamar, “Jangan lihat para wanita itu tampak serius dan bermartabat di luar, tapi begitu pintu tertutup dan tidak ada orang melihat, sedikit memanjakan mereka pun tidak ada salahnya. Hidup ini singkat, bertemu seseorang yang cocok itu langka. Harus bisa menghargai!”
Shen Qiao menahan tawa, “Baik, akan aku ingat.”
Saat itu, rombongan sudah berkemas dan bersiap berangkat lagi. Agar bisa segera mencapai kota berikutnya untuk beristirahat, semua orang mempercepat langkah. Shen Qiao dan Kepala Pengawal Liu tetap di bagian belakang, menjaga barisan serta mengawasi kereta kuda.
Sepanjang perjalanan, angin berdesir kencang, dan semua orang sibuk mengemudikan kereta hingga tidak ada lagi yang berbincang. Mereka tentu tidak tahu bahwa di dalam kereta kuda, ada percakapan lain yang berlangsung.
Nona Li, yang seharusnya masih pingsan, mengerang pelan dan terbangun. Ia bertanya kepada orang di sampingnya, “Menurutmu, bagaimana perbuatanku tadi?”
Nyonya Li menjawab dengan jujur, “Sedikit berlebihan.”
Nona Li melotot, “Demi menyadarkan Pendeta Tao Shen, aku sampai menggunakan taktik ‘menderita demi strategi’! Kalau kali ini Pendeta Tao Shen bisa tercerahkan, maka lukaku ini tidak sia-sia!”
Nyonya Li menatapnya dengan iba, “Pasti sulit. Kamu benar-benar tertusuk panah itu!”
Nona Li mengerucutkan bibir, “Tentu saja! Sakitnya luar biasa! Tapi Pendeta Tao Shen sehebat itu, kalau aku hanya berpura-pura, dia pasti akan langsung tahu!”
Nyonya Li mencoba menghiburnya, “Sudahlah, kamu tahu bahwa ini tugas kita. Semakin baik kamu menjalankannya, semakin baik pula bagi kita. Pemimpin Sekte adalah orang yang murah hati, pasti dia akan memberi imbalan besar.”
Setelah insiden penyergapan para bandit tadi, semua orang masih merasa cemas. Mereka bergegas menuju kota berikutnya, tidak ingin mengambil risiko terkena serangan lagi.
Karena luka Nona Li, rombongan berhenti di kota selama beberapa hari. Biaya makan dan penginapan dua hingga tiga kali sehari bukanlah jumlah yang kecil, tetapi keluarga Li kaya raya, sehingga mereka tidak mempermasalahkan pengeluaran itu. Nyonya Li bahkan rela menghabiskan lebih banyak uang agar putrinya dapat beristirahat lebih lama.
Berkat jasanya menghalau para bandit, Shen Qiao menerima banyak ucapan terima kasih. Nyonya Li tidak menyalahkannya atas cedera dan kekecewaan putrinya, malah dengan paksa memberinya sejumlah besar uang sebagai tanda terima kasih.
Setelah bergegas, rombongan akhirnya tiba di Kota Jiankang dalam waktu setengah bulan.
Setelah masuk kota, Nyonya Li dan putrinya menemukan kerabat mereka. Seharusnya mereka berpisah di sini, tetapi Kepala Pengawal Liu dengan antusias mengajak Shen Qiao berkeliling Jiankang, mengenalkannya pada berbagai tempat dan kebudayaan setempat. Ia juga mengundang Shen Qiao makan, memberinya alamat rumahnya, dan berpesan agar datang berkunjung jika ada waktu. Baru setelah itu mereka berpisah.
Setelah berpisah dengan Kepala Pengawal Liu, Shen Qiao menuju Kuil Baimen untuk mencari tempat tinggal sementara. Namun, ia tiba tepat saat utusan istana membawa dekret kekaisaran, mencari para pendeta Tao berbakat untuk dipanggil ke istana.
Melihat Shen Qiao berpenampilan luar biasa, utusan itu segera mendekatinya dan menanyakan asal-usulnya. Shen Qiao menjawab seperti yang ia katakan kepada Kepala Pengawal Liu sebelumnya.
Utusan kekaisaran, yang terburu-buru memenuhi permintaan kaisar, tidak terlalu banyak menyelidiki. Terlebih lagi, banyak orang cenderung terpengaruh oleh penampilan luar, dan Shen Qiao dengan wajah serta sikapnya yang anggun sangat cocok dengan gambaran umum tentang seorang “dewa.”
“Permisi, Pendeta Tao, apakah Anda mempelajari alkimia?”
Shen Qiao awalnya ingin menjawab tidak, tetapi sebelum kata-kata itu keluar, ia berubah pikiran dan mengalihkan jawaban, “Yang aku pelajari adalah Dao jalan kasih sayang. Mengenai alkimia, aku hanya tahu permukaannya tanpa memahami dasarnya. Namun, dalam membaca wajah seseorang, aku memiliki sedikit keahlian.”
Utusan istana awalnya kecewa mendengar bahwa Shen Qiao tidak memahami alkimia. Namun, saat mendengar bahwa ia dapat membaca wajah, kegembiraannya kembali, “Jadi, Pendeta Tao juga dapat meramal keberuntungan dan kesialan?”
Shen Qiao dengan rendah hati menjawab, “Hanya sedikit saja.”
Utusan itu berkata, “Yang Mulia saat ini sangat tertarik pada ajaran Dao dan ingin mendapatkan petunjuk dari seorang guru Tao. Jika Pendeta Tao bersedia ikut ke istana dan diterima oleh Yang Mulia, maka yang menanti Anda adalah kekayaan dan kemuliaan yang tidak terbayangkan!”
Shen Qiao datang ke Negara Chen memang untuk mendekati penguasa barunya dan membandingkannya dengan Yang Jian. Tidak disangka, kesempatan itu datang begitu saja tanpa perlu ia cari. Jika ia melewatkan ini, belum tentu ada peluang lain untuk bertemu kaisar secara terang-terangan.
Namun, karena kini ia menjalani tingkah laku duniawi, ia paham betul tata krama sosial. Jika langsung menerima tawaran itu, bukan hanya akan merusak citra seorang pendeta Tao, tetapi juga bisa membuat orang lain meremehkannya.
Shen Qiao pun menunjukkan keraguan di wajahnya. “Aku telah bersumpah di hadapan leluhur Tao untuk membaca kitab Tao beberapa kali setiap hari. Hari ini, aku belum menyelesaikannya. Tampaknya, aku dan Yang Mulia belum ditakdirkan untuk bertemu hari ini. Mari kita lakukan lain kali saja.”
Konfusianisme memiliki pengaruh besar di Dinasti Chen, sehingga di Kota Jiankang tidak banyak kuil Tao yang besar. Kuil Baimen pun hanya salah satu dari sedikit kuil yang tersisa dan tidak menonjol. Setelah sekian lama ditekan, para pendeta Tao yang mendengar panggilan kaisar menjadi sangat bersemangat, wajah mereka berseri-seri. Hanya Shen Qiao, tamu baru di kuil ini, yang tetap tenang.
Utusan istana pun semakin mengaguminya. Bahkan, para pendeta Tao di Kuil Baimen ikut membujuknya, “Pendeta Tao, sebaiknya kamu menerima tawaran ini. Bagaimanapun juga, kamu tinggal di Kuil Baimen. Jika Yang Mulia murka dan meminta pertanggungjawaban, kami bisa terkena dampaknya.”
Shen Qiao akhirnya menghela napas, “Baiklah, kalau begitu, silakan tunjukkan jalannya.”
Panggilan dari istana bukan hanya ditujukan kepada Shen Qiao seorang. Setelah ia menyetujui, namanya dicatat dalam daftar. Tiga hari kemudian, utusan istana telah mengumpulkan sekitar sepuluh pendeta Tao yang dianggap memenuhi syarat. Shen Qiao, bersama dua pendeta dari Kuil Baimen, lalu dibawa masuk ke istana di bawah pengawalan para pejabat kerajaan.
Istana Dinasti Chen tidak jauh berbeda dengan istana Dinasti Sui dari segi ukuran, tetapi kemewahannya bahkan melebihi itu. Keindahan khas selatan terlihat di setiap sudut. Banyak pendeta Tao yang belum pernah menyaksikan kemegahan semacam ini sepanjang hidup mereka. Meskipun mereka berusaha menahan diri, pancaran kekaguman tetap tampak di mata mereka.
Shen Qiao dan dua rekannya memasuki istana dan langsung dibawa ke Aula Wangxian.
Di sana, terdapat delapan kursi di setiap sisi, hampir semuanya telah terisi. Tersisa tiga kursi paling dekat dengan pintu, jelas diperuntukkan bagi mereka.
Shen Qiao tidak berminat untuk bersaing dengan dua pendeta Tao dari Kuil Baimen masalah posisi duduk, jadi ia dengan tenang menyerahkan dua kursi depan kepada mereka, lalu duduk di kursi paling dekat pintu. Sikapnya ini justru membuat kedua pendeta Tao itu berterima kasih padanya.
Duduk paling dekat dengan pintu tentu berarti posisi paling rendah dalam hirarki.
Seorang kasim berkata, “Yang Mulia belum tiba. Mohon tetap tenang dan jangan berisik.”
Para pendeta Tao tentu tidak berani membuat kegaduhan, tetapi bisik-bisik kecil tidak dapat dihindari. Shen Qiao melirik ke sekeliling tanpa niat tertentu, namun saat tatapannya jatuh pada seseorang, bulu kuduknya langsung berdiri. Ia hampir mengira dirinya berhalusinasi.
Orang itu awalnya tampak memejamkan mata, enggan berinteraksi dengan siapa pun, memperlihatkan sikap menyendiri dan tinggi hati. Namun, tepat pada saat itu, dia membuka matanya dan menatap ke arah Shen Qiao.
Mata mereka bertemu sesaat, lalu orang itu berpaling tanpa menunjukkan reaksi apa pun.
Shen Qiao hanya dapat terdiam.
Aku sudah mengira itu kelakuan Yan Wushi. Tidak akan semudah itu dia menyerah. Wkwkwk.
Suka banget sama kisah cinta mereka ini… Kalau d buat versi LA nya,, pasti seru… ❤❤❤
gemesss