“Setiap kali kau membuka pintu itu, aku akan menunggumu di Departemen Eksorsisme.”

Penerjemah : Keiyuki17
Editor : _yunda


Content Warning: Mild smut


Satu shichen kemudian, di desa, Hongjun membuka pintu di sebuah kediaman.

Ini adalah desa yang sudah dibantai dan dihancurkan oleh hantu mayat yang jatuh dalam pertempuran, semua rumah sudah lama runtuh, sama sekali tidak berpenghuni. Setelah Li Jinglong mengistirahatkan kudanya untuk malam itu, dirinya dan Hongjun duduk di salah satu rumah dan menyalakan api, mereka berdua saling bersandar satu sama lain.

Hongjun meletakkan bulu ekor phoenix di depan jubah bagian dalam Li Jinglong, namun Li Jinglong menjawab dengan tenang, “Aku tidak kedinginan.”

Hongjun bergerak untuk menekankan tangannya ke dahi Li Jinglong, hanya untuk ditangkap oleh Li Jinglong, memegangnya di antara tangannya sendiri. Mereka berdua menyaksikan api di kompor dengan tenang, tenggelam ke dalam pikiran mereka.

“Kau merindukan rumah, kan?”

“Tidak,” jawab Hongjun dengan sedih.

Li Jinglong menghiburnya. “Aku percaya bahwa malam itu, Chong Ming tidak bermaksud mengatakannya. Seorang ayah tidak akan menolak untuk membiarkan anaknya pulang.”

Hongjun menjawab, “Aku kembali kali ini hanya karena aku ingin mencari tahu kebenarannya.”

Alis Li Jinglong berkerut saat Hongjun bergumam, “Istana Yaojin pernah menjadi rumahku, tapi setelah aku mengetahui masa lalu, semua itu berubah.”

Setelah itu, dia memberi tahu Li Jinglong apa yang dikatakan oleh raja hantu itu. Li Jinglong tidak pernah menyangka bahwa semuanya benar-benar seperti ini. Pada akhirnya, Hongjun berkata dengan muram, “Memperlakukan Istana Yaojin sebagai rumahku mungkin tidak lebih dari angan-anganku.”

“Kembalilah ba,” kata Li Jinglong tiba-tiba.

Hongjun: “?”

Hongjun mendongakkan kepalanya untuk melihat Li Jinglong, namun Li Jinglong berkata, “Kembalilah ke Departemen Eksorsisme, Departemen Eksorsisme adalah rumah barumu. Aku berjanji padamu…”

Tangan yang Li Jinglong gantungkan di pundak Hongjun turun, lalu dia menekannya ke dada Hongjun saat dirinya mengangkat tangan kanan Hongjun, menekan telapak tangan itu ke dadanya sendiri.

“Selama jantungku masih berdetak,” Li Jinglong berkata dengan sungguh-sungguh, “Hongjun, kau tidak akan pernah menjadi Mara, kau juga tidak akan menjadi monster. Kau akan selalu berada di sisiku, dan Departemen Eksorsisme akan selalu ada untukmu setiap harinya, kau tidak akan pernah tidak memiliki tempat untuk kembali; selama aku masih hidup, setiap kali kau membuka pintu itu, aku akan menunggumu di Departemen Eksorsisme.”

Jantung Hongjun mulai berdetak kencang, seolah-olah ada sungai es di dasar hatinya yang perlahan retak, mengeluarkan suara ringan.

“Aku… aku…” Saat Hongjun mendengar kata-kata ini, dia merasa sedikit kebingungan harus berbuat apa. Begitu tatapannya bertemu dengan Li Jinglong, dia tidak bisa menahan keinginannya untuk menghindar dari tatapannya.

“Aku tidak akan,” kata Hongjun pada akhirnya.

“Kalau begitu aku akan pergi denganmu,” kata Li Jinglong. “Kemanapun kau pergi, aku akan pergi bersamamu.”

Napas Hongjun bertambah cepat. Dia tidak tahu apa yang merasukinya hari ini, tapi sejak Li Jinglong mengetahui bahwa dia telah pergi dan kemudian mengejar dirinya, jantungnya terus berdegup kencang. Dia sedikit membencinya, namun karena kebencian itulah muncul sesuatu yang tidak bisa dia gambarkan dengan jelas, sesuatu yang dia tidak yakin, dan beberapa jenis emosi lainnya.

Terutama saat Li Jinglong mencengkeramnya dan berteriak, “Cara aku memperlakukanmu“, itu membuatnya hampir tidak bisa bernapas.

“Apa yang salah sekarang?” Tanya Li Jinglong, tidak mengerti.

“Tidak ada,” kata Hongjun segera. “Aku lelah. Aku ingin tidur sebentar.”

Jadi Li Jinglong memeluknya, berkata, “Tidurlah ba.”

Cuaca sedingin es, dan meskipun pelukan Li Jinglong sangat hangat seperti biasanya, namun di sana ada perasaan yang berbeda dari biasanya. Tubuhnya mengeluarkan sedikit aroma keringat dari beberapa hari perjalanan mengejarnya, dan cahaya hangat di dadanya membuat Hongjun merasa tergila-gila dan damai.

Sejak dia mendapatkan mimpi itu, ini adalah malam di mana dia bisa tidur paling nyenyak, seolah-olah salju yang memenuhi dunia di luar rumah kecil ini bersinar dengan cahaya putih yang hangat dari Cahaya Hati. Dia bermimpi, dan dalam mimpinya dia benar-benar kembali ke mata air panas di Gunung Li. Keduanya sama-sama telanjang bulat, berdiri di air, dan Li Jinglong mengoleskan obat ke telinganya. Karena tubuh telanjang mereka saling menempel, wajah Hongjun merah padam, dan dia mencoba menghindar, namun Li Jinglong menariknya kembali…

“Seperti… ini.”

“Seperti ini, seperti ini.”

“Hei, hei! Lepaskan aku!”

Di Pingkang Li yang bersinar terang dengan cahaya dari pesta pora yang mencolok, malam itu saat mereka sedang memburu rubah yao di antara gang-gang, Li Jinglong dengan ekspresi serius menjelaskan seluruh proses padanya. Deskripsi itu sangat rinci dan bersemangat, dan saat Hongjun mendengarkan, wajahnya yang tampan menjadi merah padam, dan dia mulai bereaksi.

“Ditelanjangi dan dipeluk…”

Di luar Pingkang Li, Li Jinglong sudah menggambarkannya dengan sangat serius, dan anehnya hal itu berbaur dengan pemandangan di mana mereka berdua berdiri di mata air panas, saling berdekatan. Tepat setelah itu, dia meletakkan tangan di sisi wajah Hongjun, menundukkan kepalanya, dan menciumnya. Detak jantung Hongjun segera meningkat, sama seperti saat Li Jinglong memegang tangannya malam itu, menatap matanya, dan membuat janjinya.

Li Jinglong merentangkan jari-jari Hongjun, dan mereka berdua menyatukan kesepuluh jari mereka. Getaran dari gerakan itu langsung mencapai ke hatinya.

Hongjun bergeser pada saat itu dan terbangun, hanya untuk tiba-tiba merasakan bahwa saat dia bermimpi, dia secara tidak sengaja ‘keluar’. Li Jinglong, bagaimanapun, masih tidur dengan nyenyak, jari-jarinya masih terjalin dengan jari Hongjun.

Di luar, salju sudah berhenti. Hongjun mengangkat satu lututnya, merasakan bahwa area di sekitar selangkangannya basah. Ekspresinya benar-benar menyedihkan, dan dia dengan hati-hati menarik jarinya dari jari Li Jinglong. Tadi malam, mereka tertidur sambil duduk, bersandar satu sama lain, dan Hongjun membaringkan dirinya di setengah tubuh Li Jinglong, yang telah mati rasa. Untungnya, Li Jinglong belum menyadari apa pun.

Apa yang harus dilakukan, apa yang harus dilakukan! Celananya basah! Dan tidak ada tempat untuk mencucinya!

Hongjun melihat ke arah jubah luar yang sudah tersampir di satu sisi, dan dia menepi ke salah satu sudutnya. Dia menariknya di antara pahanya untuk menyekanya. Li Jinglong juga terbangun, namun dia tidak mengeluarkan suara, justru membuka matanya dan melihat tindakan Hongjun dengan aneh.

Hongjun belum merasakan tatapannya. Wajahnya merah padam saat dia duduk di sana bersila, membuka celananya saat dia menundukkan kepalanya, meraih ke dalam untuk menyekanya.

Li Jinglong bergeser dan melihatnya, sebelum akhirnya dia tiba-tiba tertawa terbahak-bahak. Hongjun segera berteriak keras dan meninju Li Jinglong, hampir mematahkan tulangnya.


Setengah shichen kemudian, mereka berdua melewati dataran bersalju, mengambil jalan utama terdekat menuju Kota Liangzhou.

Itu adalah hari kedua tahun baru, dan tanah di depan pintu masuk setiap rumah tangga ditutupi dengan petasan konfeti merah, seperti bunga merah yang mekar di salju. Li Jinglong marah, “Kau hampir mematahkan tulang rusukku!”

Hongjun menoleh ke belakang, menggertakkan giginya saat dia berkata, “Berhenti berbicara tentang itu!”

“Hei,” kata Li Jinglong. “Apa yang kau mimpikan kali ini? Apa kau memimpikan Gege?”

Saat Hongjun mendengar ini, dia meledak, dan dia tidak bisa tidak ingin memukulnya.

Tapi Li Jinglong terus bertanya. “Itu bukan pertama kalinya bagimu, kan?”

“Tidak!” Hongjun meraung marah. “Jika kau mengungkitnya lagi, aku akan mengabaikanmu!”

Li Jinglong mengikuti di belakangnya dengan langkah yang tidak tergesa-gesa. Setelah mereka berdua masuk Kota Liangzhou, pertama Li Jinglong mengambil kendali atas kuda mereka, membuat Hongjun menunggu di luar saat dia membelikannya pakaian dalam dan celana pendek baru, dan setelah itu, mereka pergi ke pemandian. Mereka belum mandi selama setengah bulan sekarang, dan akhirnya Hongjun bisa mandi dengan benar dan mengganti pakaiannya.

“Setelah kau selesai mandi, tunggu aku di luar,” kata Li Jinglong.

“Ke mana kau akan pergi?” Hongjun bertanya, bingung.

“Mengirimkan surat,” jawab Li Jinglong. “Untuk memberi tahu saudara kita dari Departemen Eksorsisme bahwa aku sudah menemukanmu.”

Hongjun menenggelamkan diri ke dalam bak mandi dan menghela napas panjang.

Ini bukan pertama kalinya dia mengalami mimpi basah. Beberapa tahun yang lalu, dia mengalami beberapa di Istana Yaojin juga. Pada saat itu, dia berpikir bahwa dia sudah mengompol, dan dia takut Chong Ming mengetahui dan memarahinya, jadi dia menyembunyikan celananya. Baru kemudian dia mengerti apa yang sudah terjadi.

Pada saat itu, ketika dia bermimpi, apa yang dia mimpikan? Saat itu seolah-olah ada seseorang yang memanggilnya, dan dia juga bertarung dengan seorang pemuda yang seumuran dengannya. Saat mereka bertarung, lawannya menciumnya… Hongjun menggelengkan kepalanya, membuang pikiran-pikiran yang membingungkan itu dari benaknya. Kenapa dia memimpikan Li Jinglong tadi malam? Bermimpi tentang dirinya adalah satu hal, tapi memimpikan dirinya di mata air panas…

Saat Hongjun terus memikirkannya, dia tidak bisa menahan diri untuk tidak menjadi keras lagi, dia menenggelamkan diri ke dalam air, kepalanya berputar dan penglihatannya kabur saat dia berendam di sana. Hanya setelah menuangkan seember air dingin ke atas kepalanya, dia merasa agak lebih baik.

Setelah dia selesai membersihkan dirinya dan berjalan keluar, Li Jinglong masih belum kembali. Di ruang samping di luar kamar mandi, seorang petugas sudah menyiapkan kotak makanan, mengatakan bahwa ini sesuai dengan perintah Zhangshi, sehingga dia bisa makan terlebih dulu. Setelah mendengar itu, Hongjun mulai makan.

Sekarang sudah lewat tengah hari, dan saat dia terus menunggu, Li Jinglong tidak kunjung kembali. Hongjun tiba-tiba merasa seolah-olah dia sudah ditinggalkan — pada hari kedua tahun baru, Kota Liangzhou dipenuhi dengan pesta yang menggembirakan. Hanya dia sendiri yang duduk di kota asing ini, tidak mengenali satu orang pun di sini. Bahkan ikan mas yao tidak ikut dengannya.

Suara langkah kaki terdengar, dan Hongjun mengira Li Jinglong sudah kembali. Dia mengintip keluar, hanya untuk menemukan bahwa itu adalah petugas pemandian.

Bagaimana jika dia pergi sekarang? Hongjun memikirkannya lagi dan lagi, tapi setelah memikirkan bagaimana dia menyebabkan Li Jinglong mengejarnya sepanjang hari dan malam, dia benar-benar tidak tahan untuk melakukan hal seperti itu lagi.

“Aaaahhh — kapan tepatnya dia kembali!” Hongjun merasa seolah-olah dia mulai kehilangan akal sehatnya.

Tapi pada saat ini, Li Jinglong muncul dari sudut layar, mengamatinya dengan rasa ingin tahu.

Li Jinglong baru saja selesai mandi, dan rambutnya masih setengah basah saat dia duduk. “Akhirnya semuanya sudah diurus.”

Hongjun berkata, “Karena kau sudah kembali, kenapa kau tidak mengatakan apa pun?”

Li Jinglong mengamati tatapannya, berkata, “Kau marah lagi?” Dia kemudian mengerti, dan dia tertawa. “Kau sudah menunggu lama, kan? Kenapa kau bahkan tidak membuat teh untuk diminum?” Saat mengatakan ini, dia meletakkan ketel tembaga di atas kompor kecil, menarik kotak makanan ke arahnya saat dirinya mulai makan.

“Aku tidak akan kembali ke Chang’an,” kata Hongjun dengan cemberut.

“Aku tahu,” jawab Li Jinglong dengan mudah. “Sebentar lagi, kita akan berangkat ke Pegunungan Taihang.”

Hongjun mengamatinya, sebelum bertanya, “Kau benar-benar akan pergi?”

“Tentu saja,” jawab Li Jinglong, seolah itu yang diharapkan.

Hongjun tidak bisa menahan diri untuk tidak menatap Li Jinglong. Dia belum pernah merasakan ini sebelumnya, tapi setelah kejadian tadi malam, dia tiba-tiba merasakan bahwa dari tubuh pria ini, ada aura kharisma yang ekstrim. Fiturnya yang dalam seperti orang-orang Han, alisnya runcing seperti pedang, matanya cerah seperti bintang, dan tubuhnya juga terpahat dengan sangat baik. Tapi bagian tengah alisnya seperti memiliki suasana yang membuat orang asing menjauh. Selain saat dia tersenyum, dia sering memiliki ekspresi seperti itu di wajahnya. Itu membuat hati orang-orang yang melihat merasa gatal, sehingga mereka tidak bisa menahan keinginan untuk membuatnya marah, atau mencaci makinya dan menyerangnya.

Setelah Li Jinglong selesai makan, dia bergerak untuk membuat teh. Dia pertama kali menuangkan ke cangkir untuk Hongjun, lalu berpikir dalam-dalam sambil meminum cangkirnya sendiri. Hongjun tahu bahwa Li Jinglong sedang menyiapkan beberapa rencana lagi, jadi dia berkata, “Kalau begitu, pertama-tama kita harus menyetujui tiga aturan.”

Li Jinglong hampir memuntahkan tehnya. Dia memandang Hongjun, berkata, “Sebutkan.”

“Setelah kita sampai di Istana Yaojin, kau harus mendengarkanku,” jawab Hongjun.

Li Jinglong berkata, “Itu sudah kuduga. Pergi ke rumahmu berarti bahwa seorang tamu harus bertindak sesuai dengan apa yang dianggap pantas oleh tuan rumah. Apa lagi?”

Hongjun berpikir sebentar, sebelum akhirnya berkata, “Tidak ada yang lain.”

Li Jinglong: “…”

“Kau pergi begitu lama, tidakkah kau takut aku pergi?” tanya Hongjun.

“Karena aku sudah menangkapmu sekali, kau tidak akan lari lagi,” kata Li Jinglong. Meskipun dia sedang menyeduh teh, matanya mengawasi Hongjun, dan dia tertawa kecil. “Kau tidak bisa tahan kehilangan diriku.”

Pada kalimat itu, hati Hongjun sekali lagi ditarik, dan terasa sakit untuk sementara waktu.

Setelah minum teh, Li Jinglong membayar makanan mereka, sebelum membawa Hongjun menjauh dari Liangzhou. Saat mereka meninggalkan kota, Hongjun baru saja menaiki kudanya saat Li Jinglong melompat tepat di belakangnya, duduk di belakangnya. Dia menjelaskan, “Aku menyuruh mereka pergi kembali ke Chang’an terlebih dulu, agar mereka bisa memperhatikan pergerakan raja yao setiap saat. Ayo pergi, Jia!”

Hongjun: “…”

Hongjun memprotes, “Aku tidak ingin menunggang kuda yang sama denganmu—! Masing-masing dari kita memiliki satu kuda, kenapa kau berdempetan denganku!”

Li Jinglong mengguncang kendalinya, dadanya yang kokoh menekan punggung Hongjun, berkata, “Kau tidak perlu mengendalikan kendalinya, bukankah ini bagus?”

Sebelumnya, Hongjun sudah benar-benar terbiasa dengannya, dan bahkan tidak merasa bahwa bersentuhan dengan tubuh Li Jinglong adalah sesuatu yang aneh. Sekarang, bagaimanapun, saat Li Jinglong mencondongkan tubuh ke depan bahkan walau hanya sedikit saat dia mengarahkan kudanya, perasaan tertekan itu segera membuatnya menjadi sangat gugup. Untungnya, jarak yang harus mereka tempuh tidak terlalu jauh. Saat mereka tiba di stasiun jalan, langit sudah gelap dan desa-desa sudah lama beristirahat, karena ini adalah tahun baru. Setelah berlari kurang dari beberapa shichen, Li Jinglong pergi mencarikan mereka penginapan.

Hongjun memegang kendali kuda, mendengarkan Li Jinglong berbicara dengan pelayan. Dia menyuruh pelayan menyiapkan anggur dan makanan untuk perayaan, jadi mereka bisa menikmati sesuatu yang enak malam itu. Hongjun diam-diam mengintip dari balik pintu, dan tanpa tahu kenapa, dia menjadi gugup lagi.

Setelah Li Jinglong menyelesaikan semuanya, dia berbalik untuk mencari Hongjun, hanya untuk melihatnya bersembunyi di balik pintu. Dia tidak bisa tidak menganggap itu lucu, dan dia berjalan ke arahnya.

“Apa yang kau intip?” Li Jinglong bertanya dengan gembira. “Apa yang sebenarnya kau pikirkan sepanjang hari, bocah nakal?”

Saat mereka berdua sedang berkuda, dada Li Jinglong menempel di punggungnya, yang hanya dipisahkan oleh jubah luar yang hangat. Jantung yang kokoh dan kuat itu berdebar, memberi Hongjun perasaan nyaman yang tak tertandingi, seolah-olah dia memiliki tempat untuk kembali.

Dia sudah menerima kepergian orang tuanya secara perlahan saat dia tumbuh dewasa. Tapi apa yang dia benci setelah bangun dari mimpi itu, rasa sakit yang dia tahan dengan susah payah, datang lebih banyak karena dia menemukan bahwa sebenarnya orang yang bertanggung jawab atas kematian orang tuanya adalah Li Jinglong.

Hongjun menoleh, melihat Li Jinglong yang tidur di sebelahnya. Wajah tidurnya terlihat tampan dan tenang, bibirnya halus dan sedikit terbuka. Batang hidungnya menjulang tinggi dari profil samping wajahnya, dan alis serta matanya jernih dan terang. Saat dia melihatnya, Hongjun sekali lagi mulai merasakan sedikit kebencian terhadapnya. Jika itu tidak terjadi, maka mungkin dia masih memiliki seseorang untuk diandalkan…

Dia berbalik, menghadap dinding, hatinya yang kusut dipenuhi dengan rasa sakit.


Mereka berdua berangkat lagi keesokan harinya. Tapi tepat saat Li Jinglong hendak memimpin, Hongjun menunggangi kudanya terlebih dulu dan melesat pergi. Li Jinglong berkata, “Untuk apa kau berlari secepat ini?” Dia hanya bisa mengejarnya.

Di sepanjang perjalanan ini, hati Hongjun dipenuhi dengan ketidakpastian. Pada siang hari, dia dan Li Jinglong bergegas, dan pada malam hari, mereka akan beristirahat di sebuah penginapan. Li Jinglong berpikir bahwa karena Hongjun sebentar lagi pulang ke rumahnya, semangatnya menjadi rendah, jadi dia tidak bisa menahan diri untuk mencoba memikirkan hal-hal untuk menaikkan suasana hatinya. Pada malam hari, Li Jinglong akan duduk di depan meja, menulis surat kembali ke Chang’an, sementara Hongjun akan duduk di sudut tempat tidur, memegang sebuah buku, sesekali meliriknya.

Dari sudut matanya, Li Jinglong bisa melihat hal itu. Tentu saja dia tahu bahwa Hongjun sedang menatapnya, tenggelam ke dalam pikirannya, dan dia tidak bertanya lebih jauh. Cuaca di awal musim semi menjadi lebih hangat, dan mereka berdua juga terus menuju ke selatan, jadi salju dan es di sepanjang jalan perlahan mencair. Li Jinglong sudah secara khusus memilih jalan yang mengarah ke bagian selatan Guanzhong, dan setelah hampir sepuluh hari, bahkan ada sedikit warna hijau di sepanjang sisi jalan.

Pada hari kedua belas bulan pertama, mereka berdua benar-benar tiba di kaki Pegunungan Taihang. Saat Hongjun mengangkat kepalanya untuk melihat ke arah lembah gunung, rasa takut muncul di hatinya. Dia menoleh ke belakang untuk melihat Li Jinglong, yang mengikuti di belakangnya, tapi Li Jinglong tetap tenang seperti biasa saat dia melihat ke mata Hongjun. Saat itu, Hongjun tiba-tiba memiliki dorongan — dia ingin berbalik dan pergi, dan tidak lagi kembali ke Istana Yaojin.

Dia membuka mulutnya, tapi dia tidak bisa mengatakan sepatah kata pun.

“Aku akan bersamamu,” kata Li Jinglong. “Kebenarannya ada di sana. Dalam kehidupan setiap orang, akan selalu ada setidaknya sekali di mana kau harus menghadapinya. Jangan takut, Hongjun.”

Dari tatapan Li Jinglong, Hongjun mendapatkan kepercayaan diri.

“Kau juga pernah menghadapinya sebelumnya?” Hongjun bertanya, sebelum menoleh untuk melihat ke arah puncak Pegunungan Taihang.

Li Jinglong tidak menanggapi itu. Hongjun melanjutkan, “Kapan?”

Dia menendang kudanya ke depan ke Pegunungan Taihang, dan Li Jinglong mengikuti di belakangnya, tidak terlalu cepat atau terlalu lambat. Matanya memiliki kegembiraan di dalamnya karena dia tidak menanggapinya; Hongjun, bagaimanapun, sudah mengambil keputusan, dan dia tidak takut lagi.

Mendaki Pegunungan Taihang dari utara, puncak yang dikelilingi oleh awan menghalangi jalan ke depan. Jalan sempit itu meliuk sendiri seperti usus domba, dan roda tidak dapat melintasinya.1

Pada zaman kuno, ada Delapan Lintasan Taihang, yang merupakan delapan jalan raya yang menuju puncak yang diselimuti oleh awan. Hari pertama setelah memasuki pegunungan, kuda-kuda perang bahkan menemukan jalan batu yang menjadikannya sangat sulit dilewati, dan banyak dari jalan militer di sini yang sudah lama rusak. Kuda-kuda itu berjalan di sepanjang jalan setapak di pinggang gunung, tapi jika mereka salah langkah, mereka akan jatuh di sepanjang tebing.

Untungnya, kedua kuda perang ini sudah dipilih oleh Jia Zhou terakhir kali, saat Hongjun sudah dirusak oleh qi iblis dan membunuh kuda Dawan yang terkenal. Kuda-kuda ini bahkan lebih memahami manusia, dan mereka benar-benar membuat jalan mereka sendiri, mengetuk-ngetuk, begitu saja.

Saat malam tiba, mereka berdua membuat api di tengah jalur militer yang hancur. Pada siang hari, mereka melewati awan tebal dan kabut, menuju pusat pegunungan.

Ini adalah pertama kalinya Li Jinglong memasuki Pegunungan Taihang. Meskipun dia pernah mendengar sebelumnya bahwa tempat ini adalah tempat di mana bahkan monyet berayun dan burung terbang tidak bisa bertahan hidup2, tapi dia tidak menyangka bahwa itu akan menjadi rangkaian tebing yang curam.

“Bagaimana tepatnya kau meninggalkan tempat ini pertama kali?” Tanya Li Jinglong.

Mereka berdua memimpin kuda mereka perlahan di sepanjang jalan gunung. Kuda-kuda sudah mulai sedikit takut, dan meskipun satu kuda sudah lewat, yang lain tetap berdiri sana, tidak mau bergerak. Li Jinglong mendorongnya dari belakang, sementara Hongjun menariknya dari depan, membujuk kuda itu untuk maju sedikit demi sedikit.

“Aku bergantung pada kedua kakiku sendiri di sepanjang jalan,” jawab Hongjun.

“Tidak heran.” Li Jinglong nyaris ditendang oleh kuda itu. Setelah melintasi bagian yang curam, ada padang rumput yang luas, tempat vena bumi berkumpul. Ada juga mata air panas di sini, dan mereka berdua mandi, udara terbuka sebagai pemandian mereka, sebelum melihat ke atas ke langit yang dipenuhi dengan lautan bintang.

Hongjun berbalik ke sisinya, meletakkan kepalanya di lengannya saat dia melihat ke arah Li Jinglong. Mereka berdua sedang berbaring di rerumputan.

“Bagaimana kalau kau menungguku di sini ba,” kata Hongjun. “Jalannya nanti bahkan lebih sulit untuk dilalui.”

“Kau terlalu meremehkanku,” kata Li Jinglong sambil tersenyum. “Jika kau tidak kembali, lalu apa?”

Mendengar itu, Hongjun tersenyum kecil, emosi yang rumit membengkak di hatinya. Dia berbalik, memunggungi Li Jinglong, menghitung helai rumput di depannya. Li Jinglong mengangkat tubuhnya sedikit, membentangkan jubah luarnya di atas mereka berdua, dan mereka tertidur begitu saja.


Bab Sebelumnya | Bab Selanjutnya

KONTRIBUTOR

yunda_7

memenia guard_

Footnotes

  1. Ini adalah bari pembuka dari puisi berjudul “Perjalanan Dingin yang Pahit” atau inggrisnya “The Bitter Cold Journey” oleh Cao Cao (ya, Tiga Kerajaan itu Cao Cao).
  2. Kata-kata yang digunakan di sini sebenarnya membangkitkan bagian dari puisi “Lukisan Li Sixun tentang Kepulauan Changjiang”, oleh Su Shi.

Leave a Reply