Penerjemah: San
Proofreader: Rusma


Dalam lima menit, Chen Lan bergegas keluar ruangan dengan mantel di tangannya, dan dia tampak hendak pergi. Meng Chuan memanggilnya, “Ada apa? Kamu terburu-buru lagi?”

“Xiao Pian’er bilang dia meninggalkan berkas di komputer rumah. Aku harus segera kembali untuk mengirimkannya. Kalau aku terlambat, bisa-bisa terjadi apa-apa.” Lalu dia hendak pergi.

“Tunggu, bisakah kamu pergi sendiri? Kamu baru saja keluar dari rumah sakit…” tanya Meng Chuan.

“Aku akan mengantarmu ke sana,” Qi Ye datang dan melambaikan kunci mobil di tangannya..

Chen Lan berpikir sejenak dan ragu-ragu, “Jalannya tidak mudah dilalui. Tidak ada lampu jalan di sana.”

Qi Ye membungkuk dengan senyum ramah. “Aku sudah punya pengalaman mengemudi lebih dari sepuluh tahun, dan aku akan melayanimu dengan sepenuh hati.”

Menolak seseorang lagi dengan alasan yang sama tentu tidak sopan. Bagaimanapun juga, saling membantu di antara teman adalah hal yang wajar. Selain itu, dengan begitu Chen Lan bisa lebih cepat mengirim berkas kepada Xiao Pian’er. Maka, dia pun mengangguk menerima tawaran itu.

Mobil Qi Ye adalah sebuah sport car buatan Jepang yang tampak mahal. Chen Lan memang tidak terlalu mengerti soal mobil, namun tetap merasa mobil itu bergaya dalam desainnya dan indah dilihat.

“Di mana kamu membeli mobil ini? Sangat menarik,” komentar Chen Lan jujur.

Qi Ye mengeluarkan sekaleng Coca-Cola dari dalam mobil lalu menyerahkannya pada Chen Lan. Ia tersenyum sambil berkata, “Mobil ini sebenarnya tidak mahal. Harganya kira-kira setara dengan dua apartemen tiga kamar di Kota B.”

Chen Lan hampir tersedak minumannya. “Bukankah itu mahal?”

Qi Ye terkekeh. “Ada juga versi yang lebih murah. Jadi, bagaimana? Kamu menyukainya?”

Chen Lan menggeleng pelan. “Umurku sudah tiga puluh enam. Mengendarai mobil seperti ini terlalu mencolok. Kurasa mobil semacam ini lebih cocok untuk Xiao Pian’er-ku.”

Qi Ye tersenyum, lalu tertawa terbahak-bahak, “Terlalu mencolok? Kalimatmu itu mengganggu.”

Chen Lan melihat ke kiri dan ke kanan setelah masuk ke mobil dan berkata, “Masih nyaman punya mobil. Tahun depan, Xiao Pian’er akan lulus dan aku akan beli satu.”

Qi Ye akhirnya tidak bisa menahan rasa penasarannya. “Penghasilanmu sebenarnya lumayan, kenapa sampai sekarang belum juga beli mobil? Rumah pun masih menyewa.”

Qi Ye berhenti sejenak sebelum berkata, “Tidak apa-apa, kamu akhirnya akan membelinya.”

Untuk menjaga percakapan tidak terhenti begitu saja, Qi Ye kembali membuka topik, “Kamu sudah punya SIM? Kalau ambil sekarang, nanti akan lebih praktis.”

Chen Lan menggeleng pelan. “Aku tidak punya. Tapi Xiao Pian’er sudah ada.”

Mata Qi Ye berputar “Kamu selalu menyebut namanya. Dari caramu bicara, terlihat jelas betapa penting dia bagimu.”

Tidak mungkin! Chen Lan tersenyum samar dan tidak menjawab.

Qi Ye tidak menyerah. Ia mencondongkan tubuh sedikit dan bertanya dengan nada penasaran, “Sebenarnya, apa bagusnya dia?”

“Kamu ingin tahu?” Chen Lan menggigit sedotan Coca-Cola, menatap serius ke arahnya.

Qi Ye mengangkat alisnya karena penasaran.

Chen Lan mendekat dan berkata secara misterius, “Dia bertahan lama di ranjang.”

Mobil yang tadinya melaju mulus mendadak berguncang. Chen Lan hampir terlempar ke belakang, buru-buru berpegangan pada kursi. Dia menghela napas kesal. “Hei, bukannya kamu bilang sudah sepuluh tahun jadi pengemudi berpengalaman? Bisakah kamu mengemudi dengan tenang?”

Qi Ye tercekat tak bisa berkata apa-apa, mengapa nasibnya begitu malang.

Mereka berdua berkendara menuju taman dari bar. Chen Lan ingin Qi Ye berhenti di persimpangan agar dia bisa berjalan pulang sendiri. Qi Ye tersenyum dan berkata bahwa ia akan mengantar Chen Lan sampai di sana, jadi Chen Lan mengizinkan Qi Ye mengantarnya ke lantai bawah rumah.

“Lantai berapa?” tanya Qi Ye.

“Di lantai tiga.” Chen Lan hendak keluar dari mobil ketika menyadari pintunya masih terkunci. Dia mendorong Qi Ye dengan sikunya dan mendesak, “buka mobilnya.”

“Terkadang aku merasa aneh,” kata Qi Ye tiba-tiba. “Setelah bertahun-tahun, kamu masih saja tidak waspada terhadap orang lain.”

Chen Lan memiliki tanda tanya besar di kepalanya.

Qi Ye berbalik dan tersenyum misterius padanya.

Seakan tersambar petir, tubuh Chen Lan tiba-tiba menegang. Dia refleks mengulurkan tangan, berusaha memecahkan jendela, tetapi tenaganya terlalu lemah. Matanya tertuju pada kaleng Coca-Cola, dia berteriak “Ini buruk” dalam hati, tetapi dia tak sempat berpikir lebih jauh sebelum kesadarannya sepenuhnya hilang dalam kegelapan.

Saat itu dini hari, dan ruang komputer masih terasa panas. Li PanEn menutup telepon di koridor, merasa sedikit gelisah.

“Xiao En, apakah eksperimennya sudah selesai?” Profesor itu, yang jelas tidak terbiasa begadang, datang membawa secangkir teh kental.

Li PanEn ragu sejenak dan berkata, “Tidak, Profesor, aku meninggalkan kode loop di rumah, tetapi telepon keluargaku mati, aku tidak bisa menghubungi mereka.”

“Oh… Kalau begitu mereka pasti sedang tidur.” Kata profesor itu. “Kamu bisa istirahat dan menulisnya besok. Bahkan jika kamu tidak punya kode itu, kamu tetap bisa ikut kompetisi.”

Li PanEn mengangguk pelan, tapi kegelisahan di dadanya justru semakin kuat. Chen Lan selalu menepati janji, apalagi jika itu menyangkut dirinya. Kalau ia bilang akan mengirimkan kode lewat surel malam ini, pasti tidak akan menundanya sampai besok. Apa perutnya kambuh lagi? pikir Li PanEn, jantungnya berdebar tak tenang. Atau… mungkin Chen Lan terlalu lelah hingga langsung tertidur.

Jarak mereka lebih dari seribu kilometer, jadi tidak ada gunanya khawatir. Dia hanya bisa berdoa semoga Chen Lan hanya mempermainkannya.

Namun, Dewa tampaknya sengaja menentangnya. Menjelang siang keesokan harinya, dia masih belum menerima surel dan ponsel Chen Lan masih mati. Li PanEn tidak bisa duduk dan menunggu lebih lama lagi. Dia menelepon Meng Chuan, hanya untuk mendapati orang di ujung sana kebingungan.

“Dia datang ke bar tadi malam, lalu setelah menjawab teleponmu, dia langsung pergi. Katanya mau kembali untuk mengirimimu surel. Eh, dia belum mengirimkannya juga?”

Li PanEn tidak peduli mengapa Chen Lan pergi ke bar dan berkata, “Dia pergi sendirian?”

“Tidak, dengan Qi Ye.”

Li PanEn berpikir, “Bisakah kamu menghubunginya dan bertanya di mana Chen Lan?” Nada suaranya sangat serius, dan Meng Chuan juga merasakan ada yang tidak beres, dia segera menutup telepon dan menelepon Qi Ye.

Setengah menit kemudian, ponsel Li PanEn berdering.

Keluarlah lima kata berita buruk, “Nomornya tidak aktif.”

Apa yang telah terjadi?

“Meng-ge, tolong bantu aku,” desah Li PanEn, suaranya bergetar. “Bisakah kamu pergi ke rumahku dan membantuku mencari tahu apakah Chen Lan ada di rumah, oke? Aku akan segera kembali.”

“Baiklah, berikan aku alamatnya.”

Tangan Li PanEn gemetar hebat saat mengirim pesan teks. Chen Lan pernah melakukan ini sebelumnya. Dia sangat takut terjadi sesuatu pada Chen Lan. Dia takut Chen Lan akan menghilang seperti enam tahun yang lalu.

Dia teringat masa lalu dan betapa Chen Lan bagaikan teka-teki, dia segera menghentikan pikirannya, karena imajinasinya dengan cepat berubah menjadi sesuatu yang mirip film horor. Dia tidak berani berpikir lagi. Tidak, ia tidak akan. Di saat yang sama, sehari sebelumnya, mereka masih berpelukan dan mengucapkan selamat pagi. Chen Lan juga berkata sambil tersenyum bahwa ia akan membeli baju baru untuk musim baru. Di akhir pekan. Dia……

Li PanEn tidak ingin tinggal di sana lebih lama lagi. Dia pergi ke hotel untuk mengemasi barang-barangnya dan segera berangkat ke bandara.

Setelah turun dari pesawat, dia menerima beberapa pesan segera setelah menyalakan ponselnya. Li PanEn belum pernah segugup ini seumur hidupnya. Dia sangat menantikan kabar baik tentang Chen Lan. Namun, ternyata kabarnya sangat buruk.

“Tidak ada orang di rumah.”

“Para tetangga bilang dia tidak kembali tadi malam.”

“Tidak ada di rumah sakit.”

Saat itu awal musim semi, tetapi mataharinya sangat terik. Li PanEn merasa pusing di bandara dan hampir tidak bisa berdiri lagi.

“Meng-ge.” Jawabnya dengan nada yang tidak setenang biasanya, “Apakah masih belum ada kabar?”

“Jangan khawatir, ini memang agak aneh tapi Chen Lan bukan orang yang tidak punya rencana. Mungkin ada sesuatu yang mendesak di keluarganya yang tidak bisa dia ceritakan padamu.”

“Keluarganya? Apa kamu sudah bertemu keluarganya? Di mana kampung halamannya?”

Meng Chuan terdiam sejenak, “aku belum bertemu keluarganya, tapi aksennya kental. Dia pasti orang Kota B.” Enam tahun yang lalu, Chen Lan datang ke Queen’s Bar untuk melamar pekerjaan. Dia memiliki keterampilan yang baik dan persyaratan gaji yang rendah. Selain itu, Chen Lan juga tampan dan memiliki kemampuan komunikasi yang baik. Meng Chuan langsung memutuskan untuk mempekerjakannya.

Satu-satunya masalah adalah ketika Meng Chuan meminta kartu identitasnya untuk mendaftarkannya sebagai anggota resmi, Chen Lan hanya menunjukkan ekspresi bingung, mengatakan bahwa dia telah diusir dari rumahnya dan tidak memiliki kartu identitas. Meskipun Meng Chuan ragu-ragu, melihat kejujuran Chen Lan dan kurangnya staf di barnya, ia pun menyerah dan menerimanya.

Sejak Chen Lan datang ke Queen’s Bar, dia selalu rajin dan teliti. Meng Chuan hampir tidak pernah menemukan celah untuk mengkritiknya. Justru itu yang membuatnya heran. Dengan kemampuan Chen Lan, bekerja di bar kelas atas di Jalan ErHuan sudah lebih dari cukup. Di sana, posisi bartender bisa memberinya penghasilan lebih besar dan lingkungan yang lebih mapan. Namun entah mengapa, Chen Lan justru memilih bar kecil seperti Queen’s Bar.

Kini, tampaknya semua ini ada kaitannya dengan hilangnya Chen Lan baru-baru ini, tetapi ia tidak dapat memahami apa maksud petunjuk itu. Jadi ia hanya dapat menghibur Xiao Pian’er dengan pasrah.

Ketika profesor menelepon, dia sangat marah dan dengan tegas menyatakan ketidakpuasannya atas kepergian Li PanEn yang tiba-tiba, sehingga Li PanEn tidak dapat membantahnya. Li PanEn bisa mencapai tahap ini, bahkan mendapatkan perlakuan istimewa dari para profesor. Semua itu tak lepas dari usaha Chen Lan. Alasan dia pergi ke sekolah penelitian bukan hanya untuk dirinya sendiri, tetapi juga demi Chen Lan. Jika Chen Lan pergi, dia bahkan tidak tahu apa arti semua ini.

Dia mencari ke mana-mana. Taman, rumah, bar, rumah sakit, toko-toko yang sering dikunjunginya. Dia bolak-balik tiga sampai empat kali hanya dalam perjalanan pulang dari bar.

Pencarian tanpa tujuan tidak membuahkan hasil, jadi dia mulai memeriksa nomor telepon Qi Ye. Semakin dia mencari, semakin buruk hasilnya, identitas Qi Ye palsu. Kartu teleponnya adalah kartu sementara, dan pembayaran yang dilakukan saat membeli kartu itu dilakukan secara tunai, bahkan plat nomor mobil yang terlihat di kamera pengawas pun palsu.

Semuanya sudah direncanakan sejak pertama kali ia mendekati Chen Lan. Li PanEn tidak mengerti mengapa ia membawa Chen Lan pergi padahal Chen Lan seharusnya tidak ada hubungannya dengan dirinya. Apa yang ia inginkan dari Chen Lan?

Chen Lan sudah menghilang hampir satu hari penuh. Dalam waktu itu, Li PanEn telah mencoba berbagai cara seperti mencari sinyal ponselnya, meminta rekaman CCTV, sampai menelusuri jejak yang mungkin ditinggalkannya. Namun, tidak ada satu pun yang memberi jawaban. Dia duduk di dekat jendela, tubuhnya kaku, sementara hatinya terasa begitu berat hingga sulit bernapas. Bayangan tentang Chen Lan terus menguasai pikirannya, bagaimana kondisinya sekarang, apakah ia makan dengan baik, apakah ia bisa tidur nyenyak, atau justru sedang berada dalam bahaya. Pikirannya kacau dan dia terjaga sepanjang malam karenanya.

Keesokan paginya, dia turun ke bawah dan bertemu tetangga yang sedang membuang sampah. Pria itu menghentikannya, “Apakah kamu keponakan Chen Lan?”

Chen Lan selalu mengaku sebagai pamannya. Li PanEn tertegun dan langsung mengangguk.

“Apakah mobil yang berhenti di lantai bawah hari itu miliknya? Aku melihat mobil sport keren terparkir di lantai bawah, pamanmu ada di dalamnya, lalu mobil itu pergi, dan pamanmu tidak naik ke atas.”

Li PanEn menariknya mendekat, “Apakah mobil itu berwarna merah?”

“Ya, ya…” Pria itu mengangguk.

Chen Lan sudah ada di sini, tapi kenapa dia tidak naik ke atas? Kalau tidak ada yang mengantar Qi Ye ke sini, ia pasti tidak tahu alamatnya. Satu-satunya orang yang bisa mengantarnya ke sini adalah Chen Lan. Jadi, Chen Lan masih baik-baik saja dalam perjalanan pulang, tapi apa yang terjadi setelahnya?

“Apakah kamu melihat seperti apa penampilannya?”

Tetangganya teringat dan menggelengkan kepalanya, “Terlalu gelap untuk melihat, tapi pamanmu sepertinya sedang tidur ketika mobil pergi.”

Li PanEn terkejut dan ingin menanyakan lebih banyak keterangan, tetapi mungkin dia terlalu bersemangat hingga tetangganya ketakutan, dia pun buru-buru meninggalkannya dan naik ke atas.

Tertidur? Li PanEn merasa seolah ada sebilah pisau menusuk jantungnya. Dia mengenal Chen Lan, betapa orang itu selalu perhatian kepadanya. Mustahil Chen Lan bisa begitu saja tertidur di mobil orang lain, apalagi setelah menerima telepon penting darinya untuk mengirim berkas. Chen Lan selalu membanggakan diri sebagai orang yang tangguh, namun justru karena itu dia tidak pernah membawa perlengkapan untuk melindungi diri. Dia terlalu percaya, terlalu tidak waspada pada orang yang dikenalnya. Jika Qi Ye berniat jahat, bukankah Chen Lan hanya akan jadi sasaran empuk? Memikirkan bahaya yang mungkin dihadapi Chen Lan, Li PanEn merasa ingin membunuh seseorang.

Tidak seorang pun yang mengenalnya menyangka bahwa begitu Chen Lan menghilang, dia akan seperti menguap dari dunia, tidak ada kabar sama sekali. Li PanEn seolah kembali ke liburan musim panas setelah ujian masuk perguruan tinggi. Dia mencari jejak Chen Lan ke mana-mana, tetapi semuanya sia-sia.

Sebulan kemudian. Meng Chuan meneleponnya, “Ada berita tentang Chen Lan.”

Nada suaranya sangat aneh. Li PanEn tiba-tiba berdiri, hampir tidak bisa bicara, “Apa katamu?”

“Kemarilah ke bar, aku punya sesuatu untuk ditunjukkan padamu.”

Hari sudah siang. Hanya ada beberapa kenalan yang duduk di bar. Li PanEn masuk, dan Meng Chuan menyerahkan koran kepadanya dengan wajah muram.

Li PanEn mengerutkan kening saat melihat halaman yang ditunjuknya, dan wajahnya berubah.

“Pembunuh? Yang sudah kabur selama sepuluh tahun?” Li PanEn begitu marah hingga dia berseru, “Mustahill”

Bukan hanya dia yang berpikir begitu, tetapi semua orang yang mengenal Chen Lan pun sependapat dengannya. Namun, faktanya ada di depan mereka, dan mereka hanya bisa mempercayainya. Meskipun nama orang di koran berbeda, rambutnya dicukur pendek, dan dia mengenakan pakaian penjara, jelas itu Chen Lan.

“Di mana ini? Aku akan menemuinya.”

Meng Chuan buru-buru meraih Li PanEn. “Jangan terburu-buru, dengarkan aku. Pagi ini, seseorang menaruh koran ini di pintu depan bar. Jelas ditujukan untuk kita. Kamu tidak tahu apa tujuan pihak lain, tenanglah dan pikirkan dulu. Jika kamu Chen Lan, apa kamu mau kita membuat masalah?”

“Aku tidak akan membuat masalah,” Li PanEn terisak padanya. “Aku hanya ingin bertemu dengannya.”

Meng Chuan juga seorang saksi, dan tahu bahwa tidak ada gunanya melawan saat ini. Dengan karakter Li PanEn, akan lebih buruk jika ia menahannya. Ia hanya bisa menghela napas. Meng Chuan telah menjalankan bar selama bertahun-tahun, dan telah membantu menemukan banyak orang. Dalam hal ini, ia masih memiliki beberapa koneksi yang berguna. Setelah bertanya, ia mengetahui bahwa Chen Lan masih di pusat penahanan, dan segera mengatur seseorang untuk mengirim Li PanEn menemuinya.

Setelah sebulan mengilang, Chen Lan telah kehilangan banyak berat badan, kantung matanya terasa berat, dan ia tampak agak lesu. Begitu Li PanEn melihatnya, matanya langsung memerah bahkan sebelum dia sempat mengucapkan sepatah kata pun.

Sebaliknya, Chen Lan jauh lebih tenang dan tersenyum padanya, “Xiao Pian’er.”

“Kamu… bagaimana kabarmu?” Li PanEn ingin memegang tangannya, tetapi dia hanya bisa menempelkannya ke dinding kaca yang memisahkan mereka.

“Cukup baik. Aku punya makanan, minuman, dan tidur yang cukup.”

Li PanEn menatap wajahnya yang pucat pasi dan tahu bahwa ia telah berbohong. Rasa sakit hatinya tergambar jelas di wajahnya, “Aku hanya pergi sehari saja…”

Chen Lan menurunkan pandangannya. “Xiao Pian’er, apakah kamu kecewa dengan Paman?”

“Jangan katakan itu, aku sama sekali tidak percaya,” kata Li PanEn

Chen Lan menatapnya, “Tapi bagaimana jika itu benar?”

Tenggorokan Li PanEn seakan tersumbat. Chen Lan berkata, “Aku mungkin harus tinggal di sini cukup lama. Kalau tidak ada kejadian aneh, mungkin 13 tahun. Kamu sudah dewasa. Kamu tidak perlu mengkhawatirkan Paman lagi. Rumah itu sudah disewa selama dua tahun. Uang sewanya sudah dibayar di muka. Uang di kartu bank cukup untuk membiayaimu sampai lulus tahun depan. Semua kartunya atas namamu dan aku sudah menaruhnya di laci di bawah lemari TV. Kamu tahu kata sandinya. Kamu akan mendapat pekerjaan setelah lulus tahun depan. Aku sudah mengatur semuanya dengan profesor. Kamu juga sudah tidak muda lagi. Jika kamu bertemu gadis yang tepat, kamu juga harus berusaha untuk dekat dengannya…

“Chen Lan,” sela Li PanEn sambil mengerutkan kening. “Aku tidak ingin mendengarnya.”

Mata Chen Lan menjadi gelap, “Tidak ada lagi yang bisa Paman lakukan untukmu.”

“Aku bisa menjaga diri dan aku sangat mengkhawatirkanmu. Aku tidak tahu apa yang pernah kamu alami sebelumnya, tapi aku tidak percaya sepatah kata pun di koran!”

“Kenapa tidak?” tanya Chen Lan.

“Kamu tidak seperti itu. Aku mengnalmu!”

Chen Lan menatapnya dengan senyum pucat dan berkata dengan lelah, “Maaf, Xiao Pian’er, paman berbohong padamu.”

Mata Li PanEn hampir memohon, “Chen Lan…”

“Namaku bukan Chen Lan. Namaku Chen ZiXi,” katanya sambil tersenyum pahit. “Lihat, sebenarnya, kamu tidak tahu banyak tentangku.”

Kalimat ini seakan menghantam Li PanEn dengan keras. Dia tertegun di tempat dan mengepalkan tinjunya.

Setelah polisi datang mendesak Chen Lan untuk pergi karena waktunya sudah habis, ia hanya berkata satu kalimat, “Jalani hidup yang baik, dan jangan kembali lagi.”

Li PanEn duduk di bangku cukup lama. Baru ketika orang-orang Meng Chuan datang menepuk pundaknya, dia berdiri tegak seperti singa yang terluka. Orang-orang Meng Chuan pun memulangkannya.

Li PanEn berdiri linglung di lantai bawah saat angin meniup dedaunan. Dia menatap balkonnya. Ada pot-pot berisi lemon mint dan mawar yang ditanam Chen Lan. Kelopak-kelopak merahnya mekar dan penuh kehidupan. Lemon mint membutuhkan air yang cukup untuk tumbuh. Tetapi meskipun Chen Lan ceroboh, dia tidak pernah lupa menyiramnya. Ada beberapa pot tanaman berwarna hijau subur. Di musim panas, Chen Lan selalu suka memetik beberapa daun mint, terkadang untuk membuat teh, terkadang memasak, dan terkadang bahkan memasukkannya ke dalam celana dalamnya untuk mengerjainya, sambil tertawa. Semuanya masih terasa begitu jelas dalam ingatannya.

Seolah sudah bulat hatinya, Li PanEn tidak naik ke atas dan berbalik menuju Queen’s Bar.

“Tunjukkan padaku pengawasan pagi di bar.”

Meng Chuan menyadari bahwa seluruh raut wajah Li PanEn tidak benar, “Ada apa?”

“Aku ingin melihat siapa yang mengirim koran itu,” katanya dengan suara dingin.

“Aku sudah melihatnya. Benda itu dilempar keluar dari mobil. Aku tidak bisa melihat wajah orang yang melemparnya.” Meng Chuan ingin membujuknya. Setelah melihat wajah Li PanEn, ia tidak punya pilihan lain selain membawanya ke komputer dan menunjukkannya.

Resolusi pemantauannya sangat tinggi. Meng Chuan memutar video ke perbesaran maksimum. Orang-orang di dalam video jelas menyadari keberadaan kamera dan sengaja menghindarinya. Li PanEn menarik bilah kemajuan dan melihat ke depan dan ke belakang beberapa kali, tetapi tidak berhasil. Dia mengembalikan layar ke perbesaran semula, lalu seseorang di belakangnya berkata, “Eh.”

Li PanEn menoleh ke belakang dan melihat Meng Chuan menunjuk ke layar dengan heran, “Aku kenal orang ini.” Karena hujan turun sedikit malam sebelumnya, ada genangan air di tanah, yang kebetulan memantulkan separuh wajah pengemudi.

“Zeng JianMin, dia seorang bagjingan terkenal di sini, dialah yang pernah bertarung dengan Chen Lan sebelumnya.”

“Dimana dia?”

“Tidak sulit menemukannya. Kita hanya perlu mencari Tuan Green.”


KONTRIBUTOR

Rusma

Meowzai

San

Leave a Reply