“Jika kau mengizinkanku untuk berbicara dengan bebas, aku masih tidak cukup percaya bahwa ada banyak yao di dunia ini.”

Penerjemah : Keiyuki17
Editor : _yunda


Setelah turun hujan, sinar matahari pada bulan ketiga bersinar dengan terang saat Li Jinglong berjalan keluar dari toko anggur. Kelompok itu dibagi menjadi dua, dengan Mo Rigen, Lu Xu, Qiu Yongsi, dan A-Tai menuju Mausoleum Zhao seperti biasa, sementara Li Jinglong, Hongjun, dan Ashina Qiong menuju Mausoleum Qian. Setelah mereka selesai berbicara, Li Jinglong memanggil A-Tai dan memberinya serangkaian perintah.

Qiu Yongsi baru saja kembali ke Chang’an, dan hanya memiliki kesempatan untuk beristirahat selama sesaat sebelum dia bersikeras untuk mengikuti mereka semua. Li Jinglong tidak memaksa mereka, tapi justru berkata, “Semuanya, ini akan sedikit lebih sulit bagi kalian semua, tapi setelah kita selesai, ayo kita pergi berlibur dengan layak.”

“Kau masih berutang sesuatu pada semua orang,” kata Qiu Yongsi, melemparkan sesuatu ke Li Jinglong, yang mengangkat tangan dan menangkapnya. Li Jinglong lalu berkata, “Aku tidak akan lupa, ayo berangkat!”

Dengan itu, seolah-olah mereka akan pergi melakukan perjalanan musim semi, mereka naik ke atas kuda mereka dan menuju ke luar dari Kota Chang’an.

Hongjun awalnya berpikir bahwa dia dan Li Jinglong akan berangkat sendiri, jadi dia tidak mengira bahwa mereka akan membawa Ashina Qiong. Ini adalah pertama kalinya dia pergi keluar untuk melakukan tugas dengan Ashina Qiong, jadi dia tidak bisa menahan rasa penasaran padanya.

Sebelumnya, satu-satunya kesempatan saat mereka berdua bekerja sama adalah ketika mereka bertarung melawan Lu Xu yang berlari dengan kecepatan seperti terbang. Setelah itu, Ashina Qiong sepertinya menerima peringatan dari A-Tai, jadi dia tidak sering datang untuk memprovokasi Hongjun. Pada saat ini, dia masih dipenuhi rasa ingin tahu pada Ashina Qiong, dan di depan yang lain, Li Jinglong selalu mengenakan topeng martabatnya.

Mausoleum Qian berdiri di Gunung Liang, tepat di utara Chang’an, dan itu sangat dekat dengan kota kekaisaran1. Tempat ini berbeda dari Mausoleum Zhao, karena setelah Kaisar Zhongzong, Li Xian2, kebencian Li Longji terhadap Wu Zhao terlihat jelas, karena dia hanya memiliki lima puluh orang yang menjaga mausoleum kerajaan ini. Setelah hantu yang meneror tempat itu tadi malam, setengah dari mereka sudah meninggal, dan semua orang yang berada di sana ketakutan, mereka hanya ingin melarikan diri secepat mungkin untuk kembali ke Chang’an. Namun, Enam Keprajuritan sudah mengeluarkan perintah hukuman mati; siapa pun yang berani melarikan diri akan dipenggal kepalanya. Meski begitu, tidak ada yang berani untuk lebih dekat seribu langkah dari pintu masuk.

Para penjaga awalnya berada di bawah yurisdiksi Enam Keprajuritan, tapi seiring berjalannya waktu, mereka perlahan-lahan mulai membentuk unit independen mereka sendiri. Mereka tidak berperang, mereka juga tidak mengawal kaisar, jadi mereka dipindahkan ke Kementerian Adat. Satu-satunya waktu saat mereka harus berpura-pura terlihat sibuk sepanjang tahun adalah saat beberapa kali kaisar membawa pejabat pengadilan keluar untuk memberi penghormatan. Di zaman sekarang ini, bahkan tidak semua pasukan harus keluar dan berperang, jadi siapa yang mengira bahwa menjaga mausoleum akan mengakibatkan mereka kehilangan nyawa?

Saat Li Jinglong tiba, kelompok penjaga sudah mengenakan ekspresi “akhir sudah dekat” ketika mereka meringkuk bersama, gemetar. Mereka tidak diizinkan untuk melarikan diri, juga tidak berani mendekat, jadi dua puluh lima mayat dengan kain putih yang menutupi mereka diletakkan di alun-alun di depan mausoleum, dengan seorang pejabat Departemen Kehakiman dan beberapa orang lain mengawasi.

“Anggota Departemen Eksorsisme sudah datang!”

“Li Jinglong! Ini Li Jinglong!”

Para penjaga yang memiliki malas3 sedang mencengkeram malas mereka, mereka yang menggosok batu giok sedang menggosoknya, sementara yang memiliki dupa sedang membakarnya. Begitu mereka melihat Li Jinglong, seolah-olah mereka sudah melihat penyelamat mereka, dan mereka tidak mengharapkan apa pun selain memasukkan Li Jinglong ke dalam mausoleum segera. Seluruh Chang’an selalu merasa pantas untuk mengejeknya karena tidak mengejar karir yang layak, sebagai gantinya dia justru berdiam diri dan percaya pada desas-desus tentang hantu dan dewa, tapi sekarang segera setelah para penjaga melihatnya, mereka diliputi kekaguman yang tulus. Sebelum mereka merasa takut, mereka tidak percaya pada kejahatan seperti itu, tapi begitu mereka percaya, apa yang dilakukan Li Jinglong menjadi pekerjaan yang layak di mata mereka, dan menangkap hantu benar-benar menjadi keahlian seorang seniman.

“Markuis Yadan.”

Pejabat dari Departemen Kehakiman datang untuk menyambut mereka secara langsung, dan dia membungkuk ke arah Li Jinglong, sebelum menangkupkan tangannya pada Hongjun dan Ashina Qiong.

“Cheng … Cheng …” Hongjun mengingat apa yang dikatakan Huang Yong.

“Cheng Xiao,” kata pejabat muda itu sebagai balasan.

Cheng Xiao tidak lebih dari tujuh belas atau delapan belas tahun, dan dari penampilannya, dia hanya sedikit lebih tua dari Hongjun. Dia mengenakan pakaian yang memberinya aura pesolek muda, dan meskipun dia adalah pemuda yang cerdas, dibandingkan dengan Hongjun, aura masa mudanya langsung hilang.

“Yo, kau pergi ke Departemen Kehakiman?” Li Jinglong bertanya dengan enteng.

Hongjun melihat mereka berdua saling menyapa, dan dia tidak menyangka bahwa mereka sebenarnya sudah saling mengenal. Li Jinglong lalu berkata pada Hongjun, “Cheng Xiao berada di Keprajuritan Shenwu sebelumnya, dan bahkan saat itu dia adalah seorang detektif yang sangat memperhatikan detail.”

“Aku tidak berani disanjung begitu tinggi,” kata Cheng Xiao. “Aku belum memberi selamat pada Zhangshi karena sudah dianugerahi gelar markuis.”

Untuk bisa menjadi pejabat Departemen Kehakiman pada usia 18 tahun, itu berarti dia mungkin memiliki beberapa keterampilan. Saat Hongjun mengingat hari itu ketika Huang Yong datang untuk memberi tahu mereka, dia juga menyebutkan bahwa Cheng Xiao sudah pergi ke Mausoleum Zhao, tapi karena dia dan Lu Xu terburu-buru saat masuk dan keluar, mereka berdua tidak bertemu dengannya.

Itu benar, semua orang sangat pintar, dan hanya aku yang bodoh — pikir Hongjun. Qin Wu dari yang sebelumnya dan Cheng Xiao sekarang, para pemuda ini sepertinya sangat akrab dengan Li Jinglong.

Ashina Qiong merasakannya, dan dia mengedipkan mata pada Hongjun. Hongjun berpikir, kenapa kalian semua tampaknya tahu apa yang aku pikirkan, namun kalian hanya berpura-pura tidak melihat apa-apa.

“Ceritakan tentang situasinya ba,” kata Li Jinglong.

“Pada malam tanggal tiga belas,” kata Cheng Xiao dengan sungguh-sungguh, “Ada pasukan yang terdiri dari lima orang berjaga di atas Mausoleum Zhao, dan dikabarkan bahwa saat mereka berpatroli di malam hari, mereka dibantai oleh hantu-hantu ganas…”

Hongjun berhenti di depan mayat-mayat itu. Deretan mayat belum diurus, dan sudah dibaringkan di sini dari tadi malam sampai sekarang, yang menyebabkan alun-alun di depan mausoleum diselimuti dengan aura dingin.

“… pada malam yang sama, seseorang menjadi gila, sementara empat lainnya meninggal. Saat aku dan para pelari yamen4 datang ke Mausoleum Zhao untuk mengamati tempat kejadian, kami menemukan noda darah. Mereka melanjutkan sampai ke pintu masuk utama Mausoleum Zhao, di mana mereka berhenti karena batu pemecah naga, tapi aku membayangkan bahwa pada saat itu, batu pemecah naga telah terbuka.”

Hongjun berpikir, pada dasarnya sama dengan apa yang aku pelajari dari penyelidikanku. 

“Tapi ada noda darah di batu pemecah naga,” kata Hongjun. “Apa dia menabraknya?”

Cheng Xiao dan Li Jinglong memandang Hongjun, dan Cheng Xiao berkata, “Aku menyimpulkan bahwa ada satu orang, saat dia melarikan diri, menabrak batu pemecah naga, dan lehernya patah menjadi dua. Dia menodai tanah dengan darah, sebelum batu pemecah naga terangkat lagi dan dia diseret ke dalam.”

Hongjun berlutut dengan satu lututnya, menarik kain putih yang menutupi mayat itu ke samping. Bau busuk muncul di wajahnya, dan Hongjun hampir muntah.

“Setelah mengangkat batu pemecah naga, kami menemukan mayat di tengah-tengah aula mausoleum.”

“Bagaimana dengan orang yang menjadi gila karena ketakutan?” Tanya Li Jinglong.

“Dia meninggal,” kata Cheng Xiao. “Dia meninggal karena ketakutan. Menurut petunjuk dari tempat kejadian, tebakanku adalah bahwa orang gila itu dan rekannya mendengar suara aneh, jadi mereka berdua masuk ke dalam untuk memeriksa, dan mereka berdua melarikan diri pada saat yang sama. Salah satu dari mereka meninggal karena lehernya patah, sementara yang lain menjadi gila karena ketakutan… “

Setelah Ashina Qiong mendengar awalnya, dia menebak apa yang terjadi setelahnya. “Setelah itu, yaoguai datang mengejar, membunuh tiga yang lainnya juga, sebelum menyeret orang gila itu ke dalam.”

Yaoguai … baiklah,” kata Cheng Xiao sebagai tanggapan. “Bisa jadi itu.”

“Saat kau menyelidiki tempat kejadian, apa yang kau temukan di aula mausoleum?” Tanya Li Jinglong.

“Tidak ada apa pun,” jawab Cheng Xiao. “Hanya ada tubuh orang gila itu.”

Li Jinglong dan Hongjun saling bertukar pandang. Hongjun merasakan ada sesuatu yang sangat aneh — tidak ada apa pun? Bukankah Xie Yu ada di sana? Setelah Cheng Xiao masuk, aula mausoleum sudah kosong. Dia sudah membawa mayat itu keluar, sebelum menutup pintu masuk dan meninggalkan aula. Pada akhirnya, Hongjun masuk ke dalam, tapi dia dan Lu Xu yang menemukan Xie Yu di sana?!

Hongjun ingin bertanya, tapi Li Jinglong menghentikannya dengan sekali pandang.

“Situasi di sini adalah saat aku tiba beberapa shichen sebelum kalian semua. Aku meninggalkan Departemen Kehakiman saat langit baru saja berubah cerah di luar, dan aku bergegas ke sana.”

Hongjun melihat bahwa wajah mayat itu ditutupi dengan garis-garis hitam, seolah-olah sudah menjadi korban racun aneh. Bau yang dipancarkannya menyebabkan mereka yang menciumnya ingin muntah, tapi Ashina Qiong membungkuk dan berjongkok di sampingnya, mengeluarkan pisau lempar dan dengan lembut menusuk mayat itu dengan pisaunya.

Hongjun mengerutkan keningnya, tapi Ashina Qiong melambaikan tangannya, yang artinya tidak apa-apa, sebelum memberinya kantong wewangian. Li Jinglong segera menyadarinya, dan dia berkata, “Hongjun, kemarilah ke tempatku berada.”

Hongjun membuat suara persetujuan, tapi dia tidak pergi. Sebaliknya, dia dan Ashina Qiong memeriksa dua puluh lima mayat, saat Cheng Xiao melanjutkan, “Tadi malam, dua puluh lima orang ini semuanya berada di tempat kejadian. Banyak leher dari mereka yang terpelintir, tapi itu lebih seperti mereka diracuni oleh racun aneh … tidak perlu memeriksanya lebih jauh. Aku sudah menggunakan jarum perak, tapi racunnya tidak muncul5.”

“Jarum perak hanya bisa digunakan untuk menguji keberadaan racun yang paling umum terlihat,*6” kata Hongjun. “Ada beberapa herbal yang tidak bisa diuji setelah korban meninggal karena keracunan.”

“Ini bukan racun biasa,” kata Ashina Qiong.

Li Jinglong menjawab, “Jadi, tidak ada yang aneh di aula, juga tidak ada pintu yang terbuka.”

“Bukan,” kata Cheng Xiao, merenung sejenak. “Ini sedikit lebih mendesak daripada Mausoleum Zhao, karena kami tidak memiliki saksi.”

Setelah insiden di Mausoleum Zhao, lebih banyak orang sudah dikirim ke mausoleum yang lain. Berita itu mungkin sudah menyebar sekarang.

“Kita masih harus pergi melihat Mausoleum Zhao,” kata Cheng Xiao, “untuk membandingkan detail kasusnya.”

“Aku sudah mengirim saudara-saudaraku di Departemen Eksorsisme untuk melakukannya,” kata Li Jinglong sebagai tanggapan, sebelum langsung menuju ke tempat Hongjun. Mereka berdua menatap mayat yang tergeletak di tanah, kain putih yang menutupinya sekarang tersingkir.

“Mereka hanya anak-anak,” kata Li Jinglong. “Yaoguai macam apa yang menyebabkan jejak-jejak seperti ini?”

Cheng Xiao mengeluarkan sarung tangan dan memakainya. Hongjun ingat bahwa Li Jinglong juga memiliki sarung tangan seperti itu, tapi Li Jinglong berkata dengan lembut, “Kau cukup terlatih.”

“Itu semua adalah ajaranmu,” kata Cheng Xiao dengan sopan.

Yao?” Cheng Xiao bertanya pada Li Jinglong.

“Bahkan sekarang, apa kau masih tidak percaya bahwa ada yaoguai di dunia ini?” Li Jinglong bertanya dengan enteng.

Cheng Xiao sedang bersiap untuk melakukan otopsi pada mayat, dan dia menjawab dengan sungguh-sungguh, “Tuanku Markuis, jika kau mengizinkan aku untuk berbicara dengan bebas, aku masih belum cukup percaya bahwa ada banyak yao dan iblis di dunia ini, kecuali aku sendiri yang melihatnya…”

Hongjun ragu-ragu sejenak, sebelum dia menepuk punggung yao ikan mas, berkata, “Zhao Zilong, turun dan selidiki kasus ini.”

Ikan mas yao sudah berada di punggungnya sepanjang waktu mendengarkan tanpa berbicara sepatah kata pun, tapi sekarang tiba-tiba berjungkir balik ke atas panggung, membuat lengkungan di udara, mendarat dengan kuat di tanah, dengan kantong Serbuk Lihun di tangannya. Ia melihat ke kiri dan ke kanan, sebelum berkata, “Aku di sini!”

Cheng Xiao: “……..”

Pelari yamen itu sangat ketakutan sehingga dia mulai berteriak keras, tapi Cheng Xiao nyaris tidak bisa tetap tenang. Li Jinglong bertanya, “Apakah kau percaya sekarang?”

Ikan mas yao semakin dekat, dan ia mengelus kumis di dekat bibir bawahnya, sambil berkata, “Udaranya berbau aneh.”

Cheng Xiao menatap tajam pada ikan mas yao, sebelum akhirnya dia mengangguk dengan sedikit terkejut.

Ashina Qiong menunjukkan, “Kedua puluh lima mayat itu semuanya memiliki bau yang sama.”

“Bisakah kau menciumnya?” Hongjun bertanya pada ikan mas yao.

Indera penciuman ikan sangat sensitif di dalam air, tapi setelah meninggalkan air dan naik ke darat, indera penciumannya tidak lagi sangat efektif. Li Jinglong memiliki kilasan ide, dan dia berkata, “Kemarilah.”

Dia mengambil seember air dari tempat tinggal penjaga Mausoleum Qian, membiarkan ikan mas yao menyelam ke dalam air, sebelum kemudian memasukkan salah satu helm dari mayat-mayat itu ke dalam ember. Begitu helm menyentuh air, ikan mas yao mengeluarkan bunyi huala saat kepalanya keluar, helmnya diletakkan atasnya. Dia berseru, “Anggur!”

“Minum… minum anggur adalah aktivitas umum di keprajuritan.” Ini adalah pertama kalinya Cheng Xiao berbicara dengan ikan mas, dan sangat jelas bahwa gelombang kegelisahan melanda hatinya. Terlepas dari kenyataan bahwa dia berhasil tetap tenang untuk saat ini, otaknya menjadi kosong, dan dia bahkan hampir lupa apa yang akan dia katakan.

“Anggur,” kata Ashina Qiong. “Orang-orang yang mati karena minum anggur memiliki bau ini pada mereka.”

“Apa?” Seru Cheng Xiao, terkejut.

Dua puluh lima orang mati karena minum terlalu banyak, berapa banyak anggur yang harus mereka konsumsi agar hal itu terjadi?

Hongjun sangat jarang minum, tapi dia mempercayai deduksi ikan mas yao. Ikan mas yao memeluk helm itu dan berlari kecil, diikuti dengan bunyi pata pata. Ia mengendus mayat satu demi satu, yang menyebabkan bulu-bulu di tengkuk Hongjun sedikit naik, tapi bagi ikan mas yao, mengendus-endus mayat manusia sama biasanya dengan manusia yang mengendus ikan mati, udang, dan kerang untuk menentukan apakah mereka masih segar atau tidak. Pada akhirnya, dia berkata, “Mereka meninggal karena minum berlebihan.”

Ekspresi Cheng Xiao adalah salah satu dari ketidaktahuan total.

Li Jinglong berkata dengan sungguh-sungguh, “Keterampilanmu masih belum begitu bagus. Ini adalah anggur.”

Li Jinglong dan Ashina Qiong bertukar pandang, sementara Hongjun berbalik dan berjalan menuju rumah-rumah tempat para penjaga mausoleum tinggal. Tanahnya tertutup dengan barang-barang yang berantakan, tapi bau anggur sangat samar, hampir tidak kentara.

Ashina Qiong mengendus cangkir itu, dan dia berkata, “Anggur yang kuat.”

Tadi malam saat mereka menjaga mausoleum, para penjaga kurang lebih sudah minum anggur. Tapi ini adalah pertama kalinya mereka melihat situasi  di mana seseorang meninggal karena minum berlebihan, jadi Li Jinglong, yang berhenti di depan Mausoleum Qian, secara alami memimpin.

“Kembalilah ba,” kata Li Jinglong pada Cheng Xiao.

Cheng Xiao tidak mau pergi, jadi dia hanya memerintahkan pelari itu untuk menunggu di luar, sementara dia sendiri pergi ke Mausoleum Qian bersama Li Jinglong.

Ada pintu logam tinggi di luar Mausoleum Qian yang menjulang hampir satu zhang, menghalangi pintu masuk. Ada juga rantai logam serta kunci yang berat, tapi tepat saat Hongjun hendak mengeluarkan pisau lemparnya, Cheng Xiao buru-buru berkata, “Aku akan meminjam kuncinya.”

Ashina Qiong melambaikan tangannya, sebelum dia menancapkan pisau lempar yang ada di tangannya ke dalam lubang kunci. Setelah beberapa putaran, kunci mengeluarkan klik berturut-turut, sebelum dengan bunyi ka-cha, itu terbuka.

Di dalam Mausoleum Qian tampak gelap gulita, dan angin sepoi-sepoi bertiup melalui pintu masuk ke lorong. Dalam hembusan angin itu ada bau yang sama yang ada pada mayat-mayat yang sudah mati karena mabuk, dan semakin jauh mereka pergi, itu semakin jelas. Hongjun bertanya pelan, “Haruskah kita menyalakan lentera?”

“Tidak,” jawab Li Jinglong. “Kau tidak perlu melakukan apa pun.”

Dia mengeluarkan sebuah kotak kecil, yang berdengung di dalamnya, dan tiga kunang-kunang terbang keluar, terbang ke lorong gelap di depan.

Dengan orang sebanyak ini, dan dengan Li Jinglong di sana, Hongjun tidak lagi takut pada bayangannya sendiri seperti sebelumnya, tapi dia masih tidak bisa menahan diri untuk tidak mendekat pada Li Jinglong. Secara alami, Li Jinglong juga bergerak untuk melindunginya.

“Bagaimana kalau kau kembali terlebih dulu?” Tanya Li Jinglong.

“Tidak,” jawab Hongjun.

Cheng Xiao melirik Hongjun dengan aneh. Di bawah cahaya itu, Hongjun merasa bahwa itu aneh, dan dia bertanya, “Ada apa?”

Cheng Xiao tidak menanggapi, dan semua orang pergi melewati lorong itu ke jalan utama aula. Hongjun menyeka keringatnya, merasa sangat gugup. Istana bawah tanah di makam itu didirikan dengan cara yang sangat rumit, seolah-olah itu adalah labirin raksasa bawah tanah.

Mausoleum Qian dibangun dengan meniru bagian-bagian di Kota Chang’an, jadi bagian luarnya adalah kota terluar, sedangkan bagian dalamnya adalah kota kekaisaran. Oleh karena itu, ada sejumlah besar patung penjaga mausoleum dengan tombak besi yang berdiri di kedua sisi. Tersebar di antara mereka juga ada tembikar berlapis tiga warna7 yang tak terhitung jumlahnya dan persembahan penguburan.

Seringkali, prosesi kerajaan untuk persembahan berhenti di sini. Ada satu pintu lagi jika mereka terus menuju ke atas, dan di belakang pintu itu ada ruang pemakaman untuk Li Zhi dan Wu Zetian.

“Haruskah kita terus membuka lebih banyak pintu?” Tanya Ashina Qiong

Suaranya tiba-tiba memecah keheningan tempat ini, dan Li Jinglong bergegas mengangkat tangan untuk menghentikannya, sebelum melihat ke atas. Ada lubang angin di atas8, dan Li Jinglong berkata pada ikan mas yao, “Zhao Zilong, aku harus menyusahkanmu untuk masuk dan melihatnya.”

Hongjun melemparkan ikan mas yao ke atas, dan ikan mas yao meraih ke dinding ruang pemakaman, menggoyangkan ekornya saat naik. Semua orang menunggu di luar.

“Sama sekali tidak ada apa pun di sini,” kata ikan mas yao sebagai tanggapan. “Hanya ada dua peti mati, tapi ada bau anggur yang sangat kuat di sini.”

Li Jinglong melirik pintu utama ke ruang pemakaman di tengah, sebelum berkata pelan, “Pergi.”

Cheng Xiao ingin mengatakan sesuatu lagi, tapi Li Jinglong menunjukkan bahwa tidak perlu untuk berbicara lebih lanjut. Semua orang berjalan keluar dari mausoleum, di mana Li Jinglong berkata pada Cheng Xiao, “Kau harus kembali ke Departemen Kehakiman. Sekarang, kasus ini berada di bawah yurisdiksi Departemen Eksorsisme, jadi beri tahu Huang-daren untuk tidak menghabiskan lebih banyak upaya untuk ini, untuk menghindari menyia-nyiakan nyawa para pelari yamen.”

“Tapi…” Cheng Xiao sepertinya terkoyak.

“Tidak ada tapi,” kata Li Jinglong dengan sungguh-sungguh, sebelum menunjuk ke arah pelari di kejauhan dan melirik ikan mas yao. Ikan mas yao kemudian pergi, dan tidak lama setelah itu, pelari bersin, dan ikan mas yao kembali dengan cepat.

Cheng Xiao mengamati Li Jinglong, tapi dia hanya bisa melepaskannya. Li Jinglong lalu memberi beberapa perintah pada penjaga mausoleum di luar, menyuruh mereka mengirim mayat orang yang meninggal kembali ke Chang’an dan menyerahkannya ke Departemen Kehakiman untuk menahan mayat-mayat itu sampai mereka bisa dikuburkan. Ashina Qiong bertanya, “Haruskah kita berkumpul?”

“Tidak,” jawab Li Jinglong. “Kita akan kembali ke Chang’an. Ashina Qiong, tahukah kau cara menggambar jimat? Gambar saja sesuatu di luar.”

Ashina Qiong menggambar simbol dewa perang Zoroaster, untuk menenangkan penjaga mausoleum. Li Jinglong menjelaskan pada mereka bahwa tidak akan ada lagi hantu yang meneror mereka, dan mereka bisa tenang, sebelum dia dan yang lainnya pergi.

Tiga orang dan satu ekor ikan kembali ke Chang’an. Awalnya, mereka sudah setuju untuk berkumpul kembali di toko anggur, tapi Li Jinglong pergi sendiri ke Departemen Eksorsisme. Hongjun baru saja akan berjalan ke aula, sebelum Li Jinglong menarik kerahnya.

“Ganti ke pakaianmu yang biasa,” perintah Li Jinglong.

Hongjun: “???”

Hongjun hanya memiliki satu set jubah linen, tapi karena Li Jinglong sudah mengatakannya, dia hanya bisa memakainya. Sesaat kemudian, mereka bertiga datang ke halaman belakang, di mana Li Jinglong dengan ringan dan mudah memanjat tembok, melompat ke kediaman tetangga sebelah.

Di sebelah Departemen Eksorsisme adalah Divisi Pertanian Regional Chang’an, yang bertugas menjaga catatan ladang di dataran Guanzhong yang berada di bawah pemerintahan Chang’an. Biasanya, tempat itu adalah kantor yang cukup kosong, dan hanya akan ada sedikit lebih banyak orang yang sibuk di musim semi dan musim gugur, karena para pejabat meninjau dokumen dan menghitung ukuran tanah. Beberapa pejabat sipil biasanya memiliki lengan baju yang digantung kosong9, dan mereka semua duduk di kantor pemerintahan, mencakar-cakar dinding dengan bosan. Setelah mereka bertiga mendarat di tanah, Li Jinglong mendorong pintu belakang kantor, mengambil jalan memutar untuk keluar.

Setelah melewati banyak tikungan dan belokan, mereka bertiga berbaur dengan kerumunan warga menuju ke luar kota, sekali lagi meninggalkan Chang’an. Li Jinglong kemudian meminjam gerobak keledai dari penduduk di luar kota, dan mereka menuju ke Gunung Phoenix, ke arah barat laut.

“Kemana kita akan pergi?” Hongjun duduk di gerobak keledai, merasa ini cukup menyenangkan. Dia tidak mengerti apa yang coba dilakukan oleh Li Jinglong.

“Tidak ada gunanya bersembunyi,” kata Ashina Qiong. “Jika mereka benar-benar ingin mengawasi kita, bahkan jika kita berganti pakaian, dia masih bisa mengetahuinya.”

“Aku bertaruh mereka tidak akan bisa,” jawab Li Jinglong. “Kita selalu harus bertaruh.”

“Siapa yang mengawasi kita?” tanya Hongjun.

“Bawahan Xie Yu,” jawab Li Jinglong tegas. “Jika aku menjadi dirinya, aku pasti akan mengawasi kalian setiap hari.”

“Sekarang kita mau ke mana?” tanya Hongjun.

“Mausoleum Ding,” jawab Li Jinglong

Mausoleum Ding adalah makam Kaisar Zhongzong, Li Xian. Dibandingkan dengan kaisar yang sebelumnya, Li Longji ternyata merasa lebih dekat dengan Li Xian, dan setelah dia meninggal, makamnya adalah yang paling mewah di antara yang lain. Ashina Qiong bertanya, “Ada berapa banyak makam di sana?”

“Mausoleum Xian,” jawab Li Jinglong. “Gaozong ada di sana; Mausoleum Qiao, tempat Kaisar Ruizong berada.”

Termasuk Wu Zhao, Li Longji memiliki enam pendahulu, tapi karena Wu Zhao dimakamkan bersama dengan Li Zhi, ada lima mausoleum kerajaan besar. Mereka adalah Xian, Zhao, Qian, Ding, dan Qiao, dan mereka ditempatkan di pegunungan sekitar Chang’an. Hongjun memahami intinya secara umum; Li Jinglong berencana untuk berbaring menunggu di depan tunggul dengan harapan akan bisa menangkap seekor kelinci saat bertabrakan dengannya10.

“Lima mausoleum kerajaan,” kata Li Jinglong. “Aku tidak tahu kenapa, tapi aku terus merasa seperti sesuatu akan terjadi pada mereka semua. Karena Xie Yu sudah memulai, dia jelas sudah memperkuat keberaniannya hari ini, dan dia ingin memikat kita.”

“Itu mungkin tidak sepenuhnya begitu,” jawab Ashina Qiong. “Masih ada tebakan itu, bagaimana jika Xie Yu sama sekali tidak pintar?”

Tidak lama kemudian, mereka bertiga tiba di Mausoleum Ding. Li Jinglong berkata, “Ashina Qiong, bantu kami membuka kunci ini terlebih dulu, lalu pergi ke Mausoleum Qiao dan berkumpul kembali dengan A-Tai di sana. Dengan begitu, kita akan dibagi menjadi tiga kelompok.”


 

KONTRIBUTOR

yunda_7

memenia guard_

Keiyuki17

tunamayoo

Footnotes

  1. Bagian Kota Chang’an tempat berdirinya istana kerajaan dan berbagai kantor terkait.
  2. Putra Wu Zetian, pemerintahan pertamanya adalah ketika dia secara efektif menjadi boneka di bawah ibunya, dan pemerintahan keduannya adalah ketika dia menjadi boneka istrinya, Permaisuri Wei.
  3. Juga disebut japamala, untaian tasbih. Istilah China akan diterjemahkan menjadi “manik-manik Buddha”.
  4. Ini adalah orang-orang yang biasanya melakukan tugas-tugas yang relatif sepele/duaniawi untuk yamen, yang bisa dianggap sebagai departemen kepolisian versi kuno.
  5. Perak dianggap menunjukkan adanya racun, karena mudah ternoda. Ia bekerja dengan senyawa berbasis belerang, seperti arsenik.
  6. Istilah yang digunakan, yang disebutkan di sini adalah sejenis racun yang sering ditambahkan ke anggur, dan arsenik.
  7. Tembikar kaca khusus yang dimaksud memiliki nama yang diterjemahkan menjadi “tiga warna”, dan gayanya berasal dari dinasti Tang. Berikut contohnya:
  8. Itu mengarah ke ruangan berikutnya.
  9. Rendah, dan tanpa banyak hal yang bisa dilakukan.
  10. Menunggu keberuntungan, suatu kebetulan yang mungkin tidak akan pernah terjadi.

Leave a Reply