Penerjemah: Keiyuki17
Editor: _yunda
Saat Jian Songyi Benar-benar Menjadi Tupai Kecil 2
[Ini tidak ada hubungannya dengan kenyataan dalam cerita.]
Jian Songyi tersipu: “Kamu … Jangan sentuh ekorku.”
Kemudian ekor besar di belakangnya berputar ke depan, menghalangi tubuh kecil tanpa pakaian.
Malu.
Bo Huai bertanya dengan sadar, “Kenapa tidak boleh menyentuh ekormu?”
“… karena…karena aiya… pokoknya…”
Jian Songyi tersipu untuk waktu yang lama. Dia tidak bisa menahannya, hanya bisa malu dan marah, lalu dia meledak, “Itu bukan urusanmu! Jika aku mengatakan kamu tidak bisa menyentuhnya, maka kamu tidak bisa menyentuhnya! Kenapa selalu bertanya?! Apa kamu yang kepala keluarga atau aku yang kepala keluarga!”
“Kamu, kamu, aku tidak akan menyentuhnya.”
Bo Huai tersenyum saat dia mencoba mengangkat ekor Jian Songyi dan melihat kakinya yang kecil dan pendek.
Pada akhirnya, sebelum dia berhasil, Jian Songyi mengusir Bo Huai dengan mengertakkan giginya.
Melihat penampilan si kecil yang imut, garang dan lembut, Bo Huai tidak tega menjadi anjing lagi, dia menerimanya saat melihatnya dan tidak menggertaknya lagi.
Pegang saja Jian Songyi di telapak tangannya dan bawa dia ke mana pun Bo Huai pergi.
Bo Huai duduk bersila di sofa, membaca buku, dan Jian Songyi duduk di lututnya menonton TV.
Bo Huai memainkan game dan Jian Songyi berguling-guling di keyboard.
Saat Bo Huai sedang memasak, Jian Songyi duduk di atas kepalanya, menarik rambutnya dan memberikan arahan secara membabi buta.
“Aiya! Bo Huai! Jangan taruh ini!”
“Ini enak.”
“Tidak enak!”
“… Oke.”
“Bo Huai, tuangkan lebih banyak cuka!”
“Ini kecap.”
“Aiya. Kalau begitu, tambahkan gula lagi!”
“Kamu bilang kamu ingin makan iga babi asam manis?”
Jian Songyi duduk di kepala Bo Huai dan berputar, “Sup iga babi sangat hambar.”
“Kalau begitu aku akan makan iga babi asam manis.”
“Hmmm… Ah! Tambahkan lebih banyak! Jangan pelit. Tidak bisakah kamu memasukkan seluruhnya!”
Bo Huai menghela napas tak berdaya, “Sayang, dengan ukuranmu saat ini, kamu hanya bisa mengigitnya sekali.”
“…”
Fakta sudah membuktikan bahwa Jian Songyi benar-benar hanya bisa menggigitnya sekali.
Tapi iga babi asam manis yang dibuat oleh Bo Huai benar-benar enak, jika dia adalah Jian Songyi yang biasanya, dia bisa makan setidaknya satu piring.
Jian Songyi memegangi perutnya, duduk di samping piring dan menekan mulutnya.
Wajahnya yang putih dilumuri saus, ekornya berayun-ayun, dan matanya berkaca-kaca, terlihat menyedihkan.
Bo Huai sangat tertekan sehingga dia dengan hati-hati menusuk daging dengan tusuk gigi dan mengirimkannya ke mulut Jian Songyi. Jian Songyi langsung senang, memegang daging dan memakannya sampai bersih.
Setelah selesai makan, Jian Songyi menepuk mulutnya. Dia ingin menyentuh perutnya, tapi Bo Huai tiba-tiba menyodoknya, membuatnya seketika jatuh ke belakang.
Dengan keempat kakinya di udara, dia menunjukkan perut bundarnya yang buncit.
Jian Songyi ingin duduk, namun perutnya yang sangat buncit membuatnya kesulitan bangun. Sebegitu cemasnya dia langsung berteriak, “Bo Huai! Bo Huai! Tolong bantu aku!”
Bo Huai memandangi bola kecil itu, dan sudut bibirnya tidak bisa berhenti naik.
Tapi alih-alih menolong. Sebaliknya, dia mengulurkan jari telunjuknya, menekan perut kecil Jian Songyi, dan dengan lembut mengusapnya searah jarum jam: “Kamu serakah. Saat kamu makan, kamu akan pilih-pilih setiap hari. Dan begitu kamu mengecil kamu justru lebih serakah. Jangan bergerak, aku akan membantumu mencerna makananmu.”
Wajah Jian Songyi memerah marah. Tapi dia merasa sedikit nyaman diusap oleh jari Bo Huai, jadi dia hanya berbaring telentang dan menikmati pijat spa setelah makan malam.
“Hum,” dia tidak peduli dengan Bo Huai.
Kedua orang itu juga sangat harmonis.
Mereka hanya menghabiskan satu hari di rumah sebagai mahasiswa baru.
Pada malam hari, Bo Huai khawatir Jian Songyi akan tertindih saat dia tidur dengan dirinya, jadi dia membuat sarang kecil untuknya di jendela, memasukkannya, dan kemudian memotongkan selimut kecil untuk menutupinya dan menyelipkannya dengan erat.
Akibatnya, begitu dia pergi tidur, dia berbalik dan melihat bahwa Jian Songyi sudah menyelinap ke tepi jendela.
Dia mungkin ingin turun dari jendela dan naik ke tempat tidur secara diam-diam, tapi jendela ceruk itu terlalu tinggi untuknya sekarang, jadi dia tidak berani melompat. Pada akhirnya dia bersandar, menundukkan kepala, dan menggosok kaki kecilnya, ekor kecilnya pun terkulai.
Dia tidak tahu harus berbuat apa. Sepertinya dia merasakan Bo Huai menatapnya, dia mengangkat kepalanya dan berkedip.
Menyedihkan.
Hati Bo Huai langsung melunak. Dia membawanya ke tempat tidur dan membaringkan dirinya. Lalu dia menyembunyikan Jian Songyi di kerah bajunya, hanya memperlihatkan kepala kecilnya.
Dia menjulurkan jari untuk nengusap kepala kecilnya: “Patuhlah, tidur saja di sini di malam ini. Jangan lari-lari, atau kamu akan menjadi muffin.”
“Hum.” Jian Songyi mendengus jijik, lalu kemudian kedua cakarnya yang kecil mengepalkan kerahnya dengan erat.
Bo Huai tersenyum dan mengusap kepala kecilnya lagi.
Malam itu, Bo Huai tidak bisa tidur dengan nyenyak. Ada seutas benang di kepalanya yang setiap saat menariknya untuk terus bangun, memastikan apakah Jian Songyi masih ada di sana.
Setiap kali dia bangun dan melihat Jian Songyi tidur nyenyak di kerah piyamanya, dia tersenyum dan menghela napas lega.
Si kecil itu meneteskan air liur di tubuhnya.
Sender yang antusias dan bersemangat yang tidak diketauhui namanya itu efisiensi kerjanya tinggi dan dia mengirim sekotak pakaian kecil keesokan paginya.
Desain, penjahitan, dan kainnya adalah yang terbaik.
Jian Songyi berjalan-jalan, mengambil jaket motor dan menunjuk dengan kaki kecilnya.
Tapi, Bo Huai mengabaikannya secara langsung dan mengeluarkan t-shirt putih dan celana jeans terusan.1Celana kodok.
Saat dia masih kecil, Jian Songyi terlihat imut dengan celana terusan, tapi saat dia dewasa, dia selalu ingin menjadi laki-laki yang keren, jadi dia tidak pernah menyentuh gaya itu lagi.
Bo Huai tidak peduli jika dia akan dibunuh oleh Jian Songyi saat dia berubah kembali. Bagaimanapun, dia hanya ingin melihat Jian Songyi memakai terusan sekarang.
Jian Songyi merasakan tatapan Bo Huai dan melangkah mundur dengan waspada.
Tapi Bo Huai dengan cepat menangkapnya kembali.
“Aku tidak mau memakainya!”
“Bo Huai, hentikan!”
“Laozi bisa mengalahkan seseorang!”
“…Aku akan menghajarmu sampai mati saat aku kembali seperti semula!”
“Ekor! Keluarkan ekornya!”
“Huh!”
Penjahat setinggi delapan sentimeter itu akhirnya dikalahkan oleh pria 1.8m itu.
Hati Bo Huai meleleh saat dia melihat si imut kecil dengan t-shirt putih dan terusan biru.
Dia tidak bisa menahan diri untuk tidak menciumnya dengan bibirnya.
“Bagus.”
“Kamu sialan benar-benar mencoba membuat Laozi penuh air liur!””
Bo Huai tersenyum, mengambil kunci dan bersiap untuk keluar.
Jian Songyi, yang diletakkan di jendela ceruk, tiba-tiba cemas: “Bo Huai! Kemana kamu pergi! Bawa aku! Kembali dan bawa aku!”
Kemudian dia menyentuh tepi jendela ceruk dan dengan hati-hati melihat ke bawah.
Bo Huai, yang baru saja berbalik, dengan cepat menangkapnya.
Memegangnya di telapak tangannya dan membujuknya: “Aku akan pergi keluar dan membelikanmu kacang pinus, kalau tidak kamu tidak akan bisa mencerna dagingnya.”
“Kalau begitu bawa aku!”
“Aku takut kehilanganmu.”
“Kamu bisa memasukkanku ke dalam sakumu dan aku tidak akan lari.” Jian Songyi sangat cemas hingga ekornya meledak lagi.
Mungkin setelah menjadi lebih kecil, dan melihat seluruh dunia menjadi lebih besar, itu sangat tidak nyaman, jadi dia merasa sangat tidak aman.
Bo Huai menyalahkan dirinya sendiri, menundukkan kepala dan menciumnya, dan kemudian memasukkannya ke dalam sakunya: “Aku memasukkanmu ke dalam sakuku, jadilah baik dan jangan ketahuan.”
Jian Songyi meraih ujung sakunya, mencondongkan kepala kecilnya dan dengan lembut mengangguk.
Saat dia melihat seseorang datang, dia segera menyusut.
Saat dia tiba di supermarket, tidak ada seorang pun di sekitar, Bo Huai menyodok Jian Songyi dengan jarinya, dan Jian Songyi diam-diam menunjukkan kepalanya.
Bo Huai mengambil sekantong kacang pinus: “Merek ini?”
Jian Songyi menggelengkan kepalanya dengan jijik.
“Bagaimana dengan ini?”
“Tidak, itu tidak enak.”
Bo Huai melihat sekeliling dan memilih yang paling mahal: “Ini?”
Jian Songyi akhirnya mengangguk enggan.
Bo Huai memilih kacang pinus dan pergi ke area boneka Barbie untuk berjalan-jalan.
Pemandu belanja jarang melihat anak laki-laki seusia ini datang untuk membeli boneka Barbie dan berkata dengan ragu, “Apakah tuan ingin membelinya untuk adik perempuan Anda?”
“Tidak.”
“Untuk siapa?”
“Bayi.”
“…” Pemandu belanja tercengang, lalu berkata sambil tersenyum, “Tuan, Anda memiliki bayi di usia ini. Benar-benar masih muda dan menjanjikan. Kalau boleh tahu berapa usia bayi Anda?”
Bo Huai menekan Jian Songyi, yang sangat marah hingga ingin keluar dari sakunya, dengan satu jari. Dengan tangannya yang lain, dia memainkan kotak hadiah Barbie di rak pajangan dan tersenyum: “Dia baru berusia tiga tahun.”
“Apakah Anda memiliki permintaan, Tuan?”
“Kualitas terbaik, yang paling tidak berbahaya, lemari pakaian kecil, gantungan kecil, baskom kecil, mangkuk kecil, sumpit kecil, dan tempat tidur kecil, semuanya harus pas.”
“Harga…”
“Harga tidak jadi masalah.”
“Baiklah.”
Saat mereka pulang di malam hari, Bo Huai mengatur sebuah kamar kecil di jendela ceruk untuk Jian Songyi, yang selembut tingkat perawatan Putri dan Kacang Polong,2 Yang tahu cerita ini pasti paham apa maksud kalimat ini. Kalian bisa baca cerita dongeng The Princess and the Pea di google yee. Ceritanya singkat kok. dia sangat puas dan merasa berhasil.
Jian Songyi yang marah terus-terusan menggertakkan giginya: “Bo Huai! Hobi aneh apa yang kamu miliki!”
Bo Huai berkata dengan tenang, “Tidakkah menurutmu itu lucu?”
“Omong kosong, apanya yang lucu!”
“Sayang, kemarilah. Ayo coba gaun ini.”
“Sialan!”
“Ah, itu dia. Angkat ekormu sedikit. Sempurna. Mari kita ubah.”
“Bo Huai! Apa kau sedang mempermainkanku!”
“Tentu saja tidak, ini hanya karena kamu sangat imut, yang mungkin nantinya tidak bisa kulihat di masa depan. Sehingga membuatku tidak tahan, jadi aku harus mengambil gambar untuk kenang-kenangan.”
“Kenang-kenangan sialan! Ini adalah bukti bahwa kamu tengah membuatku malu!”
“Aku tidak. Mari kucium.”
“Enyah!”
“Kamu kacang pinus kecil.”
“Enyah!”
“Aku akan membawamu ke sekolah besok.”
“…”
Jian Songyi tidak tahu apa yang sedang terjadi, dia jelas ingat bahwa dia sudah melawan, tapi entah bagaimana, dia berganti ke beberapa set pakaian, dan dengan latar belakang mawar, Bo Huai mengambil lusinan foto dirinya.
Melihat tubuh bulat dan kaki pendek di layar, Jian Songyi merasa bahwa nama besarnya telah sepenuhnya dihancurkan. Sebegitu marahnya, dia menyembunyikan dirinya dengan ekornya dan menolak untuk berbicara dengan Bo Huai sampai dia pergi tidur di malam hari.
Untungnya, Bo Huai menepati janjinya. Keesokan harinya, dia memasukkannya ke dalam sakunya dan membawanya ke sekolah. Ngomong-ngomong, dia juga meminta cuti sakit untuknya. Jian Songyi dengan enggan memaafkan Bo Huai.
Bo Huai juga tahu bahwa Jian Songyi memiliki karakter yang gelisah, sehingga dia takut membuatnya bosan, jadi Bo Huai memilih posisi di sudut baris terakhir dan meletakkan tumpukan buku di depannya.
Semua orang tahu bahwa rumput baru mereka agak dingin. Selain itu, tidak ada formula kimia untuk rumput sekolah, jadi tidak ada yang memperhatikannya.
Dengan cara ini, Bo Huai memenangkan dunia kecil untuk Jian Songyi, dan kemudian membebaskannya.
Dia adalah mahasiswa baru, yang baru saja masuk ke kampus, dan pembelajaran awal masih relatif dasar. Selain itu, bakat Jian Songyi sangat tinggi. Oleh karena itu, meskipun dia melewatkan dua kelas, dia bahkan bisa mengikutinya.
Saat Bo Huai menundukkan kepalanya sepanjang waktu, Jian Songyi akan duduk di buku dan melihat Bo Huai mencocokkan valensi (dalam kimia), dia menggelengkan kepalanya dan memikirkannya bersama. Setiap kali dia berpikir di depan Bo Huai, dia sangat senang sehingga dia menggoyangkan ekor dan telinganya dengan liar serta gembira.
Melihat ekor besar berbulu yang berayun-ayun di depannya, Bo Huai tidak fokus dalam pelajaran kimia saat dia di kelas, dan hanya menatap Jian Songyi seorang.
Dia tidak bisa mengerti kenapa ada Omega yang begitu imut di keluarganya, yaitu Jian Songyi, yang setidaknya 100 kali lebih imut daripada bola fisika mana pun.
Tepat saat dia melihat ekor Jian Songyi dengan linglung, Jian Songyi sudah menyelesaikan pertanyaanya.
Melihat Bo Huai memegang penanya untuk waktu yang lama, dia menjadi khawatir: “Kenapa kamu tidak mengetahuinya! Kenapa kamu begitu bodoh!”
Jian Songyi sangat cemas sehingga dia langsung meraih penanya.
Ternyata, penanya terlalu berat. Begitu dia ambil, dia mencicit dan terduduk.
Bo Huai hampir tidak bisa menahan tawa.
Tapi demi keharmonisan keluarga, dia masih mengatupkan giginya dan menahan diri.
Saat dia akhirnya selesai menulis, Jian Songyi menghela napas panjang, sambil memegang pena di tangannya, dia berbalik, mengangkat dagunya, merentangkan kakinya yang pendek, dan menjentikkan jarinya: “Apa aku keren?”
Itu sangat imut!!
“Keren.”
“Sejauh menyangkut bakatmu, itu jauh lebih buruk dariku. Jadi bukan tidak masuk akal bagiku untuk menjadi kepala keluarga kita.”
“Yah, kamu benar.”
“Jika IQ-mu tidak cukup, belajarlah dengan giat dan jangan memanjakanku sepanjang hari.”
“Itu agak sulit.”
“Hadiri kelas dengan baik!”
“Oke.”
“Kamu masih tertawa! Jangan tertawa!”
“Berhenti tertawa.”
“Lihatlah papan tulis! Jangan lihat aku!”
“Oke, aku tidak melihatmu.”
Bo Huai menahan tawanya dan mengikuti kelas dengan serius di bawah pengawasan guru Jian.
Setelah hari itu, Huaqing Medical College menambahkan sebuah legenda.
Dikatakan bahwa rumput sekolah yang baru memiliki beberapa masalah dalam pikirannya, dia suka tertawa dan berbicara sendiri saat dia berada di kelas.
Tapi Bo Huai secara alami tidak mempedulikannya. Setiap hari, dia terobsesi dengan membawa tupai kecil di sakunya, memberinya makan kacang pinus, memandikannya, mengeringkan ekornya, mengganti pakaian kecilnya, mengambil gambar yang lucu, dan kemudian menempatkan dia di kerahnya untuk tidur bersama.
Setiap kali Jian Songyi menyusut menjadi bola dan bersembunyi di tubuh Bo Huai, dia akan melambaikan tangan pendeknya dan memanggil “Bo Huai! Bo Huai!” Bo Huai bisa merasakan bahwa Jian Songyi kecil mempercayai dan bergantung padanya seperti itu adalah seluruh dunianya.
Dia memiliki rasa kepuasan yang tak terkatakan.
Setelah beberapa saat, dia terbiasa.
Jian Songyi juga sudah terbiasa.
Tanpa sadar, tak satu pun dari mereka ingat untuk sementara bahwa tupai itu akan berubah kembali dalam beberapa hari.
Jadi pada suatu pagi yang cerah, Bo Huai tiba-tiba dibangunkan oleh Omega seberat 60kg.
Begitu dia membuka matanya, dia melihat bahwa si imut kecil yang tidur di kerah piyamanya sudah berubah kembali menjadi si imut besar.
Dan dia masih telanjang, putih, dan imut.
Bo Huai, yang sudah dipaksa untuk berpantang selama seminggu, tiba-tiba menahan napas.
Setelah beberapa saat, dia berbisik, “Sayang?”
Jian Songyi terbangun dalam keadaan linglung dan menjawab dengan tidak sabar, “Kenapa?”
“Buka matamu dan lihat.”
Jian Songyi membuka matanya dengan lemah, merenung selama tiga detik, dan kemudian berkata dengan malas, “Yah, bukankah aku hanya berubah kembali?”
“Bukan ini…”
“Aku sangat mengantuk. Jangan ganggu aku.”
“Dengarkan aku…”
“Bukankah aku hanya tidak memakai pakaian? Ini bukan sekali atau dua kali.”
“Juga bukan ini…”
Alis Jian Songyi mengernyit erat.
Bo Huai kemudian mengambil tangannya dan membawanya ke tulang ekornya.
Benar-benar menjengkelkan!
Jian Songyi yang sangat mengantuk dan hampir marah begitu ujung jarinya menyentuh benda berbulu aneh, membeku.
“?”
“!”
“?!”
“Bo Huai! Sudah kubilang! Jangan sentuh ekorku…! Wu…”