Penerjemah: San
Proofreader: Keiyuki, Rusma


Ketika Ji Linqiu kembali ke lokasi pernikahan, para kerabat dan teman-teman Qiang Ye mulai berdatangan satu per satu, memarkir mobil mereka.

Band lokal sudah memulai pertunjukan pemanasan, sementara yang mengenakan kostum maskot memegang balon sambil menari memutar.

Pernikahan ini benar-benar mencerminkan karakter si perencana acara.

Jiang Wang baru keluar setelah beberapa saat, sengaja mengatur waktu agar tidak muncul bersamaan dengan Ji Linqiu, sambil menyelesaikan panggilan telepon dari Grup Su Feng.

Waktu promosi kode QR akan dipercepat, dan perusahaan sedang mencari produsen pemindai kode di dalam negeri. Sebagai perencana utama, Jiang Wang bertanggung jawab menghubungkan operasi internal perusahaan dan menyusun sistem untuk mendukung penggunaan alat baru ini berdasarkan berbagai masukan.

Dibandingkan pekerjaan sebelumnya di sektor real estate yang penuh tekanan, tugas ini terasa jauh lebih ringan.

Setelah selesai menelepon, Jiang Wang kembali ke sisi Ji Linqiu dan mendengar percakapannya dengan teman-temannya.

“Jadi, saat mengajar dulu, biasanya kami…”

Jiang Wang melirik kancing paling atas pada baju Ji Linqiu yang tertutup rapat, lalu menuang segelas anggur dingin. “Matahari hari ini sangat terik. Guru Ji, pakaianmu terlalu tertutup.”

Perhatian teman-teman mereka segera teralihkan. “Benar juga, apa tidak panas?”

“Tidak terlalu,” Ji Linqiu tersenyum lembut. “Sejak itu, aku tidak pernah menerima murid seperti itu lagi di kelas berikutnya.”

Obrolan kembali ke topik sebelumnya, penuh semangat dan tawa. Ji Linqiu melangkah sedikit keluar dari kerumunan, sekilas melirik Jiang Wang tanpa terlihat. Jiang Wang tampak seperti sedang menikmati pemandangan.

Pernikahan dimulai sesuai jadwal. Sang pengantin wanita, didampingi ayahnya, berjalan perlahan di tengah perhatian semua orang. Mereka bertukar sumpah dan cincin, lalu berciuman di antara hiasan unicorn dan pelangi.

Pesta ini berlangsung meriah, santai, dan penuh kegembiraan. Semua tamu menikmati momen tersebut. Hidangan lezat, band yang pandai mengatur suasana, dan tamu-tamu yang terus menari di tengah area acara membuat atmosfer semakin hangat.

Jiang Wang duduk menyendiri, memperhatikan suasana dengan diam-diam. Tanpa sadar, ia mulai membayangkan gaya seperti apa yang cocok untuk pernikahannya kelak.

Tidak seperti pesta pernikahan di kota kecil sebelumnya, kali ini tidak ada pertanyaan yang menyudutkan, tidak ada anak kecil yang menangis terus-menerus, dan para orang tua pun tenang dan santai.

Dengan menyingkirkan segala hal tentang basa-basi sosial, hanya meninggalkan sisi tulus dan hangat, acara ini terasa lebih nyata.

Setelah lama mengamati, ia mulai merasa berani untuk menjangkau masa depan dan mempertimbangkan pernikahan sebagai sesuatu yang mungkin.

Setelah selesai melayani tamu dengan minuman, pengantin wanita mengganti gaunnya menjadi gaun kecil berwarna emas mirip bunga daisy. Ia semakin larut dalam obrolan dengan teman-temannya, memegang segelas sampanye, lalu naik ke panggung untuk menyanyi dengan suara lantang.

Qiang Ye, yang melihat istrinya, tersenyum lebar. Setelah mendengar pengantin wanita menyanyikan Sweet Honey, ia meminta mikrofon untuk bernyanyi You Will Marry Me Today. Namun, karena suaranya sumbang, lagu cinta itu terdengar seperti jeritan hantu, membuat para tamu tertawa terbahak-bahak.

Ji Linqiu meminum semangkuk sup ayam dengan jamur, dan ketika ia menoleh, ia menyadari Jiang Wang sedang menelepon lagi. Untuk sesaat, pikirannya melayang.

Ia tak bisa menahan diri untuk membayangkan, jika suatu hari mereka menikah, akan ada berapa banyak tamu yang hadir? Seperti apa suasananya?

Saat sedang melamun, Duan Zhao tiba-tiba mendekat sambil menyeringai.

“Cukup romantis, ya.”

Ji Linqiu butuh beberapa detik untuk menyadari bahwa ucapan itu ditujukan kepadanya. Dengan bingung, ia bertanya, dan Duan Zhao mengisyaratkan dengan anggukan ke arah lehernya.

Barulah Ji Linqiu sadar, dalam panasnya siang hari, ia tanpa sadar membuka kancing kerah bajunya. Tulang selangkanya yang dihiasi rona merah samar terlihat mencolok.

… Dasar Jiang Wang si brengsek.

“Lucu sekali, musim dingin akan datang, tapi masih ada nyamuk,” Ji Linqiu tersenyum santai. “Biar saja, hari ini memang panas sekali.”

Duan Zhao yang menyadari kesalahpahaman itu tertawa dengan canggung. “Ini, cobalah makan kue durian. Koki yang mereka panggil ini memang luar biasa.”

Mendekati Tahun Baru, cuaca yang sebelumnya panas langsung berubah dingin. Hari sebelumnya, orang masih bisa memakai kaos dan celana pendek pantai, tapi esoknya udara yang dingin membekukan semua orang. Bahkan di malam hari, suara angin kencang yang berteriak-teriak terdengar menyeramkan.

Jalan-jalan mulai dihias dengan simpul-simpul Tiongkok dan dekorasi berwarna emas dan merah. Komunitas setempat bahkan mengadakan kegiatan memotong kertas dan membuat hiasan untuk jendela.

Pada hari ke-23 bulan lunar ke-12, menjelang perayaan Tahun Baru, Du Wenyuan tiba di Yuhan tepat waktu dengan membawa koper.

Jika bukan karena Jiang Wang yang telah mempekerjakan pengasuh dan perawat bayi, tahun itu pasti akan sangat sulit baginya. Ketika melahirkan Xingxing, meskipun ada ibu mertua dan ibunya yang membantu, pekerjaan rumah tangga yang menumpuk dan kurangnya pengalaman membuat hidup terasa berat. Selama hampir setengah tahun, ia mengalami insomnia, kelelahan mental, dan bahkan rasa sakit fisik akibat stres.

Dengan bantuan dua profesional, segalanya jauh lebih baik.

Du Wenyuan yang merasa telah banyak berhutang pada keluarganya, ingin memanfaatkan masa menyapih anaknya untuk menghabiskan Tahun Baru bersama mereka.

Isi kopernya sebagian besar bukan pakaian, melainkan buku dan hadiah untuk mereka bertiga, serta sosis dan daging asap yang ia buat sendiri.

Ayam rebus dan angsa saus kedelai akan dibuat segar begitu tiba di Yuhan, pasti akan sangat lezat.

Sehari sebelum kedatangan ibunya, Jiang Wang memastikan anak kecil itu mandi bersih dari ujung kepala hingga kaki, bahkan menyikat tubuhnya dengan benar.

Jiang Wang mulai heran. “Bukannya kamu mandi setiap hari? Biasanya kamu mandi seperti apa?”

Anak itu menjelaskan dengan semangat, “Menyalakan air, guyur sekali, pakai sabun, guyur lagi, lalu keringkan!”

“—Harus digosok! Mandi itu bukan cuma membasahi tubuh seperti mencuci makanan! Kamu harus menggosok leher, lengan, bukan hanya sekadar bilas!”

Setelah semuanya bersih, mereka pergi bersama ke stasiun untuk menjemput ibunya. Begitu melihat Du Wenyuan, suasana hati mereka langsung membaik.

Anak kecil yang tadinya pemalu langsung berteriak dan berlari memeluk ibunya, “Ibu!”

Jiang Wang berdiri di tempatnya, melihat mereka berpelukan erat sambil tersenyum lembut.

Setelah memeluk anaknya, Du Wenyuan berjalan ke arah Jiang Wang yang selalu menjalani Tahun Baru seorang diri. Ia membuka lengannya sambil berkata, “Ayo, kita juga berpelukan.”

Pria itu menunjukkan ekspresi terkejut, tapi tetap memeluknya dengan canggung, lalu berkata dengan gugup, “Ayo masuk, kamar di rumah sudah siap.”

Tahun ini, keluarga Ji Linqiu memutuskan untuk merayakan Tahun Baru di Yuhan, tidak kembali ke desa seperti biasanya, menikmati ketenangan yang berbeda.

Kebetulan, keluarga Jiang Wang juga berkumpul di sana, sehingga kedua keluarga dapat merayakan bersama-sama, masing-masing dengan kehangatan dan keakraban mereka.

Kamar Du Wenjuan tidak hanya memiliki teras, tapi juga sebuah pot kecil yang ditanami bunga matahari oleh Peng Xingwang sendiri. Meski belum berbunga, tunas hijaunya telah tumbuh tinggi, penuh vitalitas dan sangat menarik perhatian.

Setelah menaruh barang-barangnya, Du Wenjuan mengeluarkan persediaan makanan Tahun Baru yang ia awetkan sendiri, lalu mencari di mana letak kulkas sambil memeriksa bahan makanan untuk menyiapkan hidangan besar.

Peng Xingwang, seperti ekor yang setia, mengikuti ibunya ke mana pun sambil tersenyum ceria, matanya berbinar setiap kali berbicara.

Jiang Wang menjelaskan dengan sederhana tata letak rumah itu, lalu menyerahkan kunci dan kartu akses kepada Du Wenjuan.

“Aku harus pergi ke kantor pada sore hari untuk memeriksa beberapa hal, jadi aku mungkin tidak bisa menemani kalian.”

“Tidak apa-apa, jangan khawatir,” jawab Du Wenjuan cepat, “Kalau malam tidak sempat makan bersama, kirim pesan saja.”

“Baik.”

Jiang Wang mengenakan mantel dan bersiap pergi, tapi begitu membuka pintu, ia melihat Peng Jiahui berdiri di luar dengan tangan terangkat, hendak menekan bel.

“Oh, Bos Jiang, kamu sudah kembali?” Peng Jiahui tersenyum hangat, membawa sebuah model robot dan tas sekolah baru yang ia siapkan untuk anaknya. “Sudah lama kita tidak bertemu. Bagaimana kabarmu belakangan ini?”

Jiang Wang terdiam beberapa detik, untuk pertama kalinya ia tak tahu harus berkata apa.

Peng Xingwang, yang kebetulan berlari ke depan untuk membuang kantong plastik, terpaku saat melihat ayahnya berdiri di depan pintu. “Ayah… kamu datang?” katanya dengan suara kaku.

Peng Jiahui, tidak menyadari perubahan suasana, mengangkat hadiah yang dibawanya. “Ayah baru saja pulang dari Shenzhen. Lihat ini, apakah kamu menyukainya?”

Peng Xingwang bingung, tidak tahu harus menangis atau tertawa. Bahkan, ia tidak berani menerima hadiah itu, hanya bisa memandang Jiang Wang dengan ekspresi meminta pertolongan.

Jiang Wang belum pernah merasa sebersyukur ini karena ia bukan dirinya sendiri.

“Xingxing? Kamu membuang kantong plastik lalu menghilang?” Suara Du Wenjuan terdengar dari dapur. Ia berjalan keluar sambil membawa daun bawang, mengusap tangan dengan celemek, dan tiba-tiba berhenti ketika melihat siapa yang ada di pintu.

Keempat orang di situ mendadak jatuh ke dalam keheningan yang canggung.

Peng Jiahui, yang sudah bertahun-tahun tidak melihat mantan istrinya, terdiam sejenak, mengingat betapa muda dan cantiknya ia saat baru menikah. Namun, saat ini ia tak bisa berkata apa-apa.

Jiang Wang akhirnya memecah keheningan. “Maaf, aku lupa memberi tahu bahwa—”

“Seharusnya aku yang meminta maaf,” Peng Jiahui buru-buru meletakkan barang-barangnya di rak sepatu, lalu mundur dengan kikuk. “Kalau begitu, aku akan datang lagi lain kali untuk menemani Xingxing. Silakan lanjutkan aktivitas kalian.”

Du Wenjuan mencoba memaksakan senyum. “Bagaimana kalau kamu masuk sebentar?”

Peng Xingwang, yang tidak sadar itu hanyalah basa-basi, langsung mengambilkan penutup sepatu untuk ayahnya.

Peng Jiahui merasa tidak punya muka untuk masuk, tapi karena anaknya sudah memberikannya, ia tidak punya pilihan selain masuk.

“Baik, aku sudah lama tidak melihat Xingxing. Mari kita habiskan waktu bersama, tidak masalah.”

Jiang Wang yang tadinya berencana pergi ke kantor untuk membagikan angpao pada karyawan, langsung mengubah rencana ketika melihat wajah anak kecil itu penuh harapan agar ia tetap tinggal. Dalam hati, ia menghela napas panjang dan mengirim pesan pada sekretarisnya bahwa ia akan datang besok.

Keempatnya akhirnya duduk di ruang tamu. Keheningan menyelimuti mereka, menciptakan suasana yang lebih dingin dari angin musim dingin di luar.

Sebenarnya, mereka seperti sudah menghabiskan hampir seumur hidup tanpa duduk bersama lagi.

Peng Xingwang baru berusia sembilan tahun, dan empat tahun terakhir terasa seperti setengah hidupnya.

Namun, bagi Jiang Wang, ia pikir seumur hidupnya tidak akan pernah melihat orang tuanya lagi, apalagi duduk di bawah satu atap dengan mereka.

Baik Peng Xingwang kecil maupun Jiang Wang kecil pernah membayangkan momen ini berkali-kali.

Mereka bermimpi orang tua mereka kembali bersama, bahagia, makan bersama tanpa pertengkaran, tanpa dorongan atau tangisan, bahkan menyentuh wajah mereka dengan penuh kasih.

Namun, saat pemandangan itu benar-benar terjadi, semuanya terasa kaku dan aneh.

Dalam keadaan ini, Peng Xingwang akhirnya mencoba memecah kebekuan. “Aku sudah mendapat hasil ujian akhir, bahasa Inggrisku dapat nilai 95!”

Du Wenjuan yang masih dalam keadaan bingung hanya menjawab “Oh” dengan datar, sebelum akhirnya sadar bahwa ia belum memuji anaknya. Ia buru-buru berkata, “Bahasa Inggrismu hebat sekali! Pasti kamu belajar dengan sangat keras.”

Peng Jiahui awalnya ingin ikut memuji, tapi mantan istrinya sudah mengatakannya, sehingga ia merasa serba salah. Ia hanya duduk di sofa dengan kaku, tidak tahu apa yang harus dilakukan.

Jiang Wang, menyadari situasi ini, terbatuk pelan. Sebagai wali Peng Xingwang saat ini, ia mulai menceritakan perkembangan anak itu, termasuk sekolahnya dan teman-teman barunya.

Saat mendengar semua itu, Du Wenjuan dan Peng Jiahui terdiam, tampak menyesal telah melewatkan dua tahun kehidupan anak mereka.

Waktu seolah membeku dalam percakapan yang kaku, tapi sedikit demi sedikit mencair.

Namun, di dalam hati Jiang Wang dan Peng Xingwang, ada kekosongan yang tidak dapat diisi. Mereka tahu bahwa keluarga ini tidak akan pernah benar-benar utuh lagi.


KONTRIBUTOR

Rusma

Meowzai

Keiyuki17

tunamayoo

San

Leave a Reply