Penerjemah: San
Proofreader: Keiyuki, Rusma


Dia bisa merasakan bahwa dia agak takut padanya.

Itu adalah semacam rasa terkejut setelah mendengar berita mengejutkan, sedikit tidak percaya, dan cenderung menghindar.

Namun, Du Wenjuan menahan emosi itu sambil memeluknya, berusaha memberikan lebih banyak kehangatan dan kekuatan untuknya.

Jiang Wang jarang dipeluk oleh perempuan, bahkan kenangan masa kecilnya saat dipeluk ibunya pun sangat sedikit.

Ketika ibunya memeluknya, dia seperti tidak tahu bagaimana harus bernapas. Setelah beberapa saat, barulah dia berkata, “Aku tidak mengidap HIV.”

“Aku tidak akan keluar dan bermain sembarangan dengan orang lain, juga tidak akan melakukan apa pun yang memengaruhi Xingxing.”

Du Wenjuan langsung panik, “Bukan, bukan itu maksudku. Aku benar-benar tidak berpikir begitu, aku percaya padamu.”

Dia ingin menghiburnya tapi takut disalahpahami, namun berita ini memang terlalu mendadak, membuatnya jadi serba salah.

“Kapan kamu mulai merasa seperti ini? Apakah kamu sudah pergi ke rumah sakit untuk memeriksanya?”

Jiang Wang tertegun sejenak, lalu malah menutupi kepalanya sambil tertawa.

Dulu, ketika dia mendengar Ji Linqiu mengatakan hal yang sama, pikirannya juga dipenuhi pertanyaan yang persis sama.

—Apakah aku perlu menemui psikolog?

—Apakah aku pernah mengalami sesuatu yang tidak menyenangkan, sehingga aku tidak menyukai perempuan?

Bro, jangan terlalu terjebak dalam pikiran sendiri. Kamu pasti bisa menemukan pacar yang cocok.

Dulu, pikiran-pikiran ini tidak pernah ia ungkapkan, tapi kini muncul kembali dari mulut orang lain kepadanya.

“Tidak perlu khawatir,” Jiang Wang berpikir sejenak, lalu berkata pelan, “Aku juga tidak menyukai pria-pria di jalan.”

“Kalau aku pergi ke pemandian umum dan melihat pria-pria itu, aku hanya merasa canggung dan tidak nyaman, tidak akan melihat mereka lebih dari itu.”

Du Wenjuan tidak menyangka dia akan mengatakan hal seperti itu. Setelah terdiam sesaat, dia berkata, “Kalau begitu… ini sepertinya bukan masalah besar.”

“Tidak,” Jiang Wang menggelengkan kepalanya. “Seseorang yang sangat kusukai adalah seorang pria.”

“Aku pernah menciumnya, memeluknya, dan aku sama sekali tidak menyesal.”

Du Wenjuan bangkit dan menuangkan segelas air untuk Jiang Wang. Melihat sikap patuhnya, dia tidak tega bertanya lebih jauh.

Namun, dugaan itu sudah muncul di pikirannya.

“Orang itu… apakah dia adalah Guru Ji?”

Dia pernah beberapa kali bertemu Ji Linqiu dan sempat mengobrol sebentar.

Dia juga ingat, Xingwang dan Jiang Wang selalu mengatakan bahwa Ji Linqiu menemani mereka ke Yuhan, dan sekarang juga bekerja di perusahaan yang sama. Hubungan mereka bertiga sangat dekat.

Peng Xingwang memang tidak terlalu terampil menulis, tapi setiap kali dia menulis penuh di selembar kertas dengan tulisan yang miring-miring, dia pasti menyebutkan bahwa Guru Ji mengajarinya sesuatu.

Jiang Wang tidak menyangka intuisi Du Wenjuan begitu tajam. Setelah ragu sejenak, dia akhirnya mengangguk pelan.

Tidak disangka, Du Wenjuan juga menutupi kepalanya dan melakukan gerakan yang sama seperti Jiang Wang, tertawa dengan pasrah.

“Kalau begitu, ini malah masuk akal.”

“Apa maksudnya?”

Dia mengira Du Wenjuan tahu sesuatu, tapi wanita itu hanya tertawa getir sambil memandangnya.

“Saat pertama kali aku melihat Ji Linqiu, aku tidak bisa menahan diri untuk berpikir, pria seperti ini dan adik laki-lakiku, mereka berdua benar-benar langka.”

“Kepribadiannya stabil, pekerja keras, orangnya jujur dan tidak memanfaatkan wajah tampannya untuk berbuat macam-macam. Gadis mana pun yang bertemu kalian berdua pasti sangat beruntung.”

“Ji Linqiu yang seperti itu, bahkan kalau ada pria yang menyukainya, rasanya juga masuk akal.”

Jiang Wang tidak langsung menangkap maksudnya. Dia memproses ucapan Du Wenjuan berulang-ulang dalam pikirannya.

“Kalau kamu hanya berhubungan dengan orang-orang sembarangan, aku pasti akan sangat khawatir,” katanya sambil menatap Jiang Wang, bahunya perlahan rileks. “Tapi… apakah mungkin kalian hanya salah mengartikan rasa saling menghargai menjadi sesuatu yang lain?”

“Pria… apa benar bisa mencintai pria lain?”

Jiang Wang menggelengkan kepala.

“Ini bukan salah paham, juga bukan kebingungan. Aku benar-benar mencintainya.”

Du Wenjuan berkata dengan cemas, “Kamu hanya punya aku sebagai kakak. Orang tua kita sudah tidak ada. Kalau kamu benar-benar menyukainya, tidak ada yang bisa menghentikanmu.”

“Tapi Guru Ji itu… bagaimana dengan orang tuanya? Apakah mereka juga sudah tidak ada?”

Dia sendiri yang berusia tiga puluhan pun merasa sulit menerima ini, apalagi jika itu generasi tua, reaksinya pasti lebih keras.

Jiang Wang menyadari bahwa pola pikir Du Wenjuan selalu berpihak padanya, memikirkan segalanya dari sudut pandangnya.

Dia jarang diperlakukan seperti ini, hingga hal itu membuatnya sedikit bingung.

Ternyata, ibunya dulu adalah orang yang lembut seperti ini.

Dulu, ibunya tidak sempat mengurus anaknya karena harus melarikan diri dari ayahnya ke provinsi lain sendirian. Itu pun pasti ada alasannya.

“Keadaan keluarganya mungkin akan sulit.” Jiang Wang berkata dengan getir, “Untuk mendapatkan restu mereka, mungkin butuh usaha besar.”

Du Wenjuan membuka tangannya dan memeluknya erat lagi.

Seolah pria setinggi 190 cm itu masih seorang anak kecil yang sangat membutuhkan pelukan untuk dihibur.

“Aku rasa, kalian masih punya banyak hal yang belum terselesaikan,” dia tersenyum. “Tapi melihat Xingxing tumbuh begitu ceria dan penuh semangat, itu menunjukkan betapa baiknya kalian padanya.”

Anak kecil paling sulit menyembunyikan sesuatu, bahkan bisa dibilang seperti cermin.

Bagaimana orang lain memperlakukannya, semua akan tercermin dalam setiap tindakan dan perilakunya.

Du Wenjuan melihat Xingwang yang ceria dan tanpa beban ketika di Yuhan, dan dia hanya merasa lega sekaligus penuh rasa bersalah.

“Wangwang, memiliki seseorang yang pantas dicintai itu sangat baik.”

“Kakak berbicara panjang lebar hanya karena khawatir kamu akan menghadapi hal-hal menyakitkan di masa depan,” dia tersenyum pahit, “Tapi melihat keadaanku sekarang, sepertinya aku juga tidak punya hak untuk berkata seperti itu.”

Jiang Wang perlahan menghabiskan air hangat di gelasnya, lalu menoleh ke arahnya, “Dulu… kenapa kamu menyukai Peng Jiahui?”

Setiap kali Du Wenjuan menyebut nama Peng Jiahui sebelumnya, reaksinya selalu seperti menginjak kotoran, tiba-tiba berubah tajam, dan suaranya mendadak dingin.

Jiang Wang merasa jawabannya kali ini juga tidak akan jauh dari kata-kata tajam.

Namun, Du Wenjuan memikirkan pertanyaannya cukup lama, lalu menjawab dengan tenang.

“Dia sebenarnya, sebelum menikah, sifat dan temperamennya tidak terlalu berbeda dengan sekarang, tidak banyak berubah.”

“Tapi waktu itu, aku menyukai sikapnya yang hangat dan murah hati kepadaku, selalu peduli setiap hari. Setelah lama bekerja bersama, aku perlahan jatuh cinta.”

“Sekarang setelah dipikir-pikir, dia sebenarnya adalah seseorang yang sangat bergantung pada dorongan orang lain, sangat tergantung pada kebiasaan.”

“Kalau keadaannya baik dan ada yang mendukungnya, dia bisa terus berkembang.”

“Tapi kalau situasinya memburuk—pekerjaan jadi kacau, persaingan di tempat kerja semakin rumit—dia langsung kehilangan arah. Tidak bisa bangkit sendiri.”

“Aku dulu tidak menyadari hal itu, terus berharap dia bisa bangkit, bisa lebih maju. Aku terlalu menekannya.”

“Hasilnya, kami terus bertengkar pada awalnya, lalu dia menyadari sesuatu, mulai minum-minum, bahkan mulai memukul.”

Saat mengenang itu, suara Du Wenjuan terdengar sedikit bernuansa nostalgia, namun dengan cepat dia menghapus perasaan itu.

“Sudahlah, aku sudah terlalu mengganggumu,” katanya sambil mengelap tangannya dan berdiri. “Aku mau memasak terlebih dulu. Malam ini kita memakan makanan yang enak. Tidak perlu membahas hal-hal menyedihkan lagi.”

Jiang Wang mengangguk tanpa sadar.

“Tapi, adikku,” Du Wenjuan tiba-tiba menjadi serius, “soal kamu menyukai laki-laki, jangan terlalu mudah memberitahu orang lain.”

“Terlepas dari apakah orang lain akan mendiskriminasi atau berbicara buruk, yang lebih penting adalah ini bisa jadi kelemahanmu.”

“Kamu sedang berada di masa perkembangan karier. Jangan biarkan hal seperti ini mengganggumu. Hati-hati dengan semuanya.”

Jiang Wang mengangguk setuju.

Keesokan harinya, dia pergi ke bank, menyimpan buku tabungan dan kartu ATM-nya di dalam kotak penyimpanan untuk memastikan semuanya aman.

Sebelum menyimpan, dia menarik enam yuan dari kartu ayahnya dan empat yuan dari buku tabungan ibunya.

Dengan sepuluh yuan itu, dia membeli sepotong kecil kue dari toko kue di lantai bawah kantornya.

Jiang Wang jarang makan kue sejak kecil.

Saat kecil, dia tidak punya kesempatan dan hanya bisa mencicipi milik orang lain.

Ketika sudah dewasa dan punya uang, dia sering melirik toko kue saat lewat, tapi ketika sudah benar-benar membeli, dia malah tidak ingin memakannya.

Namun sekarang, dia menggunakan sepuluh yuan itu untuk membeli sepotong kue segar. Sepotong kecil dengan satu buah ceri di atasnya.

Di bawah sinar matahari sore yang hangat, dia duduk menatap kue itu. Dia merasa seperti ini adalah hadiah Tahun Baru dari ayah dan ibunya untuknya.

Tahun baru, kehidupan baru. Banyak hal yang berakhir di tahun ini, tapi juga banyak hal yang baru dimulai dan bertunas kembali.

Krim di atasnya terasa manis.

Setiap suapan kue chiffon lembut memberikan perasaan nyaman.

Dia memakannya perlahan, tapi dengan perasaan bahagia. Setiap gigitan membawa kebahagiaan kecil.

Seolah seluruh hidupnya bisa diperbaiki hanya dengan sepuluh yuan itu, seolah banyak kekosongan dalam dirinya akhirnya terisi.

Setelah selesai makan, dia duduk lama menatap piring kosong, lalu akhirnya meregangkan tubuh dengan santai.

Tiba-tiba, sebuah buket bunga berwarna champagne diletakkan di hadapannya.

“Kakak Wang, bunga peach snow mountain untukmu,” kata Ji Linqiu, duduk di hadapannya sambil tersenyum. “Mencari bunga seperti ini di Yuhan benar-benar sulit. Aku harus mengemudi jauh-jauh untuk menemukannya.”

Jiang Wang tertegun sejenak, lalu bertanya, “Kamu tadi melihatku, ‘kan?”

“Lihat apa? Kamu diam-diam makan kue sendirian?” Ji Linqiu mendekat, mencubit pipinya. “Kamu keterlaluan, makan sendiri.”

“Tidak! Kalau begitu kita beli dua lagi!”

“Sudahlah. Ini bunga untukmu. Aku harus kembali mengajar sebentar lagi.”

“Oke,” Jiang Wang meraih bunga itu dengan sangat alami. “Ayo, kita pergi bersama.”

Ji Linqiu tertegun sebentar. “Kamu… benar-benar mau membawa bunga ini ke kantor?”

“Kenapa tidak?” Jiang Wang memeluk bunga itu erat-erat. “Kamu yang bilang aku harus melihat bunga ini dan mengingatmu setiap hari.”

Jiang Wang benar-benar membawa bunga itu ke kantor.

Saat dia masuk lift, semua rekan kerjanya langsung mengenalinya dan berseru kagum.

“Bos Jiang, kamu jatuh cinta, ya?!”

“Hmm.”

“Wah! Siapa orang yang beruntung itu? Bunga itu cantik sekali! Aku belum pernah melihat warna ini sebelumnya. Apakah kamu akan memberinya bunga setelah pulang kerja?”

Jiang Wang, dalam suasana hati yang sangat baik, berkata, “Bunga ini diberikan untukku.”

Semua orang langsung terdiam.

“Pasanganmu… memberikannya padamu?”

Bos Jiang mengangguk tegas.

Semua orang: …???

Bos kami? Dia ternyata… seperti itu???

Seorang kolega perempuan, dengan susah payah, berkata, “Bukankah biasanya pria yang memberikan bunga untuk wanita?”

Jiang Wang menoleh, “Kamu tidak suka aku menerima bunga?”

“Tidak, tidak! Kami sama sekali tidak bermaksud begitu!”

“Bunganya cantik sekali! Sangat cocok denganmu!”

Begitu pintu lift terbuka, Jiang Wang melangkah keluar dengan penuh percaya diri, membawa bunga seperti burung merak yang memamerkan bulunya.

Pintu kantor tertutup, dan semua orang di lift mulai berbisik.

“Bos kita jatuh cinta?!”

“Kalian percaya? Bunganya untuk dia?”

“Hah! Sepertinya aku berada di pihak yang salah!! Aduh!!”

“?? Apa maksudnya berada di pihak yang salah?!”

Ji Linqiu, yang diam-diam mendengar semua itu, hanya dapat menghela napas.

Sudahlah, mungkin sudah saatnya cari pekerjaan lain.


KONTRIBUTOR

Rusma

Meowzai

San
Keiyuki17

tunamayoo

Leave a Reply