Penerjemah: Keiyuki
Proofreader: Rusma


Pada hari Qiao Liang keluar dari rumah sakit, kebetulan hujan sedang turun. Du Dong dan Li Li membantu mencarikan minibus sementara Qiao Fengtian naik turun gedung, mengucapkan terima kasih dan berpamitan kepada masing-masing dokter dan perawat secara bergantian. Dengan satu tangan memegang kwitansi kertas merah-putih, tangan lainnya membawa berbagai keperluan sehari-hari, dia bergegas ke sana kemari, dan tanpa tangan yang bebas untuk memegang payung, dia tidak punya pilihan selain membiarkan hujan membasahi tubuhnya. Rambutnya yang basah menggumpal dan menempel di dahinya.

Zheng Siqi tidak ikut. Qiao Fengtian telah memintanya untuk menjaga Xiao-Wu’zi, menjemput anak itu bersama Zheng Yu dan menjaganya sebentar.

Lin Shuangyu tidak memberi izin kepada Xiao-Wu’zi untuk tetap tinggal di Linan tapi ia juga tidak mengatakan apa pun tentang membawanya kembali. Qiao Fengtian tidak yakin dengan niatnya dan memutuskan untuk mengambil keputusan sendiri. Dia juga khawatir jika Xiao-Wu’zi melihat Qiao Liang terbaring sakit di rumah, hatinya akan sakit dan dia tidak akan sanggup untuk pergi.

Dipikir-pikir, itu memang kejam. Anak itu tidak memiliki ibu atau ayah di sampingnya, dan hanya memiliki Qiao Fengtian, pamannya, yang mungkin tidak dapat benar-benar melindunginya dari angin dan hujan. Qiao Fengtian ingin memberinya “yang terbaik,” tapi ini adalah sesuatu yang belum pernah teruji. Di masa depan, dia mungkin menyadari bahwa ini sebenarnya “tidak perlu.”

Du Dong menyingkirkan dua kursi di barisan belakang, sehingga menyisakan ruang yang cukup besar. Setelah memerintahkan mereka untuk mengangkat Qiao Liang dan menurunkannya dengan lembut, dia memindahkan Qiao Liang ke dalam minibus. Dia berbalik dan menyeka tetesan air hujan di atas kepala Qiao Fengtian, lalu mengulurkan tangan untuk menariknya ke dalam minibus.

Sekarang, segalanya tampak memiliki arah yang pasti untuk dituju. Sulit untuk memastikan apakah arahnya benar atau tidak, tapi setidaknya, mereka terus maju menembus hujan.

Saat sekolah tutup pada malam hari, dengan payung di tangan, Zheng Siqi menuntun kedua anak itu keluar gerbang. Suhu tubuhnya selalu tinggi dan dia menyalakan AC di mobil lebih awal. Dia menoleh untuk melihat mereka berdua perlahan-lahan naik ke kursi belakang, lalu baru mematikan AC, sambil menurunkan jendela sedikit.

Zheng Yu masih menggunakan kursi anak dan harus diikat erat ke kursi. Xiao-Wu’zi menganggapnya baru dan menarik. Dia memangku tas sekolahnya dengan aman dan memperhatikan Zheng Yu menarik tali nilon tebal yang menjuntai di bagian belakang kursi, menariknya dengan kuat, dan memasukkannya ke dalam gesper di antara kedua kakinya. Melihat ujung pakaiannya kusut di bagian belakang kursi, tanpa berkata apa-apa, dia membantunya merapikannya dengan hati-hati.

Zheng Siqi belum menyalakan mobilnya. Dia duduk di kursi pengemudi, kepalanya menoleh ke belakang untuk melihat keduanya.

Dia tidak bisa tidak berpikir bahwa Xiao-Wu’zi benar-benar mirip dengan pria itu. Mereka baik kepada orang lain dengan cara yang tidak mencolok, yang acuh tak acuh. Orang lain tidak akan pernah menyadarinya.

“Apa kamu suka?” Zheng Siqi melihat Xiao-Wu’zi diam-diam menyentuh kursi anak dan bertanya kepadanya sambil tersenyum.

Xiao-Wu’zi segera menarik tangan kecilnya yang berkulit gelap dan menggelengkan kepalanya. “Aku tidak suka!” Kemudian, dia memikirkannya dan merasa bahwa itu tidak pantas, seperti dia mengatakan bahwa barang milik orang lain itu buruk, jadi dia bergegas untuk mengoreksi dirinya sendiri. “Mm, aku tidak tidak suka. Aku suka, tapi, tapi, bukan jenis suka… yang aku inginkan.”

Zheng Yu menyikutnya dan berkata sambil tertawa, “Lain kali, kamu saja yang duduk di sini. Aku tidak suka! Di sini sangat panas!”

“Jangan lakukan itu.” Zheng Siqi mengulurkan tangan untuk mencubit wajahnya. “Sebelum kamu berusia delapan tahun, bersikaplah baik dan duduklah di sana.”

Zheng Yu meraih tangan Zheng Siqi dan tidak melepaskannya. Dia cemberut dan menunjuk ke arah Xiao-Wu’zi. “Dia baru berusia tujuh tahun, bagaimana mungkin dia tidak duduk di sini?”

Mendengar itu, Xiao-Wu’zi melambaikan tangannya. “Aku tidak akan duduk, aku tidak akan duduk!”

“Lain kali kita akan menggantinya ke tempat duduk ganda.” Zheng Siqi tersenyum melihat anak itu bersikap hati-hati dan bijaksana, tidak mau menerima sedikit pun bantuan dari orang lain. Dia meremas telapak tangan Zheng Yu yang lembut dan halus, lalu menunduk untuk bertanya pada Xiao-Wu’zi, “Apa yang kamu inginkan untuk makan malam?”

Xiao-Wu’zi menundukkan kepala dan menggaruk lehernya. “…Apa pun tidak masalah.”

“Aku ingin makan rebung dan pangsit daging di bawah!” Zheng Yu memiringkan kepalanya dan menyela, matanya menatap tajam ke arah Zheng Siqi sambil tertawa.

“Aku tidak bertanya padamu.” Zheng Siqi dengan cekatan menjepit mulut Zheng Yu dengan dua jarinya. “Kamu yang menjawab.”

“Kalau begitu… pangsit?”

Xiao-Wu’zi menoleh dan melihat Zheng Yu tampak seperti Psyduck1Psyduck, yang dikenal sebagai Koduck di Jepang, adalah sebuah spesies Pokémon dalam waralaba Pokémon milik Nintendo dan Gim Freak. yang sedang berjuang. Dia tidak bisa menahan tawa dan tawanya pun meledak.

Xiao-Wu’zi sangat tenang dan tertib saat makan. Dia memakan apa pun yang dia ambil dan tidak banyak mengaduk mangkuknya tanpa tujuan. Di sisi lain, Zheng Yu menatap tajam ke arah daun bawang cincang dan ketumbar yang mengambang di mangkuk lebar, menjatuhkannya ke mangkuk Zheng Siqi begitu dia mengambilnya. Aroma gurih nasi dan mie memenuhi kedai pangsit. Saat itu adalah puncak jam makan malam dan seorang pria berpakaian rapi dengan dua anak, laki-laki dan perempuan, pasti menarik perhatian.

Zheng Siqi langsung merasakan kegembiraan dan kepuasan karena memiliki anak laki-laki dan perempuan, satu set lengkap. Dia menarik lengan baju Zheng Yu yang lebar yang hampir jatuh ke dalam mangkuk.

Sebenarnya, jika dipikirkan dari sudut pandang yang berbeda, bukankah ini juga merupakan beban?

Dia telah mengungkapkan perasaannya kepada Qiao Fengtian, kata-katanya datang dari lubuk hatinya. Tidak peduli bagaimana dia memikirkannya, dia tahu bahwa jalan ini sulit. Namun, perasaannya yang menguasainya bukanlah sesuatu yang membuatnya merasa berada dalam posisi sulit. Dia hanya tidak sanggup melepaskan beban yang harus dipikulnya. Baik dia maupun Qiao Fengtian tidak mau menempatkan cinta terlalu rendah dalam daftar prioritas, tapi mereka juga tidak bisa dengan sengaja dan gegabah menempatkannya di atas tanggung jawab mereka.

Permasalahan yang saling bertentangan dan tidak dapat dipecahkan, masalah yang sangat pelik. Zheng Siqi sangat menyadari betapa cermat dan sensitifnya pikiran Qiao Fengtian, betapa rumit dan terperincinya pikiran Qiao Fengtian dibandingkan dengan pikirannya sendiri. Jika dia mampu mempertimbangkan hal-hal sampai ke tingkat ini, Qiao Fengtian mungkin telah memikirkan hal ini berulang-ulang di dalam pikirannya berkali-kali pada malam hari.

Zheng Siqi benar-benar mengira Qiao Fengtian akan bersembunyi darinya, bahwa ia akan menolak perasaan Zheng Siqi dengan panik, lalu berbalik dan melarikan diri. Keluarga dan status sosial Zheng Siqi tidak diragukan lagi merupakan risiko dalam hidupnya. Yang paling diinginkan Qiao Fengtian adalah stabilitas, yang paling ia takutkan adalah mempersulit seseorang dan menyebabkan mereka menderita kerugian. Oleh karena itu, Zheng Siqi jelas bukan pilihan terbaik baginya.

Dia paling cocok dengan orang yang cemerlang yang tidak memiliki apa pun yang menahan mereka, yang hati dan pikirannya akan penuh dengannya, yang dapat memfokuskan seluruh jiwa mereka untuk mencintainya.

Zheng Siqi dapat mengabdikan seluruh hati dan jiwanya, dia dapat memberinya fokus penuh, tapi satu-satunya hal yang tidak dapat dia lakukan adalah terbebas dari kewajiban. Dia penuh dengan keinginan egois; ingin memeluk Qiao Fengtian erat-erat dan tidak akan pernah melepaskannya, tapi dia juga sangat memahami bahwa di hari-hari mendatang, jika mereka terus berjalan di jalan ini bergandengan tangan, pasti akan ada sesuatu karena dia—entah sengaja atau tidak—yang akan menyakiti Qiao Fengtian. Pada saat itu, bagaimana Zheng Siqi harus melindunginya? Apa yang seharusnya dia lakukan bagi Qiao Fengtian, peran yang tepat untuk diambilnya untuk menghiburnya? Jalan itu melewati gunung dan sungai, bahaya di setiap belokan.

Zheng Siqi mendesah pelan. Xiao-Wu’zi mendengar suara itu dan tangannya berhenti menyendok sup. Mata hitam legamnya terangkat untuk menatap Zheng Siqi.

Mata itu begitu mirip dengan mata Qiao Fengtian dan seolah-olah Qiao Fengtian sendiri duduk tepat di seberangnya, menatapnya dengan khawatir. Zheng Siqi tidak dapat menahan diri untuk berpikir, jika benar-benar Qiao Fengtian yang duduk di seberangnya, dia pasti akan mengulurkan tangan untuk menarik pria itu kepelukannya, lalu menundukkan matanya dengan sedih dan bersandar di bahu pria itu, hanya untuk mendengar suaranya yang manis dan membujuk, “Ada apa?”

“Ada apa?” Zheng Siqi bertanya kepada Xiao-Wu’zi sambil tersenyum.

Xiao-Wu’zi menggelengkan kepalanya. Dia menelan semua yang ada di mulutnya sebelum berbicara. “Tidak apa-apa, Paman Zheng.”

Xiao-Wu’zi tahu bahwa Qiao Liang akan dipulangkan dan kembali ke Langxi. Zheng Siqi sejak awal telah melihat di mata Xiao-Wu’zi keengganan untuk berpisah yang ingin disuarakan anak laki-laki itu tapi tidak berani melakukannya.

“Di hadapanku, kamu bisa mengatakan apa pun yang kamu mau.” Zheng Siqi mengelus dahi anak laki-laki itu, lalu menundukkan kepalanya dan mendekat padanya. “Aku tidak akan mengkritikmu seperti guru kelasmu dan aku juga tidak akan memberi tahu pamanmu.”

Xiao-Wu’zi kembali menatapnya, lalu menundukkan kepalanya dan menatap mangkuknya, bibirnya terkatup rapat dalam senyum kecil.

“Aku sedang memikirkan pamanku…”

Aku juga. Dia tidak mengucapkan kata-kata itu. Zheng Siqi bertanya, “Apa yang sedang kamu pikirkan?”

“Aku bertanya-tanya apakah karena diriku, segala sesuatunya menjadi begitu sulit baginya.” Xiao-Wu’zi melirik ke arah Zheng Yu yang kepalanya terbenam dalam makanannya. “Aku tidak berani bertanya tentang urusan orang dewasa tapi aku masih tahu sedikit. Meskipun hanya sedikit…” Xiao-Wu’zi mengangkat ujung kelingkingnya.

“Aku tahu bahwa Nenek tidak ingin aku terus belajar. Dia sebenarnya tidak seperti yang dipikirkan orang lain. Dia sebenarnya melakukan ini untuk Paman dan juga untukku. Orang lain terus mengatakan bahwa dia tidak baik, dan dia kadang-kadang memukuliku dan Paman… tapi aku sebenarnya tahu apa yang dia pikirkan. Itu benar, aku tidak berbohong padamu, Paman.”

“Paman selalu baik padaku sejak dulu. Ketika aku masih di desa, semua baju dan celanaku dibelikan oleh Paman. Pensil, buku, lampu meja, mainan, semuanya juga dibelikan oleh Paman. Aku mendengar teman sekolahku mengatakan bahwa untuk memindahkan pendaftaran rumah tangga dan masuk ke kelas unggulan, kami harus membayar biaya sponsor sebesar 30.000 yuan. Paman hanya mengatakan bahwa kami harus membayar 20.000 yuan. Dia sendiri yang membayar 10.000, aku tahu itu. Aku tidak memberi tahu siapa pun. Paman sangat menyayangiku, aku tahu. Kadang-kadang, dia bahkan lebih memperhatikanku daripada Ayah. Aku juga sangat menyukai Pamanku…”

Ketika Xiao-Wu’zi mengucapkan kata “suka”, dia tersenyum malu-malu, seolah-olah dia merasa sangat malu untuk mengatakannya.

“Aku ingin belajar dengan giat. Aku ingin berhasil, aku ingin melindunginya di masa depan dan tidak membiarkan siapa pun memarahinya atau menggertaknya atau mengatakan bahwa dia tidak baik.” Xiao-Wu’zi mengerucutkan bibirnya, pipinya bahkan menggembung sebentar seolah-olah dia – seperti orang dewasa – diam-diam menahan sesuatu, sebelum kembali datar. Lengannya gelap dan ramping; ketika dia mengepalkan tinjunya, lapisan tipis otot menegang di lengan bawahnya. “Tapi aku merasa bahwa aku adalah beban Paman. Jika aku kembali, apakah akan lebih mudah baginya?”

Zheng Siqi tidak mengatakan apa-apa.

Dia tidak bisa menyangkal kata-kata itu. Ya, jika Xiao-Wu’zi kembali ke Langxi, hidup Qiao Fengtian secara alami akan lebih mudah.

Tapi bagaimana dengan dia yang akan sepenuhnya sendirian di masa depan? Melucuti kehadiran Xiao-Wu’zi pada dasarnya sama saja dengan menghilangkan alasan baginya untuk terus bekerja keras di Linan. Jiwa Qiao Fengtian memang tidak mandiri. Dia bergantung pada pengabdian kepada orang lain untuk mewujudkan nilainya yang rendah hati. Dia mencurahkan seluruh hati dan jiwanya, sangat peduli dan memberikan segalanya, dengan tujuan untuk mengambil kebaikan dan kelembutannya yang langka itu dan dengan hampir tanpa pamrih mengembalikannya kepada semua orang di sekitarnya. Dia sebenarnya seperti anak kecil, di satu sisi memasang wajah pemberani dan tidak menunjukkan senyuman, di sisi lain terisak-isak dan memasukkan semua manisannya dengan berantakan ke tanganmu.

“Aku tahu aku merepotkan, tapi aku tetap tidak ingin kembali. Aku ingin belajar dengan giat di sini. Aku tidak akan menyia-nyiakan… Aku tidak akan menyia-nyiakan 10.000 yuan milik Paman!”

Xiao-Wu’zi memukul meja dengan kuat. Zheng Yu mengangkat kepalanya dan menatapnya, pipinya menggembung karena pangsit yang setengah dimakan di mulutnya.

“Anak baik.” Zheng Siqi menepuk wajah Xiao-Wu’zi. Meskipun setiap kata yang diucapkan anak itu adalah tentang uang, Zheng Siqi dapat mendengar semangat slogan “Membaca untuk kebangkitan Tiongkok” di dalamnya. Keadaan yang berbeda, pengalaman yang berbeda, namun keberanian dan tekad yang dimiliki mereka adalah sesuatu yang sama. “Tidak heran Pamanmu sangat menyukaimu.”

Xiao-Wu’zi terdiam lama.

“Siapa yang disukai Paman, itu adalah urusan Paman sendiri. Kita… tidak boleh ikut campur.”

Zheng Siqi terkejut. Dia mendorong kacamatanya ke atas dan menatap Xiao-Wu’zi, tidak yakin apakah “suka” yang dia dengar adalah “suka” yang dia pahami.

“Apa?”

Xiao-Wu’zi menyeka hidungnya dan mengulangi dengan lembut. “Siapa yang disukai Paman, itu adalah urusan Paman sendiri. Kita tidak boleh ikut campur.”

Zheng Siqi menatap mata Xiao-Wu’zi yang penuh semangat, menatap dengan linglung untuk beberapa saat. Tiba-tiba ada perasaan kagum di dalam hatinya.

Di dunia ini, di tempat-tempat halus yang nyaris tidak terlihat, akan selalu ada pemikiran yang paling murni dan polos. Cara berpikir yang secara praktis merupakan garis lurus yang tidak ternoda, tanpa satu pun ketidakmurnian, dan luas serta cerah. Mereka mengambil pertanyaan yang paling rumit dan menyederhanakannya menjadi intinya, dan kemudian dengan lembut melihat ke jantungnya. Ini sebenarnya adalah logika yang bahkan seorang anak kecil pun dapat melihatnya dengan jelas, namun banyak orang yang tidak memahaminya. Hanya ada awan di pikiran dan di depan mata mereka, dan apa pun yang mereka lihat, mereka tidak melihat hakikat yang sebenarnya.

Hampir pukul sepuluh malam, Qiao Fengtian menekan bel pintu. Zheng Siqi berjalan mendekat dan diam-diam membuka pintu.

“Apakah kamu basah kuyup karena hujan? Kamu bahkan tidak meneleponku saat kamu sampai.” Sambil mengerutkan kening, Zheng Siqi menariknya masuk ke dalam apartemen. Dia berbalik untuk berjalan menuju kamar mandi. “Mereka berdua baru saja tertidur.”

Qiao Fengtian mengganti sepatunya di pintu masuk. Dia mengangguk, gerakannya hati-hati dan tenang saat dia mengatur sepatu yang telah dia lepas di pintu.

“Kemarilah.” Zheng Siqi membuka handuk yang dia pegang dan menyampirkannya di atas kepala Qiao Fengtian, menutupi kedua sisi dan menggosok berulang kali. “Jika kamu tidak memiliki payung, tidak bisakah kamu meminjamnya?”

“Saat aku menunggu di terminal bus, hujan belum turun. Aku tidak tahu kalau hujan akan turun lagi ketika aku sampai di kota. Hanya gerimis ringan.”

“Selama musim ini, hujan tidak bisa diprediksi. Datang dan pergi tergantung pada suasana hatinya.” Zheng Siqi menariknya ke dalam pelukannya. “Jika aku tahu, aku akan pergi menjemputmu.”

Qiao Fengtian menepis rambut-rambut liar yang jatuh ke alisnya. Dia memiringkan wajahnya ke atas dan tersenyum pada Zheng Siqi.

“Bagaimana?”

Qiao Fengtian mengambil handuk darinya dan menggosok rambutnya sendiri. Dia mundur beberapa langkah, melepaskan diri dari pelukan Zheng Siqi. “Setelah hari yang melelahkan, semuanya bisa dianggap beres. Benar-benar penuh sesak, setengah dari orang-orang di Langxi datang ke rumah kami untuk bergabung dalam kegembiraan. Kepalaku hampir meledak.” Qiao Fengtian mengernyitkan hidungnya. “Mereka semua memperlakukannya seperti akan menonton pertunjukan sirkus.”

“Apa kamu mendengar gosip lagi?” Zheng Siqi bertanya kepadanya.

“Tidak.” Qiao Fengtian tertawa. “Jika melawan orang luar, Ibu dan aku bersatu. Mulutnya pada dasarnya menyapu semuanya dan dia sekali lagi menyinggung semua orang di desa secara menyeluruh dan lengkap. Untungnya, Du Dong, Ayahku dan dia seperti satu orang baik dan dua orang jahat, jadi dia tidak benar-benar berkelahi dengan siapa pun. Aku hanya bersembunyi di samping dan tidak mengatakan apa-apa. Itu cukup lucu.”

“Apa yang dia katakan tentang Xiao-Wu’zi?”

Qiao Fengtian menyampirkan handuk di pundaknya dan mengusap bagian belakang kepalanya.

“Ibuku mengatakan, karena dia ingin mencobanya, maka dia harus memberikan yang terbaik. Karena dia ingin terbang, maka dia harus membidik langit. Jika dia tidak bisa masuk ke kelas unggulan di SMP unggulan, maka dia harus kembali ke Langxi untuk bekerja di ladang. Dia juga harus sering kembali untuk melihat Ayahnya. Dia tidak boleh melupakan akarnya dan harus menghabiskan liburan musim dingin dan musim panasnya di Langxi. Dia akan meluangkan waktu untuk sering ke sini. Itu saja.”

“Benarkah?” Zheng Siqi tidak bisa menahan diri untuk tidak memegang tangan Qiao Fengtian.

“Semua berkat bujukanmu yang tak kenal lelah yang membuat kepalanya yang konservatif dan tidak fleksibel itu berputar.”

“Dia memberitahumu tentang hari itu?”

“Tidak hanya itu.” Qiao Fengtian menatap Zheng Siqi sejenak, sebuah senyuman yang tidak sepenuhnya senyum di ujung bibirnya. “Dia juga mengatakan kepadaku dengan sangat tidak senang bahwa aku tidak boleh memiliki pikiran yang memalukan tentangmu, bahwa kamu membantuku karena kamu sangat menghargaiku. Kamu dan aku tidak sama, kamu adalah seorang elit di atas yang lain. Dia mengatakan kepadaku untuk tidak bingung, tidak bisa membedakan mana yang benar dan mana yang salah setelah menerima bantuan darimu. Aku harus jelas tentang siapa dan apa kita, dan tidak melakukan apa pun untuk mempermalukan keluarga Qiao di depanmu.”

“Aku membantumu karena aku menyukaimu.” Tanpa berpikir panjang, Zheng Siqi mengungkapkan perasaannya.

“Ya Tuhan.” Qiao Fengtian menahan tawanya dan pada saat yang sama, berbalik untuk berjalan pergi dengan handuk tergenggam di tangannya. “Ka-ka-kamu-kamu benar-benar – Jika kamu terus mengatakannya, aku benar-benar … aku tahu. Aku tahu. Aku ingat.”

“Aku belum banyak menjalin hubungan, jadi kurang terbiasa mengucapkan kata-kata manis.” Zheng Siqi menggenggam pergelangan tangannya erat, tak membiarkannya melarikan diri. “Aku ingin memuaskan keinginan itu sekarang.”

“Aku tidak terbiasa dengan itu…”

“Kalau begitu, perlahan-lahan biasakanlah.”

Tidak membiarkan argumen apa pun, Zheng Siqi menoleh ke belakang dan memberikan ciuman keras di dahinya. “Mengapa kamu tidak pindah dan tinggal bersamaku sampai masa sewa di apartemen lain habis?”


KONTRIBUTOR

Keiyuki17

tunamayoo

Rusma

Meowzai

Leave a Reply