Penerjemah: San
Proofreader: Keiyuki, Rusma


Tahun Baru tidak bisa lepas dari kunjungan sekelompok kerabat dan teman-teman lama yang datang untuk mengucapkan selamat.

Saat orang-orang berdatangan, Jiang Wang merasa sedikit terganggu. Ditambah lagi, Du Wenjuan jarang bisa tinggal di rumah selama beberapa hari, jadi dia tidak ingin melihatnya sibuk menuangkan teh untuk tamu. Akhirnya, dia memutuskan untuk menunda pertemuan dengan orang-orang yang hubungannya biasa saja hingga setelah Tahun Baru.

Beberapa teman dekat tetap datang berkunjung, termasuk Fang Quanyou.

Sejak bertemu dengan Jiang Wang, kehidupan Fang Quanyou berubah menjadi lebih baik. Seolah-olah dengan menghabiskan lebih banyak waktu bersama Bos Jiang, dia bisa menjadi lebih cerdas dan pandai bergaul, semakin hari semakin mahir dalam bersosialisasi.

Saat datang, dia membawa dua peti anggur berkualitas dan dua nampan kue khas yang baru dipanggang. Pertama-tama, dia dengan gembira menyerahkan amplop merah tebal kepada Peng Xingwang, lalu menyapa semua orang di rumah satu per satu.

Jiang Wang mengobrol santai dengannya sejenak, lalu mengajaknya masuk ke dalam ruang kerja.

“Bro, aku punya sesuatu untukmu.”

Fang Quanyou khawatir akan menerima hadiah besar, hingga saat masuk ruangan, ekspresinya sedikit tegang.

Namun, yang tidak dia duga, Jiang Wang mengeluarkan satu ikat kunci.

Hampir setengah dari kunci itu ditempeli selotip merah, setengahnya lagi biru, dan hanya beberapa yang berwarna putih.

Setiap kunci memiliki bentuk dan bahan yang berbeda, jelas berasal dari berbagai properti.

“Ada sesuatu yang ingin aku minta tolong kepadamu. Tentu saja, ada bayaran, termasuk tiket pesawat dan akomodasi.” Jiang Wang meletakkan kunci-kunci itu di depannya dan berkata dengan tenang, “Apakah kamu tertarik untuk berhenti dari pekerjaanmu dan menjadi agen properti pribadiku?”

Fang Quanyou menatap kunci-kunci itu dengan linglung, tidak segera mengambilnya.

“Kamu… terlalu mempercayaiku.”

“Ada total dua belas properti, dan ini hanya kunci untuk keperluan renovasi. Kunci utama ada padaku.” Jiang Wang menjelaskan dengan santai, “Saat membelinya, aku tidak sempat mencatatnya dengan baik, jadi sekarang aku butuh bantuanmu untuk mengurus semuanya.”

“Kedua belas properti ini perlu dinilai setiap kuartal, dan status sewanya harus diperbarui secara real-time. Kamu bisa merujuk harga pasaran, lalu membuat laporan untukku. Selain itu, setiap properti harus difoto dari berbagai sudut, dan perubahan lingkungan di sekitarnya juga perlu dicatat.”

Dia mengambil sebuah map dari laci dan mendorongnya ke depan Fang Quanyou.

“Semua detail pekerjaan ada di sini. Gajimu akan 150% dari gaji yang kamu dapatkan sekarang. Komisi agen juga akan naik 5%. Bagaimana menurutmu?”

Fang Quanyou terkejut dengan pekerjaan yang tiba-tiba menghampirinya. Setelah beberapa saat, dia mengambil map itu dan membacanya dengan saksama, lalu menelan ludah, agak ragu untuk berbicara.

Jiang Wang menyilangkan jari-jarinya. “Punya pemikiran lain? Katakan saja.”

“Gajinya terlalu tinggi, tidak perlu sebanyak itu,” jawabnya gugup. “Aku hanya penasaran… Bos Jiang, apakah kamu ingin mencoba sesuatu yang baru?”

Jiang Wang tersenyum. “Kamu cukup peka.”

“Benar, aku berencana membuka perusahaan properti. Masih dalam tahap pertimbangan.”

Fang Quanyou: …?!!

Tuan Jiang, apakah kamu benar-benar manusia??

Kamu berencana terjun ke berapa jenis industri dan menjadi raksasa bisnis??

Dia samar-samar menebak maksud Jiang Wang dan merasa seperti sedang menggenggam kesempatan emas untuk sukses. Dengan cepat, dia mengangguk setuju.

“Bos, kamu tahu sendiri, di mana pun kamu berada, aku akan ikut! Mulai sekarang, aku akan bekerja untukmu!”

Karena kesibukan kerja dan berbagai rencana, saat tiba hari perpisahan dengan Du Wenjuan, Jiang Wang justru tidak terlalu merasa sedih.

Sejak dua hari lalu, anak itu sudah murung. Biasanya dia bisa menghabiskan dua mangkuk besar nasi di malam hari, tapi begitu tahu ibunya akan pergi, dia bahkan tidak berselera minum sup. Dia ingin terlihat dewasa, tapi tidak berhasil.

Kali ini, Ji Linqiu pergi lebih awal ke Hangzhou untuk perjalanan dinas, jadi dia tidak ikut mengantar.

Du Wenjuan menarik koper dan berjalan di depan. Ketika hampir memasuki gerbang pemeriksaan tiket, dia menoleh ke Peng Xingwang.

“Xingwang,” panggilnya lembut. “Ibu akan pergi. Tidak mau memeluk ibu terlebih dulu?”

Anak itu menahan diri sebentar, lalu akhirnya berlari dan memeluknya erat.

Setiap kali melihat Peng Xingwang berlari ke pelukan ibunya, hati Jiang Wang juga terasa seperti dihantam sesuatu.

Dia menoleh ke samping, seperti malu untuk melihat pemandangan itu terlalu lama.

“Aku masih marah padamu.” Mata Peng Xingwang memerah.

Du Wenjuan agak terkejut. “Marah?”

Saat itu juga, anak itu sadar ibunya bahkan tidak tahu bahwa dia sedang marah. Dia menghentakkan kaki dan berkata dengan serius, “Kamu—kamu selalu pergi begitu tiba-tiba, lalu datang tanpa peringatan. Bagaimana aku bisa terbiasa dengan itu?!”

Setiap kali aku sudah terbiasa dengan kehidupan bersama ibu, kamu menghilang lagi. Aku… aku benar-benar sedih!!

Dia masih ingin sedikit bersikap manja, tapi akhirnya menahan diri dan berkata, “Tapi aku hanya marah selama sepuluh menit. Sudah selesai, kamu bisa pergi.”

Du Wenjuan menunduk dan mencium anaknya, tidak tahu harus menjawab apa.

“Saat kamu sendirian, dengarkan baik-baik kakak Wang dan kakak Linqiu. Jangan berkeliaran setelah sekolah. Ibu selalu mencintaimu dan akan berusaha sering datang menemuimu.”

Peng Xingwang mengangguk. “Sampaikan salamku kepada Paman Chang dan Yinyin.”

Du Wenjuan kembali memeluknya erat, lalu berjalan ke arah Jiang Wang dan juga memberinya pelukan yang kuat.

“Aku selalu mengkhawatirkanmu dan Linqiu, takut kalian akan disalahpahami dan dikritik.” Dia berbisik, “Bagaimanapun juga… aku harap kalian bisa menjalani hidup yang kalian inginkan. Sampai jumpa.”

Saat perjalanan pulang, hanya ada mereka berdua di dalam mobil. Rasanya kosong.

Peng Xingwang merasa sedih. Duduk di kursi penumpang, dia menatap keluar jendela dengan ekspresi murung, sedikit puitis dan melankolis. “Kak, apakah kamu mulai merindukan mereka?”

Jiang Wang menggigit permen lolipop, menyingkirkan batangnya, lalu berpikir sejenak. “Aku mulai berpikir… ada lima hari lagi sebelum sekolah dimulai. Apakah PR liburanmu sudah selesai?”

Peng Xingwang: …!!!

Hari berlalu, dan akhirnya sekolah resmi dimulai. Rumah menjadi benar-benar sepi.

Du Wenjuan tidak ada, anak itu juga tidak ada, Ji Linqiu masih sibuk dengan perjalanan dinasnya.

Kini, di rumah hanya tersisa Jiang Wang seorang diri.

Pada awalnya, dia mengira hari-harinya akan terasa sedikit sepi. Namun, ternyata rekan kerja dan teman-teman yang sebelumnya berjanji akan datang belakangan untuk berkunjung saat Tahun Baru mulai berdatangan tanpa henti. Sepertinya bagi mereka, perayaan Tahun Baru berlangsung hingga sebelum Festival Lampion.

“Saudara Jiang! Nilai matematika anakku benar-benar tidak naik-naik, kamu harus dengar ceritaku. Ayo, ayo, ambil sebatang rokok—”

“Bos Jiang!! Lama tidak berjumpa! Lihat, pabrik kami mengeluarkan model lampu meja klasik baru untuk Tahun Baru ini…”

“Selamat Tahun Baru! Semoga sukses besar! Bos Jiang, kita ini teman lama, ‘kan? Anak perempuanku belajar bahasa Inggris, tapi—”

Selama empat hingga lima hari berturut-turut, Jiang Wang terpaksa menjadi “bunga sosial”. Dalam waktu itu, ia menerima enam ekor lobster Boston, satu kotak besar kepiting, setumpuk teh Pu’er, dua pasang ayam hidup, dan banyak hadiah lainnya yang bahkan ia malas hitung.

Yang paling keterlaluan, suatu pagi pukul delapan, seseorang mengetuk pintu saat Jiang Wang bahkan belum sempat mengganti piyamanya. Begitu pintu terbuka, dia melihat dua pria membawa bathtub jacuzzi1Bathtub jacuzzi adalah jenis bak mandi yang dilengkapi dengan sistem pemijat menggunakan air atau gelembung udara. Bathtub ini memiliki jet air yang bisa memancarkan air dengan tekanan tinggi untuk memberikan efek pijatan pada tubuh. Biasanya digunakan untuk relaksasi dan terapi otot..

“Apakah Anda Tuan Jiang? Ini harus diletakkan di mana? Perlukah kami mengganti sepatu sebelum masuk?”

Di atas kepala Jiang Wang seperti muncul tanda tanya besar.

Baru setelah bathtub selesai dipasang, dia akhirnya menelepon dan mencari tahu. Ternyata, salah satu temannya yang pernah berkunjung ke rumahnya sebelumnya kebetulan mendengar bahwa semua kamar mandinya hanya memiliki shower. Teman itu langsung berinisiatif mencari dan membelikan bathtub model terbaik untuknya.

Dulu, sebelum ia berusia 27 tahun dan mengalami “kejadian tenggelam”, hidupnya sangat sederhana dan apa adanya. Sekarang, seluruh rumahnya telah memancarkan aura orang kaya baru, membuatnya agak canggung.

Saat sedang mengamati sekitar, berpikir untuk membagikan semua hadiah itu kepada staf perusahaannya, tiba-tiba bel pintu kembali berbunyi.

“Siapa lagi kali ini?” Jiang Wang mengeluh sambil berjalan ke pintu. Begitu pintu terbuka, ia melihat Ji Linqiu berdiri di sana, memegang seikat mawar champagne. Ji Linqiu sedikit terkejut mendengar nada kesal di suaranya, alisnya terangkat tipis.

“Linqiu —” Jiang Wang langsung mengambil bunga itu dengan satu tangan, sementara tangan lainnya memeluk kekasihnya erat-erat seperti anak anjing yang manja. “Rumah!! Rumah ini sudah penuh!! Bathtubnya penuh dengan kepiting dan lobster!! Aku bahkan tidak bisa berendam!!!”

Ji Linqiu hampir kehabisan napas karena dipeluk terlalu erat. Sambil berusaha mengatur napas, dia melihat ke dalam rumah, dan pemandangan yang tampak adalah tumpukan hadiah di mana-mana.

Baru saja turun dari pesawat, dia langsung dipaksa membantu Jiang Wang merapikan rumah yang berantakan.

Setelah menghabiskan sepanjang pagi untuk bersih-bersih dan hanya sempat makan sedikit, tubuh mereka berkeringat karena tidak menyalakan AC.

“Aku akan mengisi bathtub dengan air, semua seafood sudah masuk kulkas,” Ji Linqiu mengusap tengkuknya dan menghela napas. “Lain kali, jangan terima semua hadiah begitu saja. Kalau orang lain bawa dua barang, kamu ambil dua barang lain dan berikan kembali ke mereka.”

Jiang Wang menurut dan mengangguk, lalu tiba-tiba bertanya, “Mau berendam?”

“Ya?”

“Tunggu—kamu isi air terlebih dulu, aku akan keluar sebentar, sebentar saja!”

“Kamu mau ke mana?!”

Lima belas menit kemudian, Bos Jiang kembali dengan satu keranjang penuh bebek karet kecil.

Ji Linqiu menatapnya dalam diam. “Jika kamu berendam bersama sekumpulan bebek ini, aku tidak akan masuk.”

“Jangan begitu, bathtub-nya besar,” kata Jiang Wang dengan santai. “Kita akan main bersama, aku bagi dua untukmu.”

Beberapa hari ini, Ji Linqiu memang sengaja pergi untuk urusan bisnis, setengahnya karena pekerjaan, setengahnya lagi untuk menghindari orang tuanya.

Ayahnya sudah tahu bahwa dia tidak tertarik pada perempuan dan kemungkinan besar sudah berbicara dengan ibunya. Sejauh ini, belum ada reaksi apa pun dari mereka.

Tidak ada reaksi adalah reaksi terbaik untuk saat ini. Biarkan semuanya tenang dulu, nanti baru perlahan dibicarakan kembali.

Awalnya, hatinya sempat diliputi kekhawatiran, tapi sekarang, di rumah yang hanya ada mereka berdua, dia memilih untuk mengabaikan semua itu. Ji Linqiu melepas pakaian, membiarkan pikirannya kosong, dan masuk ke kamar mandi dengan kaki telanjang.

Saat pintu terbuka, ia melihat pria berotot yang tengah sibuk bermain dengan bebek karet di air.

Ji Linqiu: “…Tunggu, aku mau ambil foto dulu.”

Entah kenapa, menurutnya Jiang Wang ini sangat menarik.

Saat sedang serius dan dingin, dia terlihat menarik. Saat bertingkah bodoh seperti anak kecil, dia tetap menarik. Intinya, di matanya, dia selalu terlihat baik.

Setiap kali muncul pikiran seperti itu, Ji Linqiu selalu merasa dirinya terlalu mencintainya.

Jiang Wang bergeser ke sudut bathtub, lalu menepuk permukaan air dengan ramah. “Ayo, masuk.”

Ji Linqiu memotret beberapa kali, kemudian menyentuhkan ujung kakinya ke air. “Sedikit panas.”

Jiang Wang meletakkan dagunya di tepi bathtub, menatapnya dengan senyum menggoda.

“Belakangan ini kamu rajin berolahraga?”

“Kadang aku lari pagi,” Ji Linqiu meliriknya. “Masih jauh dibanding denganmu, tapi lumayan, ‘kan?”

“Mana bisa dibilang lumayan?” Jiang Wang mendekat dan mencium pipinya, membuatnya basah. “Masuklah, jangan sampai masuk angin.”

Saat mereka baru saja bersiap menikmati waktu santai bersama di bathtub, tiba-tiba bel pintu kembali berbunyi.

“Bos Jiang—”

“Aku, Da Chuan!! Bos Jiang!!”

“Kita, ‘kan sudah membuat janji untuk minum teh, apakah kamu lupa?”

Jiang Wang melihat Ji Linqiu yang masih basah kuyup, lalu melirik bebek karet yang mengapung ke sana kemari di air.

Sekarang dia benar-benar kesal.


KONTRIBUTOR

Rusma

Meowzai

San
Keiyuki17

tunamayoo

Leave a Reply