“Hongjun tidak bisa berhenti menangis, berpegangan pada Li Jinglong seumur hidup.”
Penerjemah : Keiyuki17
Editor : _yunda
Note: Yang diitalic berarti flashback
Di malam yang gelap, Li Jinglong berjalan keluar dari semak-semak tanpa suara, Pedang Kebijaksanaan ada di punggungnya, membungkuk, berpacu seperti cheetah yang melintasi sungai.
Di kejauhan, awan merah meledak di sekitar puncak tunggal, disertai dengan suara guntur yang tidak jelas.
Meminjam kegelapan malam, Li Jinglong melihat ke arah puncak timur di kejauhan. Itu adalah tempat di mana Hongjun membawanya untuk mendaki terakhir kali, dan juga pegunungan tempat Istana Yaojin berada.
Matahari terbenam, dan malam jatuh di atas Pegunungan Taihang. Semua burung kembali ke sarang mereka, dan dunia tampak mengambil wujud yang berbeda, saat monster yang tak terhitung jumlahnya dengan taring yang nyata dan cakar terhunus bersembunyi di dalam kegelapan. Li Jinglong menahan napas, mendengarkan dengan saksama, membedakan antara berbagai suara gemerisik yang datang padanya karena hembusan angin, tidak henti-hentinya mendekati pegunungan.
Pengait yang digunakan Hongjun masih ada di tangan Li Jinglong. Saat dia naik ke Istana Yaojin, dia terus memegangnya.
Di malam yang gelap, dia menoleh untuk melihat ke arah ribuan gunung yang tinggi, sebelum mengambil napas dalam-dalam. Ini kebetulan adalah malam yang dipenuhi awan, jadi seharusnya tidak ada burung yang memperhatikannya…
… baiklah, bergerak!
Dia mengayunkan pengait besi beberapa kali, dan hanya berdasarkan ingatannya saja, dia melemparkannya tinggi-tinggi. Ada suara ringan terdengar saat itu mengait ke sebuah pohon, dan Li Jinglong dengan cepat memanjat.
Di depan aula utama Istana Yaojin.
“Dia menyerap sedikit kebencian duniawi.” Qing Xiong terbaring lelah di tangga, sementara Chong Ming berdiri di belakangnya, menuangkan anggur obat dari atas ke luka di seluruh tubuhnya. Qing Xiong menanggung rasa sakit dan melihat ke arah Chong Ming.
“Jika kau mendengarkanku,” kata Chong Ming dengan dingin, “dan tidak mengirimnya turun gunung sejak awal, hari ini tidak akan terjadi.”
Qing Xiong tersenyum pahit.
Chong Ming melemparkan botol anggur ke tangga, membuatnya hancur berkeping-keping.
“Berapa lama lagi kita harus menunggu?” Tanya Chong Ming sekali lagi.
“Sampai besok saat fajar,” jawab Qing Xiong. “Aku akan menyegelnya sekali lagi, dan kali ini, itu seharusnya bertahan.”
Chong Ming berjalan ke sisi tempat tidur di aula, mengangkat Hongjun dengan kedua tangannya, memeluknya ke dekapannya saat dia berbalik dan berjalan menuju aula utama.
Postur tidur Hongjun sangat tenang, seolah-olah sama sekali tidak ada yang terjadi. Chong Ming mendekapnya, melewati aula utama, berhenti di depan pohon wutong di luar aula, dengan lembut menempatkannya di bawah pohon.
Dia bersandar di pohon wutong, dengan serius melihat ke arah langit. Hongjun berbaring di satu sisi, rantai di pergelangan kakinya melilit pergelangan tangan Chong Ming.
Bulan bersinar dengan terang, dan lautan awan bergelombang dengan cahaya perak. Di antara ribuan puncak Pegunungan Taihang, puncak tunggal berdiri seperti pulau tunggal di tengah lautan.
“Ayah, apa yang kau lihat?”
“Matahari.”
“Tapi itu belum terbit.”
“Segera,” jawab Chong Ming dengan serius.
Saat itu, Hongjun kecil duduk di samping Chong Ming, menyaksikan langit di timur perlahan-lahan menjadi putih seperti perut ikan. Pada malam hari, dia bermimpi, dan setelah bangun, dia pergi mencari Chong Ming ke mana-mana, dan menemukan dirinya di pelataran.
Dalam ingatannya, Chong Ming selalu duduk di sana dengan tenang. Jika dia tidak tidur, dia akan menatap ke kejauhan, tenggelam dalam pikirannya. Dia juga mengusap bekas luka dan tato di tubuh Chong Ming dan bertanya dari mana asalnya, hanya untuk mendengar Chong Ming menjawab bahwa dia sudah digigit ular.
“Ayah, apa yang kau lihat?” Hongjun kecil berlari melewati pelataran, menjulurkan kepala dari balik pilar, bertanya dengan rasa ingin tahu.
“Bulan.”
“Ayah, bisakah aku pergi ke alam manusia?”
“Tidak.”
“Qing Xiong berkata dia bersedia membawaku…”
Saat itulah Hongjun kecil melihat Chong Ming marah besar. Dia hanya menanyakan satu kalimat, namun Chong Ming dan Qing Xiong bertengkar hebat. Pada akhirnya, Qing Xiong terbang, meninggalkan Hongjun kecil, yang masih menunggu di sana dengan bodoh. Setelah itu, Chong Ming menjadi sangat kejam bahkan dia sama sekali tidak berbicara dengannya, dan hanya setelah tiga bulan penuh, permintaan maaf Hongjun kecil mendapat tanggapan.
Sejak saat itu, dia tidak pernah berani menyebutkan “alam manusia” lagi di depan Chong Ming, dan dia hanya bisa menunggu dengan lapar kunjungan langka Qing Xiong. Untungnya, setelah itu, Chong Ming perlahan berhenti marah, dan dia benar-benar berkata padanya.
“Anak burung yang baru bisa terbang meninggalkan sarangnya adalah kebenaran dunia yang tidak perlu dipertanyakan lagi, tapi dalam masalah dunia, tidak mungkin untuk menyeimbangkan keduanya. Jika kau ingin pergi ke alam manusia, kau bisa melakukannya, tapi jika kau pergi, maka jangan kembali.”
“Ayah, lihat, aku menyelamatkan seekor ikan…”
“Buang itu! Sampah macam apa ini?!”
“Ayah! Aku akan menjaganya dengan baik!” Hongjun sudah sedikit tumbuh, dan wajah pemuda itu semakin mirip dengan wajah Kong Xuan.
Ikan mas yao bersembunyi di belakangnya, gemetar ketakutan, berkata, “Penyelamat, aku pikir lebih baik membiarkannya…”
“Jangan takut,” kata Hongjun, menoleh ke arah ikan mas yao. “Ayahku hanya terlihat galak.”
Chong Ming: “…”
“Apakah kau akan memilih debu merahmu, atau memilih diriku?”
“Ayah, aku tidak sanggup kehilanganmu. Jika aku harus memilih…”
Tapi Chong Ming sudah mengangkat jari telunjuk dan jari tengahnya. Api kecil keluar dari ujung jarinya, dan dia mengusapkannya ke bulu panjang yang menempel di ikat pinggangnya.
Dengan deru api, ikat pinggang itu terbagi menjadi dua. Chong Ming berbalik dan bersandar ke jurang, dan saat dia meluncurkan tubuhnya ke udara, dia meledak dengan api yang berkobar-kobar, yang menyelimuti langit, tiba-tiba menerangi gelapnya malam. Membentangkan sayapnya, dia berubah menjadi phoenix yang menyala-nyala, yang memancarkan cahaya ke segala arah. Teriakannya bergema ke seluruh pegunungan, sebelum dengan kepakan sayapnya yang lembut, tanpa berlama-lama lagi, dia terbang menuju cakrawala.
“Ayah!” Hongjun hampir bergegas ke tepi tebing, namun dengan cepat dipeluk erat oleh Li Jinglong.
Li Jinglong memeluknya dengan erat, melihat ke arah Chong Ming yang terbang menjauh.
Malam itu, Hongjun mengulurkan tangannya ke tepi tempat tidur, dan Li Jinglong menggenggam tangannya, jatuh ke dalam tidur yang nyenyak. Dalam mimpinya, bayang-bayang daun pohon wutong di Departemen Eksorsisme menari-nari, membelah sinar matahari yang bersinar terang menjadi titik-titik cahaya seperti meteor yang jatuh, satu demi satu melayang ke bawah.
“Zhangshi…”
“Zhangshi, apa yang kau lakukan?”
“Zhangshi? Apa ini?”
“Kong Hongjun! Jangan menarikku saat kita di jalan…”
Di malam yang begitu gelap, jika dia mengulurkan tangannya, dia tidak bisa melihat jari-jarinya, hujan es turun dari atas kepala Li Jinglong. Dia menggigit papan kayu di antara giginya saat dia perlahan memanjat sepetak permukaan batu yang curam. Dia tidak berani menyalakan Cahaya Hati, takut bahwa itu akan memperumit masalah, dan berdasarkan ingatannya saja, dia mencari tempat di tebing untuk meletakkan anggota badannya.
“Kenapa yang kau katakan tidak pernah pas dengan apa yang kau maksud, itu tidak terlalu bagus…”
“Bukannya kata-kataku tidak sesuai dengan niatku, aku benar-benar tidak ingin memakannya!”
Li Jinglong mengangkat kepalanya dan melihat ke arah puncak tebing. Kegelapan menyelimuti dunia, tampak tanpa akhir. Dia menggigit papan kayu, terengah-engah tanpa henti. Kakinya hampir tergelincir saat dia sedang mengumpulkan tali yang terikat pada pengait, dan dia bertumpu lelah di tebing, menghela napas panjang.
Cahaya matahari bersinar terang saat dia melepaskan Hongjun dari genggaman tangannya. Dia ingin memukul kepalanya, tapi melihat bahwa wajah Hongjun dipenuhi dengan ekspresi kebingungan, serta mulutnya dipenuhi dengan kue-kue, dia kemudian mengulurkan kue untuk Hongjun makan. Li Jinglong kesal sekaligus geli; dia ingin memukulnya, tapi dia juga ingin menekannya ke dinding gang dan menundukkan kepalanya untuk mencium sudut mulutnya.
Li Jinglong beristirahat sejenak, sebelum dia mendorong tubuhnya naik ke atas batu, melangkah ke langkan, terus memanjat ke atas.
Hongjun berbaring di sisi kolam, dan angin sepoi-sepoi bertiup, mengisi kolam dengan riak. Wajah tidurnya lembut dan tenang, dan cahaya bulan menyelimuti tubuhnya dengan cahaya kristal, seperti air kolam yang hangat.
“Ini bahkan bernanah!”
Kulit mereka berdua saling bersentuhan saat Li Jinglong dengan teliti mengoleskan obat ke telinganya. Matanya dipenuhi rasa sakit, meskipun Hongjun masih tersenyum bahagia, kepalanya dimiringkan ke samping, bersandar di tepi kolam. Matanya bergerak bolak-balik saat dia mengamati Li Jinglong, wajahnya yang tampan memerah.
“Setelah membentuk keropeng dengan sendirinya, maka itu akan membaik.”
Dahi Li Jinglong berkerut dalam saat dia melihat ke arah Hongjun, yang hanya membalas senyumannya.
Dunia benar-benar gelap, dan tangan kanan Li Jinglong tidak berhenti gemetar. Gemetaran itu semakin kuat dan semakin hebat, dia mencengkeram tangan kanannya dengan erat menggunakan tangan kirinya, beristirahat sejenak di sedikit tebing yang menonjol.
“Zhangshi, aku akan pergi denganmu ba!”
“Jangan tarik! Ini kantor pemerintahan! Menurutmu apa yang sedang kau lakukan?”
Li Jinglong melepaskan genggaman tangan Hongjun padanya, berjalan keluar dari kantor pemerintah dengan langkah cepat. Dia berdiri di balik dinding, wajah dan telinganya merah membara, tidak tahu harus menangis atau tertawa. Dia mengeluarkan kutukan, meluruskan jubah bela dirinya, dan buru-buru pergi menuju Departemen Kehakiman.
Masih ada tiga shichen lagi dari perjalanan ini… Li Jinglong memperkirakannya. Hari itu, saat mereka berdua memanjat bersama, mereka lambat, tapi jika dia mendorong dirinya sendiri, dia masih bisa sedikit lebih cepat. Dia harus mencapai Istana Yaojin sebelum siang hari.
Dia melemparkan pengait itu, mengaitkannya pada sesuatu yang tinggi, dan memanjat tebing. Saat dia naik ke tempat yang lebih tinggi, sudah tidak ada lagi tempat untuk berdiri, jadi dia menusukkan papan kayu itu ke celah di permukaan tebing, satu tangannya meraihnya sehingga dia bergelantungan di sana. Dia menunduk, hanya untuk melihat petak kedalaman yang gelap gulita. Mustahil untuk menentukan seberapa jauh dia sudah mendaki, dan saat dia melihat ke atas, dia tidak bisa melihat jari-jari tangannya yang terulur.
Dia tidak berani untuk menjadi arogan, jadi dia hanya bisa menggunakan tangan kanannya untuk menyuntikkan kekuatan Cahaya Hati ke tali itu. Dia kemudian melemparkan tali itu ke atas kepalanya, dan tali itu terbang tinggi. Kaitnya menerangi seluruh permukaan tebing, seperti cahaya yang lemah.
Seperti cahaya di luar stasiun jalan di Saiwai, di malam bersalju dan berangin itu.
“Kau sengaja melakukannya!” Seluruh wajah Hongjun memerah. Dia bergegas mencari pakaian, menarik tali celananya dan menjauh dari tubuhnya.
“Mempertahankannya sampai tingkat ini, apakah kau berkhayal tentang menikah?” Li Jinglong duduk di satu sisi, tertawa sambil menopang kakinya.
“Aku tidak berpikir untuk menikah.”
Angin dingin bertiup, dan Hongjun meringkuk di selimutnya, menyandarkan kepalanya di lengannya, berbaring di satu sisi saat dia memeluknya. Satu kaki bahkan sudah melilit dirinya, dan jantung Li Jinglong berdetak kencang saat dia menoleh untuk melihat wajah tidurnya, sebelum perlahan menundukkan kepalanya. Bibir mereka terpisah kurang dari setengah cun saat Hongjun bergerak sedikit, kepalanya miring ke satu sisi, dan Li Jinglong segera menutup matanya, mengatur napasnya.
“Hongjun…” Li Jinglong berayun ke kiri dan ke kanan dengan susah payah saat dia meraih tali, menarik lengkungan ke permukaan tebing. Dia kemudian merasa tegang dan melompat ke tempat yang tidak terlalu jauh dan meraih batu yang menonjol keluar, seluruh tubuhnya menjuntai dari tebing itu.
Pada saat itu, jantung Li Jinglong sepertinya juga menggantung di udara, hidupnya tergantung pada seutas benang.
Dia menutup matanya, dan angin liar bertiup melewati telinganya. Di kuburan yang disapu oleh badai, api Mara meledak dari seluruh tubuh Hongjun, berputar di sekelilingnya dengan liar seperti belati terbang. Melawan serangan belati api iblis itu, Li Jinglong mengeluarkan pedangnya dan bergegas.
“Berhenti—!”
Dia merentangkan tangannya, dengan hangat merengkuhnya ke dalam pelukannya. Dada Li Jinglong bersinar dengan cahaya terang, dan api hitam di seluruh tubuh Hongjun tiba-tiba meledak dan menghilang, seperti salju yang mencair di bawah cahaya matahari yang cerah, atau gumpalan awan sebelum angin bertiup kencang. Api iblis berubah menjadi komet yang berdesing mundur!
Dengan ledakan kekuatan, Li Jinglong memanjat ke atas batu. Hari itu, dia sudah beristirahat di sini dan sudah menghindari es dan salju yang jatuh dari atas kepalanya — dia hampir sampai! Itu tepat di depan matanya!
Begitu bongkahan es itu runtuh, dia tanpa sadar berbalik dan memeluk Hongjun dengan erat. Saat balok-balok itu runtuh, jantung Hongjun berdegup dengan kencang, saat mereka berdua berdiri di sana saling menempel erat, pangkal hidung mereka saling menempel. Saat suaranya berkurang, dia melihat ke arah Hongjun dengan kegembiraan.
Dia bisa merasakan bahwa mereka berdua memiliki reaksi satu sama lain.
Kedua tangannya menempel di permukaan tebing saat dia menatap Hongjun dengan nakal, hanya berharap dia bisa menundukkan kepalanya dan mendaratkan ciuman di bibirnya.
Li Jinglong beristirahat sejenak, sadar bahwa dia sudah berada di antara awan, jadi dia sekali lagi menggigit papan itu, dan dengan energi yang mengalir deras, dia sekali lagi melemparkan talinya. Tangannya naik dan menariknya, melompat ke celah di ujung yang lain, sekali lagi menyematkan papan ke dalamnya!
Pada saat itu, dia menerobos awan gelap yang mengepul pekat, dan dia tiba-tiba melihat cahaya. Cahaya perak bersinar di sekitar; di atas lapisan awan adalah dunia cahaya yang terang benderang!
Bulan yang cerah terbit di atas jajaran Tianshan, membelah lautan awan yang luas.1
Di langit sebelah barat, cahaya bulan bersinar, menyelimuti lautan awan. Di bawah cahaya bulan itu, Li Jinglong menoleh ke belakang dengan tidak percaya, hanya untuk melihat bahwa puncak Pegunungan Taihang berdiri seperti pulau-pulau tunggal yang muncul dari laut, bergelombang satu demi satu.
Bulan yang cantik tergantung di langit, dan semuanya tampak sunyi. Hanya ada angin sepoi-sepoi di bawah lapisan awan, bertiup lembut menuju cakrawala.
Dengan suara yang sangat pelan, pengaitnya tersangkut di pagar pelataran, dan Hongjun terbangun.
Dia membuka matanya. Cahaya bulan bersinar dari kejauhan di timur, dan di bawah bayangan pohon wutong, Chong Ming masih tertidur lelap. Hongjun menundukkan kepalanya untuk melihat rantai di pergelangan kakinya, sebelum kemudian melihat ke ujung pelataran.
Li Jinglong menyimpan pengaitnya, tangan kanannya gemetar tanpa henti. Dia berbalik dan melihat ke arah Hongjun, di tepi kolam renang.
Hongjun: “…”
Hongjun melebarkan matanya, namun Li Jinglong mulai tersenyum. Dia terengah-engah diam-diam, dengan sungguh-sungguh mengawasinya, melakukan yang terbaik untuk tidak membuat suara apa pun. Dia mulai berjalan ke arahnya, perlahan, dengan lelah, tapi kemudian mendekatinya dengan cepat, membungkuk, membuka tangannya, dan menarik Hongjun ke dalam pelukan erat.
Langitnya memutih seperti perut ikan, tapi Hongjun tidak bisa berhenti menangis, seperti berpegangan pada Li Jinglong seumur hidup. Li Jinglong menunduk, menberikan sebuah ciuman ke rambutnya.
“Sshh,” Li Jinglong menyuruhnya diam, berbisik di dekat telinganya. Dia kemudian melihat ke arah Chong Ming yang tidur nyenyak, sebelum dia melambai ke Hongjun, menunjuk ke rantai tipis di pergelangan kakinya. Hongjun menggelengkan kepalanya, lalu mengangkatnya untuk memperlihatkannya ke Li Jinglong.
Dengan satu lutut di tanah, Li Jinglong mengerutkan alisnya, memikirkan beberapa cara untuk mengatasinya, tapi Hongjun diam-diam memeluk pinggangnya. Li Jinglong ingin melepaskan lengan Hongjun yang melilitnya sehingga dia bisa mencari sesuatu untuk memutuskan rantai ini, tapi Hongjun tidak melepaskannya.
“Lepaskan…” Li Jinglong berbisik pelan di telinganya.
Hongjun terus memeluknya seperti ini, tanpa mengucapkan sepatah kata pun. Pada saat itu, dia akhirnya tersadar akan suka dan duka, kesedihan dan kemarahan, banyak emosi yang bercampur aduk yang dia rasakan sebelumnya…
Segala macam emosi, semua karena keinginannya untuk mengandalkan dan melindungi satu sama lain, dan mengkhawatirkan apa yang akan dia menangkan dan kalahkan. Dia tidak tahu dari mana takdir ini datang, atau apa penyebabnya, tapi itu ada di mana-mana, seperti bulu lembut yang menutupi dunia, dengan lembut mendarat di bagian paling rapuh dari hatinya.
“Lepaskan, Hongjun,” bisik Li Jinglong, dengan lembut menepuknya. Dia hampir gila karena khawatir, tapi dia masih merendahkan tubuhnya untuk membuat mulutnya berada di dekat telinganya. “Kita naik ke sini dengan susah payah, bagaimana kau bisa membuatnya marah?”
Hongjun melepaskannya, matanya dipenuhi dengan air mata saat dia melihat Li Jinglong.
Li Jinglong menatap matanya, dan tiba-tiba memiliki keinginan untuk menariknya kembali ke dalam pelukannya. Tapi ini benar-benar bukan waktunya untuk bersenang-senang akan perasaan ini, dalam situasi ini dan tempat ini. Dia memberi isyarat, menunjukkan bahwa Hongjun harus menunggu di sini sementara dia sendiri membungkuk dan melewati kolam, mengintip ke aula utama, mencari alat tajam untuk membuka rantai itu.
Hongjun memberi isyarat pada Li Jinglong, membuat bentuk pisau lemparnya sendiri, tapi Li Jinglong hanya melambaikan tangannya dan menunjuk dirinya sendiri, yang artinya Hongjun bisa mengandalkan dirinya. Tepat saat dia akan bangkit, dia tiba-tiba berhadapan dengan Qing Xiong, yang terhuyung-huyung keluar dari aula utama.
Dada Qing Xiong penuh dengan luka, dan dia berbau anggur obat. Seketika suasana menjadi tegang. Hongjun menoleh untuk melihat Chong Ming, masih tidur nyenyak di bawah pohon, sebelum kemudian menatap Qing Xiong, sekarang merasa cemas luar biasa.
Li Jinglong mengulurkan tangannya dan menarik Pedang Kebijaksanaan dari punggungnya. Tangan kanannya bergetar, tapi dia memaksanya untuk tetap tenang sambil menatap Qing Xiong.
Wajah Qing Xiong tertuju padanya, dan dia tiba-tiba mengucapkan sesuatu. Hongjun tidak bisa melihat, namun Li Jinglong membaca gerakan bibirnya dan mengerti—
— Berjanjilah padaku bahwa bahkan jika kau mati, kau harus berubah menjadi hantu mayat yang jatuh dalam pertempuran untuk melindunginya.
Li Jinglong mengerti, dan dia meletakkan pedangnya kembali ke punggungnya, menganggukkan kepalanya dengan sangat lambat.
Pada detik berikutnya, Qing Xiong melambaikan tangan kirinya, dan bulu hitam berbintik dengan bintik emas berputar keluar, langsung mematahkan rantai yang mengikat Hongjun. Tepat setelah itu, dengan jentikan lembut, Li Jinglong merasa bahwa gelombang kekuatan besar mengalir ke arah mereka, dan seluruh tubuhnya terlempar keluar melewati pelataran!
Setelah melihat ini, Hongjun segera melompat untuk menangkap Li Jinglong, tapi Li Jinglong meraih pergelangan tangan Hongjun dengan memegangnya seperti tang, menariknya ke pelukannya, dan memeluknya dengan erat.
Hongjun: “!!!”
Bulu Peng Raksasa Bersayap Emas melesat ke arah Li Jinglong, tiba-tiba berubah menjadi sayap cahaya yang membawa mereka berdua terbang menjauh dari pelataran. Dengan sedikit jentikan jarinya, lima cahaya melesat seperti meteor menembus kegelapan tepat sebelum fajar. Dengan satu tangan memeluk Hongjun, Li Jinglong menangkap cahaya dengan tangan lainnya — itu adalah Cahaya Suci Lima Warna dan empat pisau lempar.
Hongjun memeluk Li Jinglong, yang, dengan sebuah jentikan, membelah lautan awan dengan kepakan sayap cahaya. Dengan matahari terbit di punggung mereka, mereka terbang menuju ujung pegunungan!
Awan melesat dengan cepat, saat ledakan keras datang dari Istana Yaojin di kejauhan!
Mereka berdua menoleh saat suara yang mengguncang bumi tiba-tiba datang kepada mereka. Bola api yang berkobar panas dan bola awan emas, terjerat satu sama lain, bergegas keluar dari lautan awan, mengirimkan angin kencang yang menyapu lapisan kabut.
“Itu Chong Ming!” kata Hongjun. “Chong Ming sudah bangun!”
Li Jinglong tidak menanggapi. Dia hanya mengencangkan cengkeramannya ke tubuh Hongjun, yang tidak bisa menahan diri untuk tidak menoleh untuk melihatnya, tapi Li Jinglong menggunakan telapak tangannya untuk menutupi matanya. Keduanya terbang lebih cepat dan semakin lebih cepat, berdesing melalui celah ngarai, melewati lembah di luar Pegunungan Taihang, sebelum berguling-guling di tanah, jatuh ke rumput.
Hongjun tersandung dan memanjat ke ketinggian. Li Jinglong mengejarnya, berteriak, “Hongjun!”
Hongjun berdiri di tengah gunung, dengan kaku melihat ke arah Istana Yaojin di kejauhan. Chong Ming tampaknya sangat marah, dan phoenix serta peng raksasa bersayap emas berubah menjadi awan bercahaya yang bentrok berkali-kali, menabrak satu-satunya puncak yang sudah memenjarakannya, membuatnya runtuh. Saat puncak runtuh, awan debu menyapunya.
Hongjun berbalik lagi untuk melihat Li Jinglong, yang memperhatikan Hongjun dengan rasa bersalah.
“Maaf, aku tidak menduga hal itu pada akhirnya…”
Hongjun melompat ke depan dan memeluknya dengan erat.
Komentar Penerjemah :
Nia: Curhat dikit nih, pas ngedit ch ini jujur kek ch paling lama dari semua ch tianbao yang pernah aku edit, soalnya dari malam Ampe malam berikutnya. Entah kenapa perasaan emosional yang Li Jinglong rasakan ketika dia manjat gunung terus keinget Ama kenangannya bareng Hongjun tuh bikin aku terlalu mendalami alurnya. Dan akhirnya pas ngedit kek berat banget.
😭😭
Bab Sebelumnya | Bab Selanjutnya
KONTRIBUTOR
yunda_7
memenia guard_
Terima kasih udah translate novel ini.
Aku ngerti perasaan penerjemah, baca chapter ini dan sebelumnya ini bikin sesek
sama-sama yaaa, selamat membaca woel ^^