Penerjemah : Keiyuki
Proofreader : Rusma


“Itu adalah seorang pria yang diikat dengan tali, rambutnya tergerai dan acak-acakan, seluruh tubuhnya berlumuran darah.”


Peringatan Konten: Penyebutan momen-momen seksi yang tidak eksplisit.


Saat kelompok tersebut terus membicarakan masalah itu, Hongjun perlahan-lahan memahaminya. Pertarungan untuk menghidupkan kembali negaranya yang harus dihadapi A-Tai bukan sekedar tindakan pengkhianatan biasa, juga bukan pertarungan untuk memenangkan hati rakyat dan mendapatkan kembali kekuasaan politiknya. Kesulitan sebenarnya adalah mereka harus melawan Ilahi dalam proses ini.

Di dataran Sassanid, Zoroastrianisme pada dasarnya sudah lenyap sepenuhnya dan digantikan oleh Islam. Kuil-kuil suci sudah diubah menjadi masjid, dan sejak lahir hingga mati, generasi demi generasi, anak-anak dibesarkan dengan keyakinan yang tak tergoyahkan terhadap Tuhan baru mereka. Catatan para dewa lama sudah dihancurkan, dan setelah catatan-catatan tertulis dihancurkan, misteri dan cerita agama tidak bisa bertahan selama lebih dari lima puluh tahun. Kemunduran Zoroastrianisme dimulai sejak lama, saat klan lsai meninggalkan wilayah ini.

Dan Abbasiyah kini sudah sangat asing dengan agama Zoriastrian. Mereka tidak mengenali dewa Zoroaster, yang sudah menganugerahkan kepercayaan pada negeri ini, dan mereka juga tidak mengenali teks-teks kuno Avesta. Bahkan para anggota karavan dan juru bahasa yang melakukan perjalanan ini bersama mereka sebagai penyamaran sudah lama menjadi orang yang beriman kepada Islam.

Bisakah pertempuran ini dimenangkan? Hongjun tidak bisa menahan diri untuk tidak bertanya-tanya.

Mereka meninggalkan Jalur Hangu dan menuju Yadan. Dalam perjalanannya, Hongjun menyempatkan diri untuk keluar dan bertemu dengan pamannya, Jia Zhou, setelah bertahun-tahun berpisah. Jia Zhou sangat khawatir dengan Pemberontakan Anshi, dan Hongjun mengetahui banyak informasi dari pamannya. Li Heng naik takhta dan mengubah nama zaman menjadi Zhengde; dia juga bersekutu dengan Uyghur.

Saat mereka sampai di Guazhou, kebetulan ada rombongan besar Pasukan Uyghur bergerak masuk melalui jalur tersebut, melaju menuju Dataran Tengah untuk membantu Li Heng mendapatkan kembali wilayah yang sudah hilang. An Lushan sudah melarikan diri kembali ke Luoyang, dan suku yao sudah diberantas; yang tersisa hanyalah pertempuran yang harus diselesaikan oleh manusia. Guo Ziyi memimpin sebagian besar pasukan, dan bersama pasukan sekutu Uyghur, bersiap menerobos hingga ke Komando Sha’an.

Li Jinglong memperhatikan pasukan Uyghur melewati kota di bawah dengan tatapan khawatir. Dia takut jika mengusir serigala, mereka justru mengundang harimau masuk1Pada dasarnya dalam upaya mengusir An Lushan, Li Heng sudah bersekutu dengan kekuatan yang lebih kuat lagi yang, jika mereka menyerangnya, akan mematikan., tapi Departemen Eksorsisme tidak berhak lagi ikut campur dalam masalah ini.

“Ayo,” kata Jia Zhou. “Hongjun, izinkan aku mengajakmu untuk minum segelas anggur lagi, karena di sebelah barat Jalur Yang, tidak akan ada kenalan lama yang bisa ditemukan2Dari puisi Wang Wei.. Bersulang!”

Setelah Hongjun, para exorcist, dan Jia Zhou selesai, Jia Zhou memimpin pasukan dan secara pribadi mengantar mereka melewati jalur tersebut. Baru setelah angin mulai menyapu pasir di sekitar mereka, pasukan Tang akhirnya berbalik dan kembali.


Setelah meninggalkan Jalur Yang, jalan terbentang, sepi dan sunyi, di depan mereka. Di sepanjang jalan terdapat sebagian besar Gurun Gobi, dan setiap hari atau satu setengah hari, akan ada titik jalan dimana mereka bisa mengisi kembali persediaan air bersih mereka. Banyak titik jalan yang kosong dari penduduk, hanya menyisakan sedikit oasis di belakang tempat kolam berada. Perbedaan suhu antara siang dan malam sangat besar, dan saat malam tiba, cuaca sangat dingin sehingga setetes air bahkan bisa membeku.

Hongjun menyukai langit malam di sini. Tidak ada gunung yang menghalangi pandangan, dan langit tampak cerah serta tidak berawan sepanjang ribuan li. Pada malam hari, dia serta Li Jinglong sering membungkus diri mereka dengan selimut dan bersandar di tumpukan batu, memandangi sungai berbintang yang mengalir di langit.

“Qing Xiong benar.”

Suatu hari, Hongjun akhirnya tidak bisa menahan diri untuk tidak memberi tahu Li Jinglong apa yang terjadi di Tanah Suci, dan itulah penilaian yang tiba-tiba diberikan oleh Li Jinglong.

Hongjun terkejut. “Apa kau sudah mengetahui semuanya?”

Sudut mulut Li Jinglong sedikit terangkat. “Sepertinya.”

Hongjun menghela nafas. “Maaf, aku seharusnya tidak menyebutkan ini padamu…”

“Tidak,” jawab Li Jinglong. “Jika kau tidak mengatakannya, maka kau akan melewatkan banyak hal yang tersembunyi di detailnya.”

Hongjun bertanya, “Mungkinkah aku melewatkan sesuatu? Lagi pula, selama aku masih hidup, aku tidak akan menyetujui saran apa pun yang mereka berikan mengenai masalah ini.”

“Siapa?” Tanya Li Jinglong.

Hongjun: “Tentu saja itu adalah empat raja yao yang agung.”

Li Jinglong menjawab, “Apa keempat raja yao semuanya mengakuinya?”

Saat Hongjun ditanyai akan hal itu, dia langsung merasakan sesuatu. Li Jinglong melanjutkan dengan santai, “Saat aku mengatakan bahwa Qing Xiong melakukan hal yang benar, aku tidak mengacu pada kata-kata yang dia katakan tentang suku yao yang menggantikan umat manusia dan menciptakan kerajaan abadi mereka. Aku mengacu pada bagaimana dia tidak memaksamu untuk mengambil keputusan. Ini sangat penting.”

“Itu karena Feng’er muncul,” jelas Hongjun. “Saat itu, saat aku melihat matanya, aku bahkan merasa keadaannya sedikit dalam bahaya.”

Tapi Li Jinglong melambaikan tangan. “Feng’er kebetulan memberinya cara untuk mundur. Saat kau memikirkannya kembali, saat itu Qing Xiong mengusulkan apa yang dia lakukan, bagaimana reaksi keempat raja yao?”

Hongjun menjawab, “Tidak ada dari mereka yang mau…”

Saat dia sampai pada titik ini, reaksi raja hantu mayat dan Yu Zaoyun dengan cepat terlintas di kepalanya. Kedua raja yao sudah bergerak untuk berbicara namun justru menghentikan diri mereka sendiri, sementara dewa Kun tetap diam – inilah yang membantu Hongjun memahami hipotesis Li Jinglong.

“Dewa Kun membantunya,” jawab Li Jinglong dengan mudah. “Tidak mungkin mereka berdua tidak tahu apa yang dipikirkan satu sama lain.”

Hongjun merenung sejenak, sebelum mengangguk. Li Jinglong melanjutkan, “Adapun raja rubah dan raja hantu, aku tidak percaya mereka setuju dengan pilihan Qing Xiong.”

“Tapi mereka tidak bersahabat dengan Istana Yaojin,” kata Hongjun. “Aku merasa seperti… raja hantu masih merasa… mm, relatif ramah terhadap manusia, setidaknya lebih ramah daripada Chong Ming. Yu Zaoyun, sebenarnya menurutku, sebelumnya jatuh cinta dengan kaisar tua.”

“Di sinilah letak masalahnya,” kata Li Jinglong. “Itulah mengapa mereka tidak akan pernah memilih Qing Xiong sebagai raja baru yao secara keseluruhan, karena menurut Qing Xiong, mereka lebih dekat dengan manusia. Memilikimu sebagai pemimpin mereka adalah sesuatu yang bisa mereka semua terima: kau dilahirkan dari Istana Yaojin, jadi kau memiliki hubungan yang mendalam dengan Qing Xiong dan Yuan Kun. Kau adalah penerus Chong Ming, dan kau juga…”

Saat dia sampai pada titik ini, Li Jinglong terkekeh. “Kau juga adalah Nyonya Markuis.”

“En.” Hongjun mengangguk, wajahnya sedikit merah. “Mungkin.”

“Dewa Kun dan Qing Xiong keduanya memahami dengan jelas,” Li Jinglong melanjutkan, “bahwa dari sudut pandang kebanyakan, hanya kau yang bisa mengumpulkan kembali empat raja besar yao dan membangun tanah suci baru. Jika tidak, Yuan Kun tidak akan bertanya padaku untuk ‘mayat’ dan ‘jiwa’.”

Hongjun perlahan mulai mengerti. Li Jinglong melanjutkan, “Jika Qing Xiong memaksamu untuk membuat keputusan, suku yao pasti akan berselisih satu sama lain sekali lagi. Feng’er tampaknya sudah menyela pembicaraanmu, namun sebenarnya memberikan Qing Xiong cara untuk mundur.”

Hongjun terdiam, dahinya berkerut. Li Jinglong menyimpulkan, “Kadang-kadang, aku bahkan curiga bahwa Yuan Kun adalah kekuatan pendorong di belakang Qing Xiong, dan dialah yang memengaruhi keputusanmu. Yongsi juga sering mengatakan bahwa niat dewa Kun terlalu sulit untuk dibaca.”

Hongjun berkata, “Belum sampai pada titik itu, ‘kan… Alasan utama aku bisa bertahan adalah karena Yuan Kun.”

Li Jinglong mengangguk, dan dia berhenti berbicara. Hongjun mencari pikirannya sebelum melanjutkan. “Akan selalu ada cara untuk menyelesaikan masalah secara perlahan, selama kita berdua bersama. Ngomong-ngomong, sepertinya cuaca akan semakin dingin. Apa kau kedinginan?”

Mereka berdua meringkuk di bawah selimut wol. Di dalam selimut, Li Jinglong membuka kancing pakaian Hongjun dan menyentuh kulitnya, berbisik, “Biarkan aku menghangatkanmu.”

Tubuh telanjang Li Jinglong seperti tungku yang terbakar, dan setiap kali dia melingkari Hongjun, menyentuhnya, dan masuk, Hongjun merasa sangat bahagia. Setelah meninggalkan Jalur Yang, para exorcist pada awalnya mengadakan pertemuan setiap hari, tapi menjelang paruh kedua perjalanan mereka, pada dasarnya mereka sudah mengatakan semua yang ingin mereka katakan, jadi mereka masing-masing tetap berada di dalam kereta, bersembunyi dari panas. Meski sudah hampir bulan kesepuluh, Jalur Sutra masih terik karena panas. Sulit bagi mereka berdua untuk bermesraan di siang hari, karena meski beberapa kali saling bergesekan, mereka tetap lengket karena keringat.

Tapi Lu Xu pernah memberi tahu Hongjun tentang sebuah metode, daripada takut panas, lebih baik dia mengabaikannya. Hongjun mencobanya, dan hal itu memberikan kesan berbeda pada kegiatan mereka. Keduanya saling berpelukan di dalam kereta, keduanya berkeringat deras. Punggung, bahu, serta dada Li Jinglong dipenuhi keringat, yang mengeluarkan aroma kekuatan serta maskulinitas dan membuat darah Hongjun memanas. Begitu mereka mulai, pada dasarnya mereka tidak akan pernah bisa berhenti.

Tentu saja, jenis permainan ini memiliki persyaratan tertentu, yaitu mereka harus mandi setiap hari. Untungnya, memasuki paruh kedua Jalur Sutra, setiap titik jalan memiliki sumber air yang memadai, sehingga saat senja, semua orang bisa mandi. Setelah mandi, mereka kemudian mengoleskan sedikit parfum ke tubuh mereka, dan Hongjun akhirnya mengerti mengapa tercium aroma yang begitu kuat dari orang Semu dan orang-orang di Wilayah Barat.


“Hongjun,” Lu Xu berbisik ke telinga Hongjun, mengguncangnya dengan lembut. “Ikutlah denganku ke suatu tempat.”

Hongjun dengan muram bangkit dan menatap Lu Xu. Dia mengganti pakaiannya, masih pusing karena tidur saat dia mengikutinya keluar.

“Kemana kita akan pergi?” Tanya Hongjun.

Lu Xu terus berjalan ke depan. Kota Bazhyn sangat kecil, dan daripada menyebutnya kota, akan lebih tepat jika menyebutnya desa. Wilayah itu terdiri dari sekitar sepuluh atau lebih rumah yang terbuat dari tanah, dengan pintu terbuka untuk memungkinkan pedagang yang lewat melakukan bisnis. Ada dua jalan, satu vertikal dan satu horizontal, membentuk salib. Tidak ada tembok kota di luar, dan hanya ada sekitar sepuluh penduduk desa yang tinggal di sana pada suatu waktu. Kebanyakan orang adalah pedagang yang lewat.

Melewati bagian belakang kota, setelah mendaki bukit, mereka sampai di Laut Aral. Ada sebuah gunung tinggi di sisi barat Laut Aral, dengan bangunan aneh dibangun di atasnya.

Hongjun kembali sadar, dan dia menatap bangunan itu dari jauh.

Lu Xu berkata, “Aku akan membawamu, ayo naik.”

Dan mengatakan itu, dia berubah menjadi Rusa Putih. Pada suatu sore yang cerah, mereka terbang melintasi Laut Aral, membelah ombak saat berangkat, terbang menuju puncak gunung.

“Tempat apa ini?” Tanya Hongjun dengan rasa ingin tahu.

“Ini adalah bekas rumah Qiong-ge dan A-Tai,” jawab Rusa Putih.

Hongjun ingat. A-Tai sudah menyebutkannya sebelumnya, bahwa salah satu kuil Zoroastrianisme terletak di gunung tinggi tepat di tepi Laut Aral. Dulunya merupakan tempat Zoroaster menyebarkan ajarannya, dan kemudian dibangun menjadi kuil.

“A-Tai dan Qiong-ge sama-sama lahir di kuil ini,” kata Lu Xu, berjalan berdampingan dengan Hongjun menuju reruntuhan kuil itu. Gulma memenuhi ruangan sekarang. “Turandokht dan A-Tai juga bertemu di sini.”

“Bagaimana kau tahu begitu banyak?” Hongjun membersihkan tanaman merambat yang tumbuh subur sebelum membuka pintu itu.

Lu Xu: “Qiong-ge memberitahuku.”

Hongjun: “Oho.”

“Apa yang kau maksud dengan ‘oho’?” Tanya Lu Xu tanpa ekspresi.

“Maksudku itu artinya secara harfiah,” kata Hongjun sambil menatap Lu Xu dengan penuh tanda tanya. “Apa kalian sering mengobrol diam-diam satu sama lain?”

Lu Xu: “Kami tidak melakukannya! Dan apa yang kau maksud dengan ‘diam-diam’! Saat kami ditugaskan untuk suatu tugas bersama, kami akan mengobrol sedikit satu sama lain!”

Ashina Qiong tidak pernah memberi tahu Hongjun tentang masa lalunya, mungkin karena Li Jinglong serta Hongjun bersama. A-Tai sudah sering memperingatkan Ashina Qiong untuk tidak membuat masalah bagi dirinya sendiri, jadi Ashina Qiong banyak menahan diri. Dia bahkan tidak membuat banyak lelucon tentang Hongjun, dan di masa lalu, dia akan sedikit menggoda Lu Xu, tapi sekarang dia bahkan tidak berani menyentuh Lu Xu. Tetap terkurung di Departemen Eksorsisme hari demi hari juga terasa menyesakkan.

Hongjun: “Dia bisa menggoda Zhao Zilong.”

Lu Xu: “…”

Hongjun sebenarnya sangat menyukai Ashina Qiong. Bukan hanya dirinya; dia merasa bahwa setiap rekannya sangat bisa diandalkan, dan masing-masing dari mereka akan mempertaruhkan segalanya demi rekan mereka. Saat Lu Xu berjalan menuju altar pengorbanan, Hongjun sangat memahami apa yang sedang terjadi.

“Kau ingin memahaminya,” kata Hongjun.

“Tidak,” Lu Xu menyangkal. “Kau terlalu memikirkannya. Aku hanya merasa kalau dia sedikit…”

Ada sejumlah besar mural yang terpampang di dinding aula suci, menggambarkan Zoroaster yang menyebarkan ajarannya serta menceritakan dongeng Persia kuno. Mereka berdua berdiri bahu-membahu dan melihatnya sebentar, sebelum Lu Xu menyelesaikan kalimatnya. “…Kesepian”

Hongjun sedikit mengernyit mendengarnya. Lu Xu melanjutkan, “Tapi ini bukan tujuanku. Zhangshi hanya ingin aku memeriksa dan melihat apakah Qiong-ge bisa menjadi salah satu dari enam pembawa artefak tersebut. Lagipula, dia dan A-Tai sama-sama lahir di sini.”

Hongjun melihat ke setiap sudut aula dewa, termasuk ke kuburan di belakang gunung. Sebuah prasasti sudah ditulis di sana dalam bahasa Persia. Tak satu pun dari mereka mengerti apa yang tertulis disana, tapi Hongjun tiba-tiba menemukan tempat dengan sebuah simbol yang cocok dengan simbol yang disulam di jubah A-Tai.

“Pendeta Agung,” kata Hongjun, “adalah Li Shifu Guinian dan A-Tai.”

“Lihat apakah ada pengungkit di sekitar sini,” kata Lu Xu. “Karena ini adalah hal yang sangat penting, mengapa Jinglong dan yang lainnya tidak datang sendiri?”

Saat ini, Li Jinglong, Qiu Yongsi, dan Mo Rigen bertanya-tanya tentang pergerakan A-Tai. Fakta membuktikan bahwa A-Tai pernah datang ke Kota Barzin, bahkan pernah bertemu dengan orang tertentu di sini. Menurut prediksi Li Jinglong, kemungkinan besar orang tersebut adalah Aman Hurkado. Namun A-Tai dan Ashina Qiong pergi begitu tergesa-gesa hingga belum kembali ke tempat mereka dilahirkan.

Tugas Lu Xu dan Hongjun adalah melihat apakah ada pintu masuk atau keluar vena bumi di tempat ini. Secara teknis, seharusnya tidak ada. Namun, begitu Hongjun dan Lu Xu diberi tugas untuk dikerjakan bersama, mereka berdua senang mengobrol tentang apa saja dengan santai. Kadang-kadang mereka berbicara tentang Qiu Yongsi, kadang-kadang mereka berbicara tentang Ashina Qiong, Mo Rigen, dan Li Jinglong, tapi anehnya mereka sama sekali tidak terlalu tertarik pada A-Tai. Mungkin karena mereka mengira dia lebih cantik dari seorang gadis sehingga mereka tidak terlalu tertarik padanya.

Api Suci sudah padam, dan tidak ada cara untuk menyalakannya kembali. Beberapa anglo tertutup sisa-sisa api yang pernah berkobar di sana. Lu Xu tiba-tiba berkata pada Hongjun, “Kemari dan lihatlah.”

Hongjun masuk ke dalam ruangan. Sinar matahari menyinari celah-celah di bagian atas taman. Ini adalah halaman Persia bergaya sangat klasik, dengan beberapa air mancur kecil terletak di tengahnya. Lu Xu menunjuk, “Lihatlah kedua patung ini. Sisi kiri salah satu patung dan sisi kanan patung lainnya sangat halus, seolah-olah seseorang sudah memutarnya dengan paksa.”

Hongjun berpikir, orang macam apa kalian semua, yang bisa melihat perbedaan terkecil sekalipun seperti ini? Dia mengulurkan tangan, dan dengan bantuan Lu Xu, memindahkan patung-patung itu. Saat keduanya mulai berbalik, tanah tiba-tiba bergemuruh dan tenggelam, memperlihatkan sebuah lorong.

“Wow.” kata Hongjun. “Apa ada harta karun?”

Mereka berdua menggaruk-garuk kepala sebelum Hongjun memimpin jalan masuk. Di dalam ruangan yang gelap, Hongjun menjentikkan jarinya dan menciptakan api kecil di tangannya, yang menerangi ruang bawah tanah itu.

Ruang bawah tanah benar-benar kosong kecuali pintu di ujung yang lain. Di belakang pintu ada lorong suram yang membentang ke dalam kegelapan, mengarah lebih jauh ke bawah tanah. Hongjun menghitung langkah yang sudah mereka ambil, sebelum berkata pelan, “Kita seharusnya berada di bawah Laut Aral!”

Lu Xu tiba-tiba tersandung. Dia tersandung sesuatu, dan keduanya menunduk pada saat bersamaan. Cahaya menyinari wajah seseorang.

Hongjun dan Lu Xu berteriak pada saat bersamaan.

Itu adalah seorang pria yang diikat dengan tali, rambutnya tergerai dan acak-acakan, seluruh tubuhnya berlumuran darah. Hongjun bertanya, “Bagaimana mungkin seseorang bisa sampai di sini?!”

“Apa dia mati?”

“Mari kita lihat…”

Hongjun menepuk pipi pria itu, menyingkirkan rambutnya yang berlumuran darah. Wajah yang familier muncul, dengan janggut yang sudah berhari-hari tidak dirawat dan retakan di sudut matanya. Dia kurus luar biasa, dan semua jari-jarinya patah.

–Ashina Qiong.

Hongjun: “…”

Lu Xu: “…”


Catatan Editor:

Hai ini Rusma, di bab ini dan beberapa bab sebelumnya dalam novel ini menyinggung tentang sejarah Islam. Aku pribadi sedikit kurang nyaman pas baca apalagi pandangan aku pribadi dengan Penulis -Feitian Gege– sedikit berbeda pada sejarah yang di sebutkan dalam novel, walau ini cuma fiksi yaa, hanya saja penyampaiannya terkesan Islam agak brutal. Tapi sejarah Islam menaklukkan Persia itu benar adanya, jika kalian tertarik membaca atau hanya ingin tahu kebenarannya bisa cek disini3https://id.wikipedia.org/wiki/Penaklukan_Persia_oleh_Muslim atau ke sini4https://www.republika.id/posts/12761/jatuhnya-persia-ke-tangan-islam.


KONTRIBUTOR

Keiyuki17

tunamayoo

Rusma

Meowzai

Leave a Reply