Penerjemah: SelirChu
Ekspresi pada wajah kucing itu benar-benar sulit dibedakan saat malam seperti ini, jadi ketika kucing hitam kecil menatapnya dengan mata bulat lebarnya, sulit untuk mengetahui apakah ia takut atau tidak berdaya.
Memang dari sananya, Xie Bai tidak begitu kenal arah. Ia secara tidak sengaja akan mengambil belokan yang salah bahkan meski bintang bersinar terang, apalagi sekarang kedua bintang di atas kepala mereka begitu redup hingga tidak mungkin seseorang dapat menemukannya dalam sekali lihat. Untungnya, di samping bintang, ada satu benda lagi di hutan pada malam itu—
Seekor gagak tiba-tiba terbang dari antara cabang pohon yang tidak jauh dari sana. Ia melingkar membentuk busur lalu pergi dari Gunung Huangtou, mengepakkan sayapnya dan mengeluarkan beberapa suara “caw-caw”. Dalam malam yang amat tenang ini, suaranya bisa ditransmisikan dari gunung menuju pedesaan yang jauh.
Dalam malam, tidak ada bintang, jadi ia menatap gagak. Xie Bai menepuk kepala kucing hitam kecil, lalu dengan riang melangkah ke arah para gagak terbang tadi.
Gunung Huangtou sebenarnya merupakan kumpulan bukit sempit dan panjang yang terdiri dari tiga puncak yang saling tersambung. Bukit ini tidak berada dalam garis yang lurus, tapi seperti busur yang melengkung, menyerupai bulan sabit yang setengah memeluk danau kecil. Bagian luar Gunung Huangtou menghadap desa sementara bagian dalamnya menghadap danau.
Pada saat ini, arah Xie Bai berjalan tepat menuju bagian terendah puncak bukit, masuk dari luar menuju bagian dalam lembah.
Cabang mati yang tebal dan dedaunan yang berjatuhan bertebaran di sana sini, tapi Xie Bai berjalan melewati mereka tanpa menimbulkan suara apapun. Ia segera mencapai area lembah yang memiliki paling sedikit cahaya.
Tempat ini berjarak lima meter dari danau. Melihat medan sekitarnya, seharusnya ada cekungan dalam di sini, tapi sebenarnya, malah ada sebuah tonjolan, gumpalan kotor berdiameter dua meter. Tonjolan itu tidak begitu kelihatan, hanya sedikit lebih tinggi dari cekungan. Jika Xie Bai tidak hati-hati dan ceroboh, ia tidak akan bisa menemukannya dalam sekali lihat.
Xie Bai mengangkat kakinya dan menggambar sebuah garis di ujung gumpalan kotoran, lalu berkata pelan sambil memegang kepala kucing hitam kecil, “Kuburan tanpa nama …..”
Pandangannya menyapu sekitar gumpalan kotoran. Memang ada tiga pohon willow berdiri di depan kuburan, tapi ketiga cabang pohon willow itu sudah mengering dan layu, seolah semua air dan vitalitasnya telah diserap oleh seseorang. Pepohonan itu berdiri di sana dengan bentuk aneh—kurus, bengkok dan gundul. Sekilas, kelihatannya menyerupai tiga sosok bungkuk dengan lengan terbuka lebar.
Pohon willow tidak jauh dari kalimat memiliki energi yin yang kuat. Bahkan ada beberapa ucapan bahwa mereka ditanamkan di depan nisan. Meski penempatan ketiga pohon willlow ini kelihatan tidak sengaja, sebenarnya ada alasan yang cukup khusus.
Sambil memegang kucing hitam kecil, Xie Bai berjalan di sekitar pohon sekali. Ia diam-diam menghitung dalam hatinya bahwa jumlah langkah yang diambil dari willow pertama ke willow kedua, lalu dari willow kedua ke willow ketiga, dan dari willow ketiga hingga pertama sama persis. Dengan demikian, ketiga pohon willow ini memang memiliki kuburan tanpa nama di antara mereka.
Melihat pada cabang yang layu dan batang pohon willow, satu willow menghadap ke arah timur laut, yang lain menghadap barat daya, sementara willow yang terakhir memiliki satu cabang yang menunjuk ke arah langit, dan satu cabang yang menunjuk ke tanah …. tidak peduli bagaimana seseorang melihatnya, ini adalah pola dari ‘Willow-willow Pemaku Jiwa.’
Begitulah katanya, seseorang awalnya menanam ketiga willow ini dengan sengaja, untuk memaku sesuatu di bawah kuburan tanpa nama agar tidak pernah bereinkarnasi.
Hanya saja nantinya suatu perubahan tak terduga terjadi, menyebabkan ketiga pohon willow berkultivasi menjadi yao level-tinggi. Lalu, mereka dibasmi oleh seseorang, dipotong menjadi banyak bagian, lalu diatur membentuk formasi di Rumah Sakit Kanghe …..
Xie Bai berdecak. Kemudian ia memilih sebuat posisi yin dan berjongkok di depan kuburan tanpa nama. Ia mengulurkan satu tangan yang sudah berubah menjadi biru keabu-abuan dan menaruhnya di atas tanah kuburan, jempolnya mengarah ke timur laut sementara jarinya mengarah ke barat daya, melemahkan gerbang hantu [44]. Ia menundukkan kepalanya dan terbatuk dua kali. Lalu, sambil memeluk kucing hitam kecil, ia menutup matanya.
Seperti yang ia sangka, di bawah tanah tipis kuburan tak bernama itu, hanya ada ruang kosong dan benda yang berada di dalamnya tidak ada dimanapun. Hanya ada energi yin dari mayat yang mengisi kubur kosong.
Hal seperti ini kemungkinan beracun untuk orang lain. Jika ada yang menyentuhnya kulit mereka akan bernanah dan menjadi borok pada kasus sedang. Pada kasus berat, mereka akan kehilangan nyawanya. Tapi bagi Xie Bai, ini penting.
Saat Xie Bai masih kecil, ia tidak bisa menelan makanan normal sama sekali, meski pada waktu itu ia sudah kehilangan indera penciumannya, ia masih bisa mencium aromanya. Saat makanan tiba di perutnya, akan ada penolakan yang amat kuat dan ia akan memuntahkan segalanya. Hanya dengan menghirup energi yin dari mayatlah ia bisa mengisi perutnya.
Di masa kini, ia sudah beradaptasi untuk memakan makanan biasa, namun saat ia benar-benar lapar, hanya energi mayat yin yang bekerja seperti sebelumnya.
Alisnya sedikit berkerut dan ujung mulutnya sedikit naik. Dengan sejenis senyum menghina, ia menyerap seluruh energi yin yang mengisi kuburan tanpa nama ke dalam tubuhnya. Energi mayat dingin dan lembap, masuk melalui lapisan tanah yang tipis, mengalir melalui telapak tangannya dan dengan stabil bercampur dalam tubuhnya.
Kucing hitam kecil itu menundukkan kepalanya, tidak jelas apakah ia melihat kuburan tanpa nama atau Xie Bai.
Tangan yang menutupi tanah kuburan masih sangat kurus, benar-benar lurus dan ramping. Karena tangannya sedikit tertekuk, tulang dan otot di sepanjang punggung tangannya terlihat menonjol. Kulit yang tadinya membiru keabuan kini kembali berwarna normal, menunjukkan warna pucat asalnya. Titik-titik merah yang menyerupai lebam di bawah kulitnya berangsur memecah dan memudar hingga akhirnya sirna.
Xie Bai baru menarik kembali tangannya dan berdiri setelah menyerap setiap energi yin hingga tetes terakhir.
Karena ia menyerap terlalu banyak energi yin, tangannya sedingin es, hampir seperti ada udara dingin yang menguar dari tulangnya. Ia tanpa sadar ingin mengelus bulu lembut dan hangat kucing kecil, tapi menghentikan dirinya sebelum ia menyentuh kucing itu.
“Tangan ini baru saja menyentuh kuburan dan menyerap energi mayat, apa menurutmu tangan ini kotor?” Ia menundukkan kepalanya dan bertanya pelan pada kucing kecil.
Pada saat seperti ini, berandalan kecil itu menunjukkan keabnormalannya. Ia mengangkat kepalanya dan mengeong pada Xie Bai, lalu menjulurkan lehernya dan menempelkan kepalanya pada telapak tangan Xie Bai, dengan sejenis perasaaan ‘tidak takut di hadapan kematian’ seperti seorang martir.
Xie Bai, “…..”
Ia menyaksikan saat berandalan kecil itu menggosokkan kepalanya dengan kasar dan bodoh pada telapak tangannya yang seperti es. Senyum dingin di ujung bibirnya perlahan memudar dan melembut, tapi pada akhirnya, ia kembali berwajah datar.
Karena kucing kecil ini menunjukkan begitu banyak niat baik, Xie Bai tentu tidak akan lupa bahwa ia juga ingin makan. Oleh karena itu, sambil menyentuh bulu lembut di atas kepala kucing tersebut dan menghangatkan tangannya sambil lalu, ia berjalan ke tepi sungai.
Sungai ini bahkan terlihat lebih mati dibandingkan Gunung Huangtou. Pada waktu ini, tidak ada angin di lembah dan tidak ada sedikitpun riak di permukaan danau, memberi perasaan aneh dan tidak biasa seolah danau ini palsu. Ia mengitari danau sekali, namun tidak ada sedikitpun tanda kehidupan di danau.
Xie Bai menepuk kepala bundar kucing hitam kecil dan berkata, “Lupakan, ayo pergi ke Penyeberangan Nelayan.”
Entah apa karena berandalan kecil itu menjadi bodoh setelah menyundulkan kepalanya ke tangan Xie Bai atau bagaimana, tapi kucing kecil itu terus menunduk sambil duduk di tangan Xie Bai tanpa memberikan respon. Entah apa yang ia pikirkan.
Xie Bai tentunya tidak akan meminta opini lain dari si kucing, ia melambaikan tangannya dan memanggil gumpalan kabut hitam untuk meninggalkan Gunung Huangtou.
Penyeberangan Nelayan tidak begitu jauh dan tidak begitu dekat dari Gunung Huangtou, dipisahkan dengan dua kota. Bagi Xie Bai, hanya butuh sekejap mata untuk sampai. Tempat ini adalah penyeberangan feri yang ditempatkan di sisi barat Kota Cenyun. Ada sebuah jembatan dengan pintu air yang mengalir melintas. Ada sebaris perahu nelayan yang berhenti teratur di bawah jembatan dekat pantai, tapi kapal-kapal itu gelap tanpa seorang pun di atasnya.
Tempat ini sedikit lebih jauh ke utara dibandingkan Kota Lin. Bukan hanya suhunya rendah saat malam, bahkan ada sedikit salju yang turun, Di bawah cahaya lampu jalan di samping jembatan pintu air, salju muncul mengisi langit seperti debu yang berterbangan di udara.
Xie Bai mendarat di atas jembatan gerbang pintu air. Ia berdiri di samping pembatas dan menyapukan pandangannya. Lalu, ia memeluk erat si kucing hitam kecil dengan satu tangan dan menopang dirinya di pembatas dengan tangan yang lain, melompati pembatas dan turun ke bawah.
Ia mendarat di atas sebuah perahu nelayan tanpa membuat suara. Saat ia menginjak haluan perahu, seluruh kapal tidak bergoyang sedikitpun, seolah hanya daun mati yang barusan mendarat.
Penyeberangan Feri ini kelihatannya tidak sekompleks Gunung Huangtou. Jadi, dengan kesulitan, ia bisa secara kasar mengenali arah umumnya, dan hanya bisa menggunakan perahu sebagai batu loncatan untuk menyebrang.
Ada sebuah anak sungai yang terlihat luas setelah melewati feri ini, namun tiba-tiba terjepit oleh dua buah lahan di kedua sisinya, membuatnya terlihat seperti corong bermulut panjang. Gerbang pintu air melintang di tengah mulut corong yang kecil. Pada saat ini, Xie Bai telah melewati mulut corong, tiba di bagian mulut sungai yang lebih lebar.
Ia berdiri di sisi timur. Bicara secara logis, tepi barat semestinya berada tepat di seberangnya. Tapi tempat ia menghadap malah sungai yang lebih lebar dan lebih tak berujung. Hanya ada sebuah pulau kesepian di tengah sungai, yang hampir tidak terhitung sebagai bagian barat.
Xie Bai berdecak dan menggelengkan kepalanya, bergumam, “Salah mendarat.”
Kucing hitam kecil itu mendengkur ringan, terdengar seolah menahan tawa. Kucing itu kelihatan benar-benar tidak pernah mengharapkan Xie Bai bisa mengenali arah yang benar.
Xie Bai menepuk dahinya begitu saja sekali. Tepat saat ia mengangkat tangannya untuk memanggil gumpalan kabut hitam lain di seberang sungai, ia melihat, dari ujung matanya, sesuatu berwarna hitam kecoklatan bergerombol pada tanah di samping kakinya. Ada jejak sisa energi spiritual yang amat samar di atasnya.
Ia melangkah sambil membalikkan tubuhnya dan berjongkok. Ia meragu untuk sesaat tapi ia tetap saja, dengan beberapa keengganan, menundukkan kepala dan membungkus tangannya dengan kabut hitam. Lalu, ia memungut gumpalan hitam kecoklatan itu dna mengusapnya diantara jemarinya. Sebagian benda itu hangus menjadi abu pada saat ia menyentuhnya, hingga akhirnya hanya ada sebuah potongan coklat tipis kecil yang tersisa.
Benda ini jelas adalah sepotong kertas yang sudah dibakar oleh seseorang menggunakan api spiritual. Entah apa orang tersebut ceroboh atau teralihkan di tengah-tengah oleh sesuatu, jadi kertasnya belum terbakar sepenuhnya sebelum dibuang ke tanah, dengan beberapa residu yang tersisa.
Xie Bai menatap potongan rusak di tangannya yang bahkan lebih kecil dibandingkan ukuran kuku jari, tapi masih tidak dapat mengenali jenis kertas apakah benda itu karena telah terbakar oleh api spiritual.
Xie Bai sebenarnya tidak bisa berdiri di tengah salju dan bengong begitu saja seperti orang bodoh, jadi ia mengangkat tangannya dan menyingkirkan fragmen lebih dulu. Lalu, ia menyeberangi sungai menggunakan Pintu Yin Spiritual bersama si kucing kecil. Dalam sekejap mata, satu orang dan satu kucing tiba di pulau kecil di tengah sungai.
Pulau itu tidak terlihat besar dari jauh dan bahkan lebih kecil dari dekat. Meski bisa disebut sebagai pulau kecil, seseorang bisa mencapai ujungnya hanya dengan sepuluh atau sekian langkah, jadi tempat itu lebih mirip dengan tumpukan tanah yang menyembul di tengah sungai. Beberapa alang-alang layu tumbuh jarang di sini. Dedaunan kering yang panjang menunduk dari pucuk alang-alang, tertutup lapisan salju tipis.
Segera setelah Xie Bai mendarat, ia merasa seantero gundukan tanah itu agaknya aneh. Sambil mengitari ujungnya, langkahnya juga tanpa disadari memberat di beberapa area, seolah sesuatu yang tidak terlihat terus menarik kakinya ke tanah.
Ia berkeliling dua kali dan memastikan ada sekitar dua titik, satu di tengah gundukan tanah dan satu lagi di ujung. Yang berada di ujung kebetulan menghadap ke pantai yang jauh. Kalau ia tidak salah, tepat seperti ‘Penyeberangan Nelayan, pantai barat’ yang tertulis pada potongan kertas.
“Ketemu.” Ia menggaruk kepala kucing kecil dan menjelaskan dirinya seperti itu. Ia lalu mengangkat tangannya dan memunculkan sebuah buluh ramping. Satu ujung buluh dipegang, ia mencoba mendorong permukaan sungai dengan ujung lainnya yang memiliki daun kering, lalu memutar pergelangan tangannya membuat gerakan menyendok.
Air sungai di dekat ujung gundukan tiba-tiba berubah menjadi ombak putih salju yang besar, seolah sesuatu yang berada di bawah sungai akan terdorong ke pantai.
Xie Bai melangkah maju, mengangkat ikan hidup dan mengawasi mereka secara terpisah.
Kedua ikan hidup itu memiliki penampilan yang aneh. Sekujur tubuh mereka memiliki warna hitam cerah, seperti sinar air, dan mereka terlihat sangat halus dan licin, hampir seperti tidak memiliki sisik. Sekujur tubuh mereka, termasuk perutnya, hitam pekat, dengan hanya mata ikan putih yang berada di kepala mereka. Apa yang lebih aneh adalah bahwa mata itu hanya berada di satu sisi, tidak ada di sisi yang lain.
Jelas Xie Bai telah melihat ikan jenis ini berkali-kali, ia tidak terlihat kaget sedikitpun. Ia menundukkan kepalanya dan dengan ringan memotong perut ikan dengan ujung jari yang tertutup perban hitam. Kemudian, ia berjongkok dan dengan gesit membilas dua ikan itu hingga bersih di air sungai. Lalu, ia melemparkannya ke depan kucing hitam kecil dengan suara ‘pa!’ dan berkata, “Aku sudah melepaskan ikatan spiritualmu, kemari makanlah.”
Kucing hitam kecil: “……………………………………………….”
Setelah ia melepas ikatan spiritual, kucing hitam kecil benar-benar bisa bergerak.
Tentu saja, ia kaget hingga menjadi sekaku papan mayat karena makanan sederhana dan mentah ini, sangat kaku hingga ia tidak sadar bahwa ia seharusnya melompat. Ia mendarat di tanah karena Xie Bai telah berdiri dengan tangannya menghadap bawah, jadi kucing itu tanpa diinginkan berguling hingga ke tanah.
Dalam hidupnya, selain dari dirinya dan Yin Wushu, Xie Bai belum pernah membesarkan makhluk hidup manapun sebelumnya. Tentu saja, maksud sebenarnya dari bagian pertama kalimat itu harus dijelaskan secara terpisah.
Singkatnya, tidak peduli betapa tidak jelas asal kucing hitam kecil ini, ia adalah peliharaan pertama yang telah Xie Bai besarkan. Setiap awal itu sulit—kata-kata ini seratus persen mengkonfirmasi situasi Xie Bai. Kucing hitam kecil itu menunjukkan tingkat serius saat ia berjongkok di depan dua ikan hitam aneh yang bahkan lebih besar dari dirinya sendiri dengan ekspresi seperti macan di wajahnya, terlihat seolah ia ingin dengan kuat mencela Xie Bai.
Namun, perhatian Xie Bai teralihkan sepenuhnya pada benda hitam keras di tangannya. Ia tidak menyadari ekspresi kucing kecil sedikitpun.
Sebelumnya, ia tidak menggunakan buluhnya untuk menyendok sembarang benda dari air, ia ingin menemukan informasi tentang mayat yao. Sebagai hasilnya, ia menyendok dua ekor ikan yin hidup dan sebuah objek hitam keras entah darimana. Yang pertama tersendok karena bentuk asli mereka jenisnya sama dengan mayat yao, sedangkan yang terakhir ….
Xie Bai mengetuk objek hitam keras itu lalu mengangkat tangannya dan mengupas lapis demi lapis kulit darinya.
Setelah kulitnya terkelupas, inti yang berada di dalamnya langsung terekspos. Xie Bai dengan hati-hati memeriksa pola beruratnya dan memastikan bahwa benda itu adalah potongan kayu dari pohon willow.
Lebih lagi, bentuk dari kayu willow ini sangat menarik. Bagian atasnya persegi dan bagian bawahnya lancip, seperti pasak kayu yang dipotong menggunakan tangan. Di tambah, kayu yang mendarat di danau akan terapung di permukaannya. Namun, bagian luar dari pahatan pasak kayu willow ini dilapisi dengan kulit tebal dan sebuah mantra terukir di atasnya, membuatnya tenggelam pada waktu ia masuk ke dalam air dan memakunya di dasar sungai.
Menghubungkan ini dengan tiga willow di kuburan sebelumnya, Xie Bai langsung memahami fungsi pasak kayu willow pahat ini. Kalau tebakannya benar, pasti gunanya sama dengan willow di kuburan—untuk memaku jiwa.
Bagaimanapun, Xie Bai tidak yakin apa yang ditahan di sini—apakah ikan yin atau yao yang dipaku? Atau apakah mereka saling berhubungan dengan apa yang dipaku di sini.
Salju yang turun kembali melebat di sungai. Jenis salju seperti ini tidak menumpuk jadi tidak masalah, mereka langsung meleleh setelah bertemu dengan sedikit panas. Oleh karena itu, salju ini tidak menempel pada orang biasa sama sekali, membentuk tetes air kecil segera setelah menyentuh pakaian mereka dan menutupi mereka dengan selapis kelembaban.
Akan tetapi saat salju menyentuh Xie Bai, butuh waktu yang lama hingga akhirnya meleleh, lapisan salju yang amat tipis menutupi pundaknya.
Tatapan kucing hitam kecil yang tadinya garang, agaknya teralihkan dengan lapisan tipis salju di pundaknya dan diam-diam menatapnya. Baru ketika Xie Bai bergerak hingga ada tubuhnya sedikit menghangat lagi lah salju pada pundaknya berangsur meleleh sehingga kucing hitam kecil itu mengalihkan pandangannya.
“Kenapa kau tidak makan?” Xie Bai baru saja menyingkirkan pasak yang terbuat dari kayu willow. Menolehkan kepalanya, ia melihat kucing hitam kecil itu saat ini tengah beradu tatap dengan dua ekor ikan yin dan tidak sedikit pun berniat memakan mereka.
Tatapan Xie Bai bolak balik antara kucing kecil dan ikan yin. Ia bertanya ringan, “Tidak lapar?”
Kucing hitam kecil: “……”
Xie Bai menanyakan pertanyaan lain, “Kau tidak makan ikan mentah?”
Kucing hitam kecil menggoyangkan ekornya dua kali, akhirnya ia menunjukkan sedikit reaksi.
Xie Bai berdiri di sana dan menatapnya tanpa berbicara untuk waktu yang lama. Setelah beberapa saat, ia dengan datar kembali bertanya, “Kau juga tidak makan ikan mentah?” dengan tambahan penekanan pada kata ‘juga’.
Kucing hitam kecil : “…..”
Satu orang dan satu kucing diam-diam berhadapan sejenak. Xie Bai lalu menyipitkan matanya dan mengangkat sebelah tangannya untuk mengambil dua ekor ikan yin, berkata dengan senyum palsu di wajahnya, “Oke, ayo bawa dulu saja. Saat kita pulang, bagaimana kalau aku membuatkan Titik Giok Putih untukmu?”
Kucing hitam kecil: “……………………………………………………………….”
Kucing itu tidak tahu caranya bicara, atau setidaknya, sepertinya itu masalahnya. Oleh karena itu, saat ia hanya menatapnya dengan mata bulat tanpa membuat suara, sulit untuk membedakan apakah ia pura-pura bodoh atau betulan bodoh.
Xie Bai mendiamkannya sebentar dan mengambil apa yang perlu diambil. Lalu, ia menggendongnya, menambahkan ikatan spiritual dan bersiap untuk meninggalkan gundukan tanah kuburan di jantung sungai.
Hasilnya, saat ia memeluk kucing, satu kakinya sudah di dalam kabut hitam, ombak besar lainnya bergelung dan menabrak pantai. Potongan suatu benda yang terbungkus busa putih bersentuhan dengan gundukan tanah.
Xie Bai: “….”
Xie Bai mungkin tidak mengira akan ada hal lain. Entah apa itu adalah susulan ketika ia menggunakan buluh untuk menyendok, atau apa ini adalah respon yang terlambat karena tersangkut.
Ia terdiam dan menarik kakinya. Ia beralih untuk melihat bahwa objek yang menabrak tanah terlihat seperti potongan sutra yang rusak, sangat tipis dan transparan saat ia teronggok di rumput kering.
Benda apa ini? Kain pakaian?
Xie Bai mengulurkan tangannya, ingin memungutnya dengan hati-hati, namun ketika ujung jarinya bersentuhan, ia merasa seolah jantungnya dipukul oleh sesuatu, rasanya mencekik dan menyakitkan. Bahkan benaknya untuk sejenak terpaku.
Segera setelahnya, ia menyadari bahwa bukan hanya jantungnya yang dipukul. Seluruh gundukan tanah dan bahkan jantung sungai juga berguncang cepat beberapa kali, gejolak ombak besar dengan cepat bergerak di segala arah dengan gundukan itu di bagian tengah, bahkan kaki Xie Bai jadi agak kebas karena getaran ini.
Ia dengan kasar menggelengkan kepalanya, menghentikan suara berdesing yang tidak berhenti di kepalanya.
Hasilnya, setelah ia membebaskan dirinya dari tengah rasa pusing, ia merasa tanah keras di bawah kakinya mengendur, runtuh dan menghilang ke dalam sungai, benar-benar jatuh dalam sekejap mata.
Keruntuhan semacam ini rasanya seperti seseorang telah menarik seluruh gundukan tanah secara paksa ke dalam dasar sungai di bawah.
Tepat ketika tanah di bawah kakinya terurai, Xie Bai merasa pergelangan kakinya dikunci oleh kekuatan yang amat besar. Kekuatan yang luar biasa besar itu mendadak menariknya dan menamparnya ke permukaan sungai.
Tempat dimana gundukan tanah itu tadinya berdiri telah berubah menjadi kabut kuning yang sangat luas. Dengan Xie Bai sebagai bagian tengahnya, sebuah pusaran raksasa terbentuk, ombak putih terpecah, dengan sangat cepat berputar.
Xie Bai tersedak air dalam jumlah yang banyak, ia lalu mengangkat tangannya dan memanggil kabut hitam dalam jumlah besar. Ia memutar tangan di bawahnya dan seluruh permukaan air sungai tampak seolah ditebas oleh bilah tajam.. Mengambil kesempatan dari terpisahnya ia dengan pusaran saat itu, ia melompat ke dalam kabut hitam.
Setelah waktu yang singkat, ia tiba di kediamannya dalam keadaan basah kuyup sambil memeluk si kucing.
Pohon Sepuluh Ribu Jiwa ada di dalam rumah, jadi tidak sopan apabila ia sering membuka Pintu Spiritual Yin di dalam kamar. Karena setiap kali ia terbuka, ia akan membahayakan Pintu Spiritual Yin dan secara tidak langsung membahayakan dirinya sendiri. Namun pada waktu seperti ini, ia tidak begitu mempedulikannya ….
Jika hal seperti ini terjadi setahun yang lalu, paling rasanya hanya seperti gatal, tidak begitu mencekam dan jelas tidak akan meninggalkan bekas atau efek. Namun sekarang, ia tidak sebebas dan tidak bisa ceroboh.
Karena dalam beberapa tahun terakhir, kesehatannya entah mengapa memburuk. Dulu, jika seseorang berkata bahwa Tamu Yin takut dingin, akan kedinginan dan akan menderita sakit yang tidak biasa, akan terdengar seperti lelucon. Namun tahun ini, ia merasa tubuhnya semakin menyerupai keadaan orang biasa.
Khususnya dalam setengah bulan terakhir atau sejenisnya, ia tanpa disangka mulai terbatuk karena udara dingin. Lebih lagi, batuknya yang parah tidak membaik setelah selama ini, namun sebaliknya malah semakin buruk.
Getaran dari jantung sungai tadi belum sepenuhnya menghilang saat ia mendarat. Sebaliknya, ada suara dengung yang tersisa dalam kepala dan telinganya, membuatnya merasa mual.
Sambil memeluk kucing, ia berdiri di sana dengan wajah pucat. Kepalanya sedikit tertunduk, namun punggungnya tegak karena kebiasaan. Setelah memulihkan diri untuk sejenak, ia menarik semua air dari dalam tubuhnya, melangkah beberapa kali dan duduk di sofa dengan posisi meringkuk.
Untuk alasan yang tidak diketahui, saat ia menutup matanya untuk menghilangkan rasa gemetarnya, ia tanpa sadar memikirkan apa yang pernah dikatakan Yin Wushu padanya sewaktu ia kecil.
Catatan Penerjemah:
Wah, chapter ini memiliki 3.4k kata. Padahal biasanya, paling banyak ada 2000 kata dalam satu chapter yinke. Mungkin aku harus bekerja lebih keras setelah ini /meregangkan tubuh