Penerjemah: Jeffery Liu, naza_ye
Di antara dewa-dewa surga, ada sebuah bahan tertawaan yang begitu dikenal di seluruh tiga alam.
Legenda mengatakan bahwa delapan ratus tahun yang lalu, ada sebuah negeri kuno di Dataran Tengah yang disebut sebagai Kerajaan Xian Le1.
Kerajaan Xian Le adalah salah satu kerajaan kuno yang memiliki wilayah yang begitu luas, sumber daya yang melimpah dan rakyat yang makmur. Kerajaan ini memiliki empat harta berharga: pertama, begitu banyak wanita cantik lemah lembut yang tak tertandingi, kedua, seni dan sastra yang begitu berkembang, ketiga, harta benda berupa emas dan permata, serta yang terakhir dan tak kalah penting, yang paling terkenal dari semua itu, adalah Yang Mulia Putra Mahkota.
Orang ini, Yang Mulia Putra Mahkota… bisa dikatakan dia adalah pemuda yang aneh.
Raja dan Ratu menganggapnya sebagai mutiara mereka yang paling berharga. Mereka begitu menyayanginya dan kerap menyatakan dengan bangga: “Di masa depan, anak kami pasti akan menjadi raja yang bijak, meninggalkan reputasi dan kesan yang baik untuk generasi mendatang.“
Namun, Putra Mahkota sama sekali tidak memiliki ketertarikan sedikit pun terhadap kekayaan, kekuasaan, dan kehormaatan yang bahkan sudah dimilikinya pada saat itu.
Apa yang sesungguhnya dia minati, mengutip dari kata-kata yang sering dia katakan pada dirinya sendiri, adalah—
“Aku ingin menyelamatkan semua orang!“
Seorang pangeran muda yang berkultivasi dengan sungguh-sungguh. Selama masa itu, ada dua cerita pendek yang telah beredar luas.
Kisah pertama terjadi ketika Putra Mahkota menginjak usia tujuh belas tahun.
Pada tahun itu, Kerajaan Xian Le tengah mengadakan parade besar-besaran Persembahan Kepada Para Dewa.
Meskipun tradisi tersebut telah ditinggalkan selama berabad-abad, orang-orang masih bisa membayangkan betapa agungnya acara tersebut melalui teks-teks kuno yang bertahan dan kisah-kisah verbal yang beredar di masyarakat luas.
Hari Persembahan Kepada Para Dewa, Jalan Utama Dewa Bela Diri.
Kedua sisi Jalan Utama dipenuhi oleh lautan manusia. Para bangsawan duduk di atas gedung-gedung tinggi sembari saling bertukar kalimat bersahabat; sementara para penjaga kerajaan tengah membuka jalan dengan baju besi mereka yang gemerincing. Gadis-gadis muda menari dengan anggun ketika tangan mereka yang seputih salju menyebarkan kelopak bunga, seperti hujan yang memenuhi langit sejauh mata memandang. Membuat orang-orang mulai bertanya-tanya, manakah yang lebih cantik, apakah gadis-gadis penari atau bunga itu sendiri. Nada yang merdu terdengar dari dalam kereta emas, melayang melewati seluruh Kota Kerajaan. Di belakang para penjaga yang terhormat, enam belas kuda putih dengan tali kekang emas berjalan berdampingan saat mereka menarik maju sebuah panggung yang begitu megah.
Di atas panggung yang tinggi dan megah itu adalah apa yang menjadi pusat perhatian semua orang. Di sana, berdiri seorang seniman bela diri yang tengah melakukan pertunjukan untuk menyenangkan para Dewa.
Selama parade surgawi yang meriah itu berlangsung, sang seniman bela diri akan mengenakan topeng emas serta pakaian yang bagus2 dan membawa sebuah pedang di salah satu tangannya. Dia akan memainkan peran sebagai sang dewa bela diri pertama dalam seribu tahun yang telah berhasil menundukkan iblis buas — Kaisar Dewa Bela Diri Surgawi Jun Wu.
Untuk bisa terpilih sebagai seniman bela diri yang memiliki tanggung jawab melakukan pertunjukan semacam itu bisa dianggap sama dengan menerima kehormatan tertinggi, oleh sebab itu kriteria seleksi dalam memilih orang yang akan memainkan peran tersebut sangatlah ketat. Tahun ini, orang yang terpilih itu tidak lain adalah Yang Mulia Putra Mahkota. Sejak awal, seluruh rakyat telah meyakini bahwa dia pasti akan menjadi seniman bela diri yang paling luar biasa yang pernah memerankan pertunjukan semacam itu.
Namun, pada hari itu, sesuatu yang tidak terduga terjadi.
Para penjaga kehormatan tengah melakukan putaran ketiga di sekitar tembok kota, melewati sisi yang memiliki tinggi setara dengan seratus kaki atau lebih.
Saat itu, dewa bela diri yang berada di atas panggung megah hendak mendaratkan pukulan membunuh kepada sang iblis buas.
Itu adalah pemandangan yang paling mengasyikkan bagi para penonton. Oleh karena itu, orang-orang di kedua sisi Jalan Utama pun tampak begitu bersemangat. Sama halnya dengan orang-orang yang menonton dari atas tembok kota, mereka menjadi lebih gaduh, saling berdesakan dan berebut menjulurkan kepala mereka untuk melihat adegan itu, mereka saling berkelahi dan mendorong satu sama lain.
Tepat pada saat itu, seorang anak kecil terjatuh dari puncak menara gerbang kota.
Teriakan yang begitu memekakkan telinga terdengar seolah menembus langit. Saat semua orang berpikir bahwa anak itu akan jatuh dan memercikkan darah ke Jalan Utama Dewa Bela Diri, pada saat itu, Putra Mahkota sedikit mendongak sebelum dia akhirnya melompat dan menangkap anak itu.
Orang-orang hanya bisa melihat sekilas, sesosok putih yang tampak seperti burung melayang di langit yang kosong, sebelum Putra Mahkota mendarat dengan selamat bersama anak itu. Topeng emasnya terjatuh, mengungkap wajah muda tampan yang sebelumnya tersembunyi di balik benda itu.
Detik berikutnya, kerumunan yang berjumlah sepuluh ribu orang itu pun mulai bersorak sorai setelah menyadari apa yang baru saja terjadi.
Masyarakat biasa tampak begitu gembira, akan tetapi para pendeta kerajaan mengalami sakit kepala atas kejadian itu.
Tidak pernah terbersit sedikit pun dalam benak mereka selama satu juta tahun, bahwa kesalahan sebesar itu akan terjadi pada saat seperti ini.
Ini benar-benar buruk, sangat-sangat buruk!
Setiap putaran panggung megah itu mengelilingi Kota Kerajaan, hal itu mewakili doa selama satu tahun untuk kedamaian dan kemakmuran negeri. Sekarang setelah putaran itu terputus, bukankah itu sama saja dengan mendatangkan bencana?!
Para pendeta merasa khawatir sampai-sampai rambut mereka rontok deras. Setelah mereka merenungkan apa yang telah terjadi dan segala kemungkinan yang mungkin saja akan terjadi di masa depan, mereka pun mengundang Putra Mahkota untuk bertemu dan dengan bijaksana menyarankan, “Yang Mulia, bisakah kamu menghadap tembok3 selama dua bulan untuk menunjukkan penyesalanmu? Kamu tidak harus benar-benar melakukannya, hanya bersikap untuk menunjukkan niatmu saja itu sudah cukup.”
Putra Mahkota tersenyum sebelum menjawab, “Tidak perlu.”
Dia pun menjelaskan apa yang selama ini ada di dalam pikirannya, “Menyelamatkan orang bukanlah sesuatu yang buruk. Bagaimana bisa Surga menyalahkanku karena aku telah melakukan hal yang benar?”
… Dan jika kebetulan Surga memutuskan untuk menyalahkanmu?
“Maka Surga akan menjadi pihak yang salah. Mengapa orang yang benar harus meminta maaf kepada pihak yang salah?”
Para pendeta tidak bisa berkata-kata lagi atas jawaban Putra Mahkota.
Yang Mulia Putra Mahkota adalah tipe orang yang persis seperti ini.
Dia tidak pernah menemukan apa pun yang tidak dapat dia capai, dan dia juga tidak pernah bertemu orang yang tidak mencintainya. Dia selalu benar, dan dia adalah pusat dari alam semesta.
Para pendeta merasakan kesedihan yang mendalam di hati mereka ketika mereka berpikir, “Memangnya kamu tahu apa!?“
Namun, akan begitu tidak sopan jika mereka berkata lebih dari itu, dan mereka pun tidak berani melakukannya. Toh, Yang Mulia juga tidak akan mendengarkan mereka.
Kisah kedua juga terjadi di tahun ketika Putra Mahkota berusia tujuh belas tahun.
Menurut legenda, di sisi selatan Sungai Kuning ada sebuah jembatan yang disebut Jembatan Yi Nian4, tempat di mana terdapat hantu terkenal yang telah berkeliaran selama bertahun-tahun.
Hantu ini benar-benar menakutkan — mengenakan baju besi yang hancur dengan kobaran api dari neraka yang mengikuti jejaknya; seluruh tubuhnya berlumuran darah, penuh dengan tusukan pedang dan panah. Setiap langkah yang dia ambil meninggalkan jejak darah dan api. Setiap beberapa tahun, secara tiba-tiba hantu itu akan muncul di malam hari, berkeliaran di kaki jembatan dan menghentikan para pejalan kaki untuk menanyakan kepada mereka tiga pertanyaan:
“Di mana ini?”
“Siapa aku?”
“Apa yang akan kamu lakukan sekarang?”
Jika seseorang tidak bisa menjawab dengan benar, mereka akan ditelan sepenuhnya oleh hantu itu dalam sekali gigitan. Namun, tidak ada seorang pun yang tahu apa jawaban yang benar. Oleh karena itu, setelah beberapa tahun, hantu tersebut telah menelan banyak pejalan kaki.
Suatu hari Putra Mahkota mendengar tentang masalah itu ketika dia tengah berpergian. Dia pun kemudian mencari jembatan yang dimaksud. Setelah dia menemukan Jembatan Yi Nian, dia mulai berjaga dan menunggu di kaki jembatan secara terus menerus sampai akhirnya dia bertemu dengan hantu yang menghantui jembatan itu pada suatu malam.
Hantu itu muncul dalam sekejap; dan tentu saja, kemunculannya sama mengerikan dan menakutkannya seperti yang dikatakan rumor yang telah beredar. Ketika bertemu dengan Putra Mahkota, hantu itu kemudian mulai membuka mulutnya untuk menanyakan pertanyaan yang pertama kepadanya. Putra Mahkota kemudian menjawabnya sambil tersenyum, “Ini adalah dunia manusia.”
Namun, hantu itu menjawab, “Ini adalah jurang.”
Keberuntungan seorang pemula; hantu itu baru menanyakan pertanyaan pertama, tetapi dia sudah salah menjawab.
Putra Mahkota berpikir, toh dia akan salah menjawab semua pertanyaannya, jadi mengapa harus menunggu hantu itu selesai bertanya? Maka tanpa berpikir panjang lagi, Putra Mahkota mengeluarkan senjatanya dan mulai bertarung.
Pertempuran itu berlangsung sampai langit berubah senja dan tanah menjadi gelap. Putra Mahkota sangat terampil dalam seni bela diri, sementara sang hantu menjadi semakin menakutkan dan semakin mengerikan. Satu manusia dan satu hantu bertempur di jembatan itu sampai posisi matahari dan bulan telah bertukar, sebelum akhirnya, sang hantu berhasil dikalahkan.
Setelah hantu itu menghilang, Putra Mahkota menanam pohon berbunga di kaki jembatan. Pada saat itu, seorang pendeta secara tidak sengaja melewati jembatan dan melihat Putra Mahkota yang tengah menghamburkan segenggam tanah emas untuk membantu mengawal hantu itu ke kehidupan selanjutnya. Dia bertanya, “Apa yang sedang kamu lakukan?”
Putra Mahkota kemudian mengucapkan delapan kata yang terkenal: “Tubuh berada di jurang, tetapi hati di surga.”
Ketika sang pendeta mendengar kalimat itu, dia sedikit tersenyum sebelum berubah menjadi seorang Jenderal yang mengenakan baju besi putih. Dia melangkah menaiki awan ajaib, memanggil angin kencang, dan kemudian terbang ke arah sinar matahari. Putra Mahkota baru menyadari setelahnya, bahwa dia secara kebetulan dan beruntung, tanpa diduga telah bertemu dengan Kaisar Dewa Bela Diri Surgawi itu sendiri yang tengah turun ke dunia manusia untuk menaklukkan iblis buas.
Semua Dewa telah memperhatikan ‘dewa bela diri’ yang sangat menonjol ini setelah dia melompat ke langit di hari Parade Persembahan Kepada Para Dewa. Setelah menemuinya di kaki Jembatan Yi Nian secara langsung, para dewa mulai bertanya kepada Kaisar: “Apa pendapatmu tentang Yang Mulia Putra Mahkota ini?”
Kaisar Jun juga menjawab dengan delapan kata: “Masa depannya tidak terbatas, tidak mungkin untuk diukur.”
Malam itu juga, langit di atas Istana Kerajaan menjadi tidak wajar ketika angin dan hujan menyebabkan kekacauan.
Dan di tengah-tengah gemuruh dan kilatan petir yang menyambar itu, Yang Mulia Putra Mahkota naik ke keilahian.
Selama seseorang naik, Surga akan selalu berguncang sekali. Dan ketika Yang Mulia Putra Mahkota naik, seketika membuat seluruh Surga berguncang tiga kali.
Untuk mencapai keabadian melalui usaha dan pengetahuan seseorang itu sangatlah sulit.
Karena itu diperlukan bakat bawaan, kultivasi yang tinggi, dan peluang yang tepat.
Untuk dilahirkan kembali sebagai dewa yang dihormati, lebih sering daripada tidak, merupakan perjalanan seumur hidup yang tiada akhir.
Seorang anak muda yang naik ke keilahian dan menjadi seorang bocah sombong di Surga bukanlah sesuatu yang belum pernah terjadi sebelumnya, tetapi banyak juga orang yang dengan pahit telah menghabiskan seluruh hidupnya untuk berkultivasi namun tetap belum mencapai keabadian. Bahkan jika mereka mendapat kesempatan dari Surga, jika mereka tidak berhasil melewati bencana surgawi, mereka akan mati atau menjadi sia-sia. Manusia yang tidak terhitung jumlahnya, seperti butiran pasir di padang pasir, yang memiliki kehidupan biasa-biasa saja dari awal hingga akhir, tidak akan bisa menemukan jalan yang benar dikarenakan ketidaktahuan mereka.
Dan Yang Mulia Putra Mahkota ini, tidak diragukan lagi adalah kekasih tercinta Surga. Hal-hal yang dia inginkan, tidak ada yang tidak bisa dia dapatkan. Hal-hal yang ingin dia lakukan, tidak ada yang tidak mungkin dia capai. Dan ketika dia ingin naik ke keilahian, dia benar-benar naik ke keilahian pada usia tujuh belas tahun.
Sejak awal, Putra Mahkota sudah begitu populer di kalangan rakyatnya sendiri. Ditambah dengan bagaimana dia adalah putra tercinta yang sangat dirindukan oleh Raja dan Ratu, mereka pun memerintahkan kuil-kuil atas nama Putra Mahkota untuk dibangun dengan penuh semangat di berbagai sudut kerajaan.
Patung-patung didirikan dan semua orang berkumpul untuk memberikan penghormatan. Semakin banyak penyembah yang dia miliki, semakin banyak juga kuil yang dibangun, sehingga dia bisa hidup lebih lama dan menjadi lebih kuat. Akibatnya, hanya dalam dua tahun, Putra Mahkota Xian Le pun berkembang pesat dan mencapai puncak kekuatan spritualnya.
— Sampai tiga tahun kemudian, ketika Xian Le jatuh karena terjadi kekacauan.
Alasan kekacauan ini adalah karena pemerintahan Raja yang kejam, mendorong tentara pemberontak untuk bangkit dan mencari keadilan. Namun, meskipun api peperangan sudah mulai menyala di dunia manusia, para Pejabat Surgawi tidak bisa ikut campur sesuka hati mereka. Kecuali itu adalah hasil dari perbuatan iblis dan hantu yang melanggar batas, maka apa yang terjadi haruslah dibiarkan terjadi. Perselisihan terjadi di mana-mana di dunia, dan setiap orang percaya bahwa tindakan mereka merupakan keadilan. Jika setiap dewa ikut campur—hari ini kau akan membantu dan mendukung kerajaanmu, sementara besok dia akan membantu keturunannya untuk membalas dendam. Bukankah hasilnya jika para dewa sering kali ikut campur, adalah sesuatu yang mungkin akan menyebabkan hancurnya kehidupan manusia? Dalam kasus Yang Mulia Putra Mahkota, hal itu adalah sesuatu yang seharusnya dia hindari lebih dari apa pun.
Tapi dia sama sekali tidak mempedulikannya. Dia kemudian memberitahu Kaisar Jun, “Aku ingin menyelamatkan semua orang.”
Meskipun Kaisar Jun telah mengumpulkan kekuatan spiritualnya selama ribuan tahun, dia bahkan tidak berani dengan entengnya mengatakan kalimat itu dengan begitu keras. Ketika dia mendengar apa yang dikatakan oleh Putra Mahkota, suasana hatinya bisa dengan mudah dibayangkan. Namun, Kaisar Jun tidak bisa berbuat apa-apa dan hanya bisa berkata dengan pasrah, “Kamu tidak bisa menyelamatkan semua orang.”
Putra Mahkota menjawab, “Aku bisa.”
Oleh karena itu, dia pun turun ke dunia manusia tanpa berpikir dua kali.
Orang-orang dari seluruh kerajaan Xian Le secara alami merayakan hal itu. Namun, sejak zaman kuno, dongeng telah lama mencoba memperingatkan orang-orang tentang kebenaran; bahwa jika seorang dewa yang tanpa diberi kuasa turun ke dunia manusia, maka hal itu sama sekali tidak akan membuahkan hasil yang baik.
Dengan demikian, api dari peperangan itu pun tidak kunjung padam, dan malah mulai berkobar lebih liar lagi.
Hal itu bukan karena Yang Mulia Putra Mahkota tidak melakukan yang terbaik, namun akan lebih baik jika dia tidak melakukan yang terbaik. Semakin dia berusaha, perang menjadi semakin rumit. Orang-orang Xian Le dihajar sampai kepala mereka berjatuhan dan darah mengalir, mereka mengalami penderitaan yang serius. Sampai akhirnya, sebuah wabah yang menyerang seluruh Kota Kerajaan, dan para pemberontak yang mendobrak masuk ke istana; akhir dari perang.
Seseorang bisa mengatakan bahwa ketika rakyat Xian Le tengah berjuang di ambang pintu kematian, Yang Mulia Putra Mahkota adalah orang yang telah mencekik mereka secara langsung.
Setelah kerajaan itu musnah, orang-orang tiba-tiba menyadari sesuatu:
Jadi, ternyata dewa Putra Mahkota mereka itu tidaklah seberani atau sesempurna seperti apa yang telah mereka bayangkan.
Lebih kasarnya, bukankah dia hanyalah sosok yang tidak berguna yang tidak mampu mencapai apa-apa, kecuali merusak segalanya?
Tidak bisa melampiaskan penderitaan yang mereka rasakan setelah kehilangan rumah dan orang-orang yang mereka cintai, orang-orang yang marah dan penuh luka itu pun bergegas ke aula istana Putra Mahkota. Mereka menjatuhkan patung Ilahi-nya dan membakar kuil-kuilnya.
Delapan ribu kuil dibakar selama tujuh hari tujuh malam—dibakar sampai semuanya benar-benar menghilang.
Sejak saat itu, Dewa Bela Diri yang dikenal karena perlindungan dan kedamaiannya pun menghilang, dan lahirlah Dewa Iblis yang menimbulkan bencana.
Ketika orang-orang mengatakan kamu adalah dewa, maka kamu adalah dewa. Dan jika mereka mengatakan kamu adalah sampah, maka kamu adalah sampah. Apa pun yang dikatakan orang-orang tentangmu, itulah dirimu yang sebenarnya. Selalu seperti itu.
Tidak peduli apa, Yang Mulia Putra Mahkota tidak bisa menerima kenyataan ini. Dan yang lebih tidak bisa dia terima adalah hukuman yang diberikan kepadanya: yaitu pembuangan.
Kultivasinya dihancurkan, dan dia akan dibuang ke dunia manusia.
Sejak kecil, dia telah dimanjakan dengan ribuan cara sampai dia dewasa, jadi dia tidak pernah menderita rasa sakit ataupun kesulitan seperti yang biasa dialami oleh orang-orang normal. Dengan demikian, hukuman ini membuatnya seolah-olah jatuh dari awan yang begitu tinggi menuju tepat ke dalam lumpur. Dan di dalam lumpur itu, adalah pertama kalinya dia mengalami kelaparan, kemiskinan, dan merasa kotor. Juga pertama kalinya dia melakukan hal-hal yang tidak pernah dia bayangkan sebelumnya akan dia lakukan: mencuri, merampok, mengutuk dengan kasar, dan menelantarkan dirinya pada keputusasaan. Harga dirinya telah hilang sepenuhnya, benar-benar hilang, dia menjadi buruk seperti yang diinginkan orang-orang. Bahkan pengikutnya yang paling setia pun tidak bisa menerimanya berubah menjadi seburuk itu, sehingga mereka pun memilih untuk pergi.
Tubuh berada di jurang, tetapi hati di surga. Delapan kata itu terukir hampir di mana-mana di atas batu dan papan di kerajaan Xian Le. Seandainya kalimat itu tidak dibakar habis saat peperangan, jika Yang Mulia Putra Mahkota menemukannya lagi, maka dia akan menjadi orang pertama yang bergegas menghancurkan kalimat itu.
Karena orang yang secara pribadi mengatakan kalimat itu telah membuktikannya bahwa ketika tubuhnya berada di jurang, hatinya tidak ada di surga.
Dia naik dengan cepat, dan turun dengan lebih cepat lagi. Kata-kata dari sang Dewa Bela Diri dan pandangan matanya yang anggun, yang telah bertemu iblis dan dewa secara kebetulan di Jembatan Yi Nian. Semua itu tampak seperti hal-hal yang baru saja terjadi kemarin. Surga menghela napas sejenak, hal-hal yang terjadi di masa lalu akan tetap berada di masa lalu.
Bertahun-tahun telah berlalu ketika suatu hari, suara keras kembali mengguncang Surga. Yang Mulia Putra Mahkota naik ke keilahian untuk yang kedua kalinya.
Sejak zaman kuno, para Dewa yang telah dibuang akan menganggap hal itu sebagai kemunduran yang menyebabkan kehancuran total, sebelum turun derajat dan berubah menjadi hantu atau iblis. Benar-benar sangat sedikit orang yang mampu membalikkan nasib mereka dan kembali setelah pembuangannya. Peristiwa naiknya Putra Mahkota yang kedua kalinya ini adalah sesuatu yang sepenuhnya layak dialami hanya oleh orang yang benar-benar kuat dan hebat.
Dan yang lebih hebatnya lagi adalah tepat setelah dia naik, dia mengamuk di Surga dan bermaksud untuk memukul dan membunuh setiap orang di segala penjuru. Dengan demikian, Putra Mahkota hanya naik selama waktu yang diperlukan untuk membakar satu dupa5 sebelum dia kembali ditendang.
Dapat dikatakan bahwa itu adalah kenaikan tercepat dan paling kasar, namun juga singkat, yang pernah ada dalam sejarah.
Jika seseorang mengatakan bahwa kenaikan pertamanya adalah sesuatu yang patut dipuji, maka kenaikan keduanya ini bisa dikatakan lelucon.
Setelah kali kedua itu, semua orang di Surga memalingkan tubuh mereka dari Putra Mahkota. Tetapi meskipun mereka telah membuangnya, mereka masih merasa agak waspada. Lagi pula, setelah dia dibuang sekali, dia telah didorong pada kondisi keputusasaan. Sekarang, ketika dia telah dibuang dua kali, apakah dia akan berubah menjadi iblis dan membalas dendam dengan menyakiti manusia biasa?
Siapa yang tahu bahwa setelah dia dibuang lagi, dia tidaklah berubah menjadi iblis dan malah dengan bersungguh-sungguh mampu beradaptasi dengan gaya hidupnya selama masa pembuangan itu. Tidak ada masalah sama sekali, dan satu-satunya masalahnya ialah dia benar-benar terlalu bersungguh-sungguh.
Kadang-kadang dia tampil di jalanan, bernyanyi atau memainkan segala jenis instrumen tiup atau gesek dengan mahir. Bahkan memecahkan batu raksasa di dadanya pun tidaklah sulit baginya. Meskipun mereka telah lama mendengar bahwa Yang Mulia Putra Mahkota bisa bernyanyi dan menari dan juga sangat berbakat, tetapi untuk melihat hal itu dalam situasi seperti ini benar-benar membuat suasana hati seseorang menjadi rumit. Terkadang, dia bahkan rajin mengumpulkan sampah-sampah di jalanan.
Semua dewa tercengang.
Benar-benar tidak terbayangkan bahwa segala sesuatunya akan berubah menjadi seperti ini. Sejauh ini, jika sekarang seseorang mengatakan sesuatu seperti, “Kamu telah melahirkan seorang Putra Mahkota Xian Le”, itu akan jauh lebih kejam daripada mengutuk mereka untuk selamanya tidak akan memiliki keturunan.
Biar bagaimanapun, dia dulunya adalah seseorang yang begitu terhormat, Yang Mulia Putra Mahkota, yang bahkan pernah menjadi seorang Pejabat Surgawi. Untuk berada dalam keadaan seperti ini, benar-benar tidak ada orang lain lagi yang pernah mengalami hal yang sama seperti dirinya. Sebutan ‘bahan tertawaan dari tiga alam’ itu adalah karena alasan ini.
Setelah tertawa, mereka yang lebih berperasaan mungkin akan menghela napas. Putra tercinta Surga yang angkuh dan terasa jauh dari masa lalu itu benar-benar telah menghilang.
Patung-patung Ilahi-nya telah dijatuhkan, dan kerajaan kunonya pun telah dihancurkan tanpa menyisakan satu pun penyembah. Perlahan, dia pun menjadi seseorang yang secara bertahap dilupakan oleh dunia. Sehingga tidak ada yang tahu ke mana dia pergi.
Untuk dibuang sekali sudah merupakan penghinaan yang luar biasa. Dan untuk dibuang dua kali, tidak ada seorang pun yang akan bisa memanjat lagi.
Setelah bertahun-tahun berlalu, tiba-tiba datang suatu hari di mana Surga kembali terganggu oleh suara gaduh yang begitu keras.
Ketika tanah dan gunung-gunung benar-benar berguncang dengan hebatnya.
Lampu altar yang menyala siang dan malam bergetar sampai apinya tampak menari liar. Pejabat Surgawi yang terbangun mulai beranjak dari istana mereka, bergegas pergi dan bertanya-tanya dalam hatu, ‘Siapa yang baru saja naik? Tempat ini berguncang sangat hebat!’
Siapa yang tahu tepat setelah mereka membatin ‘betapa menakjubkannya, betapa menakjubkannya’, detik berikutnya, semua Pejabat Surgawi merasa seolah-olah mereka telah disambar petir lagi dan lagi.
Apakah kamu masih belum selesai juga?
Orang aneh yang terkenal itu, yang mejadi bahan tertawaan dari tiga alam, Yang Mulia Putra Mahkota dari legenda, dia dia dia… sialan! Dia naik lagi!
KONTRIBUTOR
Footnotes
- Kerajaan ini bernama Xian Le, yang juga bisa dibaca sebagai Xian Yue. Namun, penulis membuat catatan yang mengatakan bahwa kita harus membacanya sebagai Xian Le. Xian Le berarti Kebahagiaan Surgawi sedangkan Xian Yue berarti Musik Surgawi.
- Sejenis jubah seremonial.
- Menghadap tembok dan bermeditasi, dalam hal ini para pendeta ingin sang pangeran untuk merefleksikan tindakannya.
- Jembatan Yi Nian memiliki banyak arti. Yi = Satu, sedangkan Nian bisa berarti pikiran, memori, dendam, kerinduan.
- Satu dupa: sekitar 30 menit.
kyyaaa ku reread.. baru bab 1 aja ud bs buat nitik air mata hikzzz
Aku kembali ke sini untuk baca ulang. Nggak tau mau nangis atau ketawa. Alahai… Xie Lian ( ꈍᴗꈍ)
Aku kangen Hualian❤️
Thanks y kak, gk bisa move on bgt dr novel ini✨
mau nanya nih, ini bisa di download kah ceritanya? biar bisa baca offline