• Post category:Nights
  • Reading time:9 mins read

“Tuhan bersabda, di dunia ini, tidak semuanya bisa berjalan sesuai dengan keinginan kita. Hari pertama membuka mata di tanah tandus, Dia terkejut.”Este, Neverland.

Penerjemah: HooliganFei


Ketika Chu Si melihat wajah itu tiba-tiba semakin mendekat ke layar, pupilnya sedikit menyempit. Lengan bajunya digulung dua kali, mengungkapkan masing-masing setengah lengannya, dan otot-otot tipisnya yang mengencang sebelum kembali mengendur.

Meski dia mengatur emosinya dengan baik, ekspresinya langsung kembali menjadi normal. Pel, yang berada di sebelahnya, tetap menyadari itu.

Pel belum mengenal Chu Si selama lebih dari satu jam dan tidak bisa menebak apakah reaksi alam bawah sadar Chu Si karena pertahanan diri, gugup, atau sesuatu yang lain… tapi tidak penting yang mana, Pel bahkan lebih terkejut.

Pel dengan jelas menangkap pesan tentang ‘tidak pernah menerima sebuah jawaban,’ jadi dia merendahkan suaranya yang bergetar dan bertanya pada Chu Si, “Apa ini si… si teroris yang kau bicarakan?”

Tapi Chu Si tidak menjawab. Dia memandang lekat-lekat pada layar seakan-akan tengah mengobservasi seekor singa yang berjalan-jalan. Lalu, dia mengarahkan jarinya pada sebuah tombol merah dan dengan ringan menekannya. “Sudah kujawab,” dia berkata dengan nada suam-suam kuku.

“Ah?” Balas Pel.

Mulutnya masih ternganga sampai pria yang keterlaluan tampan yang ada pada layar berdecak, dan Pel baru menyadari bahwa Chu Si sedang tidak berbicara dengannya, melainkan dengan pria pada layar.

“Baik,” pria tersebut mengangkat satu alis dan bertanya, “Apa yang kau jawab?”

Dia tampaknya terlalu malas, bahkan hanya untuk membuka mulut, dan suaranya dari dalam tenggorokan, terdengar rendah dan acuh.

Mungkin karena kesan yang melekat pada Penjara Luar Angkasa terlalu jahat atau deskripsi Chu Si terhadapnya yang terlalu mengerikan, kendati pria ini jelas tidak mirip sama sekali dengan ‘kekejaman’ dan tidak ada hal yang tidak wajar dari apa yang dikatakannya, tapi anehnya Pel masih merasa gugup.

Tanpa sadar dia mencubit jarinya dan menolehkan kepala, menunggu Chu Si untuk menjawab. Intuisinya mengatakan bahwa Chu Si pasti tidak akan mengatakan hal bagus pada pria itu.

“Aku tidak ingat, ada banyak,” Chu Si berkata dengan hambar. “Aku menyarankanmu untuk membacanya sendiri saat kau menerimanya.”

Pel: “…” Untuk beberapa alasan, dia merasa bahwa orang ini selalu berbohong dengan blak-blakan.

Chu Si menjeda sebelum dengan tenang menambahkan, “Tapi sepertinya bahkan sinyal kosmos mengitarimu. Mungkin perlu waktu 27 tahun lagi bagimu untuk menerimanya.”

Saat itu juga, suara ‘ding’ terdengar jelas.

Pria tersebut menegakkan diri sedikit, merogoh sebuah komunikator dari dalam kantungnya, dan menolehkan kepala untuk melihat. Salah satu tangannya masih menumpu layar di sudut, dan tangan lainnya lagi sedang memegang sebuah komunikator, mengusapnya dua kali.

Dia melirik sekali sebelum tersenyum, menunjukkan komunikatornya di hadapan layar. “Cuma satu titik itu banyak, kan?”

Pel: “…”

Chu Si yang baru saja diekspos terlihat tidak peduli sama sekali. “Mewakili banyak hal.”

“Seperti?” pria tersebut bertanya.

“Seperti berharap semoga kau cepat kembali ke penjara,” jawab Chu Si.

“…” Pel berpikir beberapa saat sebelum diam-diam beringsut kembali ke lantai bersamaan dengan permukaan meja. Di situasi seperti ini, kalau dia mau selamat beberapa hari lagi, dia tidak akan menunjukkan wajah sama sekali.

Mereka berdua yang berdiri di depan dan di belakang layar, satu menopang layar, satu lagi menopang dirinya sendiri pada konsol, keduanya saling mencondongkan diri ke depan dengan mata yang agak turun dan santai, postur yang tenang. Mereka berdua terlihat seperti dua teman lama yang sedang bertemu satu sama lain.

Tapi pertemuan semacam ini… membuat wajah Pel berubah menjadi hijau.

Setelah membeku di bawah meja selama beberapa saat, Pel menyadari ada sesuatu yang aneh―pria tersebut, yang sudah berusaha keras mencari jalan sampai ke sini, sedang mengobrol dengan kamera pengawas begitu lama tapi sama sekali tidak berkeinginan mendekati villa.

Dia merenung selama beberapa saat, tidak bisa mengetahui alasannya, dan mau tidak mau menjulurkan kepalanya keluar untuk mengintip.

Pria di layar sudah berdiri tegak, menggigit ujung sarung tangan hitamnya selagi dia membuka yang lain. Kepalanya sedikit menoleh, matanya melirik ke bawah pada kamera melalui ujung pandangannya. “Kau benar-benar tidak akan melihatku sebelum aku menghancurkan pengontrol?” dia bertanya tidak jelas.

Chu Si menaikkan satu alis. “Tidak.”

Dengan segera dia menekan tombol power pada konsol.

“Pengawasan tepian hutan dimatikan. Memasuki mode hemat daya.”

Selagi suara elektronik robotik selesai berbicara. Monitor dari berbagai macam ukuran menggelap pada waktu yang bersamaan, dan gambarnya menghilang.

“Kau mematikannya?! Kau hanya―” Sudut mulut Pel berkedut, dan dia menunjuk pada monitor-monitor itu, “hanya akan meninggalkannya di sana”

Chu Si mengambil komunikator yang pada konsol dan melemparkannya ke dalam kantung celana. “Aku hanya ingin mencoba menyimpan baterai.”

“…Antara kehilangan baterai dan nyawaku,” ucap Pel, “Aku pilih yang pertama.”

“Sayangnya, ini rumahku.”

Saat Chu Si berbicara, dia berjalan ke sebelah kabinet di dinding dan dengan mudahnya membuka dua laci di pojok kanan bawah.

Pel masih sedikit takut dan diam-diam menyentuh mata kakinya. “Sejujurnya, lututku sedikit lemah. Apa kau mematikan dan mengacuhkannya? Kau membuatnya menunggu, seseorang yang bisa meledakkan planet kalau tidak kau tidak membalas pesannya? Aku merasa kita sedang mencoba untuk mati…”

Berpura-pura tidak mendengar Pel, Chu Si terus menggeledah bagian dalam laci. Lalu, dia mengeluarkan sesuatu dan meletakkannya begitu saja pada kriokapsul yang ada di sebelahnya.

Pel tidak ingin kelihatan terlalu penasaran tentang kabinet-kabinet yang ada di depan si pemilik, sehingga dia hanya pura-pura melirik sembarangan―

Apa yang dikeluarkan oleh Chu Si adalah sekotak penyumbat telinga peredam kebisingan dan sepasang sarung tangan.

Dia memakai sarung tangan dan mengeluarkan sebuah kotak logam dari sudut. Dilihat dari ukurannya, jelas itu tidak ringan, tapi itu terlihat sangat ringan di tangannya.

“Apa ini?” Pel mengerjap.

“Tipe yang sudah kuno, biasanya kotak peralatan―” Chu Si meraba sisi kunci dengan jempolnya dan kotak tersebut secara otomatis terbuka, “yang tidak berguna.”

“…Kau membuatnya mirip seperti instrumen berpresisi tinggi dan brankas,” Pel berkomentar takjub, “sepertinya berbeda dari kotak peralatan yang sering kupakai.”

Chu Si menjeda dan meliriknya. “Yang sering kau pakai?”

“Oh,” Pel menggaruk kepalanya. “Dari tadi situasinya kacau sekali sampai-sampai aku tidak sempat memberitahumu, aku adalah teknisi perawatan pesawat udara.”

Chu Si mengangguk sebelum dengan yakin memutar kotak tersebut, mendorongnya pada Pel, “Sempurna.”

Pel tercengang. “Apa yang sedang kau coba lakukan?”

Chu Si menaikkan dagu ke arah kriokapsul yang tidak jauh. “Keluarkan sasisnya.”

“???”

Semenjak bertemu Chu Si, kuantitasnya tercengang terus meningkat.

“Kenapa kau ingin mengeluarkan sasisnya?” Pel bertanya. “Apa yang salah?”

Chu Si menggigit ujung salah satu sarung tangan, melepasnya, lalu melepas sarung tangan lainnya juga. “Ada mesin pemindah udara di dalam sasis setiap kapsul,” dengan santai dia menjelaskan, “Totanya ada 3, itu sudah cukup.”

Pel meliriknya, dan untuk beberapa saat, dia merasa bahwa pergerakan Chu Si tampak akrab, tapi perhatiannya ditarik menjauh oleh gagasan Chu Si sebelum dia bahkan bisa berpikir lebih jauh.

“Aku cuma pernah membongkar pesawat terbang, tidak pernah menyentuh benda ini, jadi kalau kau tahu bagaimana cara melakukan ini, aku menyarankan―”

“Tidak tahu,” Chu Si menyelanya.

“Lalu kenapa kau mengeluarkan kotak peralatan?” Tanya Pel.

“Hanya coba-coba,” Chu Si menjawab dengan tenang, “mana tahu bekerja.”

Pel: “…” Dia akhirnya memahami bahwa orang yang ada di hadapannya adalah seorang pembohong profesional yang sangat mengintimidasi.

Untungnya, meski telah dibekukan selama 47 tahun dan berkelana selama tiga tahun, dia masih belum sepenuhnya kehilangan keahliannya. Walaupun kriokapsul biasanya dirawat oleh sistem cerdas, masih ada jalan masuk untuk perawatan manual.

Melepas sasis sebenarnya sangat cepat―hanya perlu beberapa menit bagi Pel untuk memahaminya, membongkar kriokapsul menjadi tujuh atau delapan bagian dalam sekejap mata. Pel Kecil, yang sejak awal sudah diam, tanpa suara duduk di samping dan dengan mahir memberikan peralatan pada Pel, sesekali melirik Chu Si dengan matanya yang hitam dan berseri-seri.

Chu Si tampaknya telah mempercayakan kriokapsul pada Pel sepenuhnya. Alih-alih mengawasi Pel, dia menarik sebuah tas silinder hitam dari laci lainnya.

“Baiklah,” ucap Pel tiba-tiba, membuka telapak tangannya, mengungkapkan tiga kotak hitam sebesar kerikil, yang mana terhubung dengan tabung tipis di atasnya.

“Terima kasih sudah membantu.” Chu Si mengambil satu, dengan sangat wajar, dia menggantung earphone indah di belakang telinganya, dan tabung lengkung yang tipis tergantung dengan sempurna pada tulang telinganya, memanjang dari sisi wajahnya.

Mesin pemindah terisi dengan daya, dengan ringan berdengung dan bekerja keras di telinganya.

Wajah Pel mendongak, memperhatikan saat Chu Si membawa tas silinder yang terlihat berat dan mengeluarkan sepasang penyumbat telinga peredam suara dari sebuah kotak di sisi.

“Apa yang sedang kau lakukan?” Pel kebingungan.

“Menenangkan teroris itu.” Chu Si menjawab tanpa melihat kembali, berjalan keluar pintu.

“…Lalu apa yang sedang kau pegang di tanganmu?” tanya Pel, “Sebuah hadiah pertemuan?”

Dengan satu kaki sudah di luar pintu, Chu Si berbalik dan tersenyum. “Sebuah artileri roket R-72.”

Mop: “…” Astaga, keluargamu menyapa dengan roket artileri?!!!


Bab Sebelumnya | Bab Selanjutnya

KONTRIBUTOR

HooliganFei

I need caffeine.

Leave a Reply