• Post category:Embers
  • Reading time:17 mins read

Penerjemah: San
Proofreader: Keiyuki, Rusma


Kemudian, ketika yang lain menghujaninya dengan lebih banyak pertanyaan, Xing Ye hanya berkata bahwa dia sudah mengingatnya lagi.

Penghindaran semacam ini membuat orang semakin penasaran, tapi karena Jiang Jing dan yang lainnya memahaminya dengan baik, mereka berhenti bertanya.

Begitu pula, Sheng Renxing menatapnya dengan ekspresi bingung, tapi tetap saja memendam keraguannya ke dalam lubuk hatinya.

Sejujurnya, dia tidak dapat membayangkan Xing Ye berbicara dengan cara yang kejam, karena dia tidak terlihat seperti orang yang akan mengambil inisiatif untuk memprovokasi orang lain.

Sebaliknya, ia mengingatkannya pada bara api yang membara.1闷骚; orang yang memiliki sifat dingin/pendiam namun menyembunyikan kepribadian yang bergairah.

Sheng Renxing mengubur masalah itu agar berhenti memikirkannya, dan akibatnya, pena yang sedang diputarnya hampir menjadi kabur karena kecepatan putarannya.

Kapten yang duduk di sebelahnya menatap tangannya dengan linglung dan ingin mengikutinya. Sayangnya, setelah mengibaskan pergelangan tangannya, pena itu terbang dari jarinya langsung ke kepala Chen Ying.

“Sial!” Chen Ying memegangi kepalanya dan berbalik.

Sang kapten segera meminta maaf dengan meletakkan tangannya di atas meja seperti sedang membungkuk.

“Siapa sialan?” Guru di depan kelas bertanya dengan perlahan.

“…Saya salah.” Chen Ying menjawab dengan jujur dan mengarahkan jarinya ke arah kapten sebelum pergi berdiri di luar, menunjukkan bahwa masalahnya belum selesai.

Orang yang dimaksud itu perlahan menundukkan kepalanya dengan wajah memerah dan memainkan penanya.

Sheng Renxing menganggapnya agak aneh: ini adalah pertama kalinya dia melihat seorang anak laki-laki dengan kulit sensitif yang sama dan menatapnya beberapa saat.

Sang kapten tidak menggerakkan kepalanya, justru mengalihkan pandangannya ke arah Sheng Renxing dan bertanya pelan, “Ada apa?”

Sheng Renxing menggelengkan kepalanya, “Kamu tidak bisa memutarnya seperti itu.”

Begitu pula dengan wajah Sheng Renxing yang sangat sensitif dan akan memerah meskipun ia tidak melakukan apa pun. Sering kali, wajahnya akan berubah warna jika cuaca sedang panas, setelah berolahraga, dan jika angin bertiup.

Dan saat ini, jika ada seseorang datang mengganggunya dengan pertanyaan “kenapa kamu tersipu?”

Sheng Renxing akan memberi tahu mereka mengapa bunga persik begitu merah2Untuk menarik lebah dan penyerbuk lainnya dengan warnanya yang cerah..

Dia memutar pena dengan tangan kanannya dengan gerakan memutar untuk mencontohkannya: “Lakukan dengan cara ini.”

Lalu dia berbalik dan mendapati wajah sang kapten semakin merah.

“Oh.” Zhong Xiao mengalihkan pandangannya dengan canggung, “Terima kasih!”

Sheng Renxing mengangguk dan terus melihat ke luar jendela.

Secara umum, meskipun terkadang orang mengganggu orang lain karena bosan, sebagian besar hal itu berasal dari rasa marah.

Jadi apa sebenarnya yang dilakukan siswi dengan gaya rambut belah tengah itu hingga membuat Xing Ye semarah itu?

Karena kelas mereka masih sering berlangsung lama setelah bel berbunyi, kafetaria selalu hampir penuh pada saat mereka selesai.

Jadi saat Huang Mao pergi mencari tempat duduk, Xing Ye menunggu Sheng Renxing.

Jiang Jing tidak mengatakan apa pun tentang perilakunya, seolah-olah mereka secara diam-diam telah menyetujuinya.

Hanya Lu Zhaohua yang bertanya, “Apakah kamu ingin menunggunya bersama?”

“Tidak perlu. Kalian bisa pergi terlebih dulu.”

Lu Zhaohua mengangkat alisnya: “Kalau begitu, kalian berdua harus bergegas. Aku khawatir semuanya akan diambil saat kalian kembali.”

Xing Ye tidak menunggu di luar kelasnya, tapi memilih untuk berdiri di dekat pohon besar di dekat pintu masuk sekolah.

Setelah kelas mereka selesai, dia bisa melihat Sheng Renxing dan teman-teman sekelasnya keluar bersama di kejauhan.

Selain dua orang yang bertarung dengan mereka terakhir kali, ada orang lain.

Xing Ye mengenal orang itu.

Meskipun ia akrab dengan sebagian besar teman- teman sekelasnya, Huang Mao secara khusus pernah bergosip tentang siswa ini.

Saat ini, dia sedang mengobrol dengan Sheng Renxing, yang sedang membalas sambil memeriksa ponselnya.

Xing Ye menyipitkan matanya dan berseru, “Aku di sini.”

Sheng Renxing melihat pihak lain, menegur teman-teman sekelasnya dan pergi.

Chen Ying dan yang lainnya juga melihat Xing Ye, dan setelah Sheng Renxing pergi, sang kapten bertanya dengan rasa ingin tahu, “Apakah mereka saling mengenal sebelumnya?”

“Mn, mereka memang saling mengenal.” Chen Ying mengangkat bahu sambil menggoyangkan tas sekolahnya di belakangnya. “Jika mereka tidak saling mengenal, itu akan aneh.”

“Hah?” Mereka tersenyum pada Sheng Renxing saat dia meninggalkan kelompok itu dan berjalan ke arah Xing Ye ketika dia tiba-tiba mendongak dan menatap Zhong Xiao.

Sang kapten biasanya menghindari tatapannya.

Chen Ying, “Sheng ge punya banyak teman. Ada yang suka mobil, ada yang suka jalan-jalan. Lagipula, dia punya banyak teman, jadi tidak terlalu mengejutkan kalau mereka pernah bertemu sebelumnya.”

“Benarkah?” sang kapten bertanya dengan santai. Saat dia mendongak, mereka berdua sudah pergi.

Xing Ye memimpin jalan menuju restoran.

Dia sedikit pendiam sepanjang jalan, mungkin karena luka-lukanya.

Baru setelah mereka berjalan sekitar sepuluh menit, Sheng Renxing memandang ke jalan yang tampaknya tidak pernah berakhir dan bertanya, “Berapa lama waktu yang dibutuhkan?”

Xing Ye kembali sadar dan memeriksa penanda jalan, “Sekitar sepuluh menit lagi.”

Selama itu? Sheng Renxing sedikit terkejut: “Mengapa kamu tidak memanggil taksi?”

Mengendarai mobil akan lebih baik untuk cedera Xing Ye.

“… Aku lupa.” Xing Ye mengerutkan bibirnya, dan melihat ekspresi terkejut Sheng Renxing, dia berkata, “Apa kamu ingin menelepon sekarang?”

Sambil berbicara, dia mengangkat tangan.

Sheng Renxing menekannya, “Tidak apa-apa. Hanya tinggal beberapa menit lagi.”

Tentu saja, keduanya mulai mengobrol.

“Apa masih sakit?”

“Sekarang sudah tidak apa-apa.”

“Oh.” Sheng Renxing melirik ke bahunya, “dimana tas sekolahmu?”

“Aku tidak membawanya. Tidak perlu.”

“Apa kamu tidak punya pekerjaan rumah?”

Xing Ye berpikir sejenak sebelum menjawab, “Terakhir kali aku mengerjakan pekerjaan rumahku adalah saat aku masih sekolah dasar.”

“… Apa gurunya tidak peduli?”

Melihat Xing Ye hanya menatapnya, dia mengangguk tanda mengerti, “Ah, begitu, tentu saja begitu.”

Xing Ye tersenyum, “Apa kamu sudah membawa semua bukumu kembali?” Sambil melirik tas punggung Sheng Renxing, dan serangkaian nilai yang dikirim oleh yang lain di QQ sebelumnya, dia tiba-tiba menjadi sedikit khawatir bahwa dia telah menunda belajarnya.

Sheng Renxing memiringkan kepalanya: “Apa kamu ingin mencoba untuk membawanya?”

Xing Ye benar-benar mengulurkan tangannya untuk membawanya.

Meskipun hal itu terasa sangat ringan baginya, ia tetap merasakan beratnya pengetahuan itu.

“Apa kamu membawa pekerjaan rumah?”

Sheng Renxing mengangguk: “Aku sudah menyelesaikannya.” Dia baru menerima buku latihannya hari ini, dan kurangnya pertanyaan yang harus dikerjakan sungguh menyedihkan.

“Apa kamu juga membawa buku?”

“Aku membutuhkannya.” Sheng Renxing tertawa.

Yang satunya mengikutinya dan tersenyum lebar.

“Mengapa kamu tertawa?”

“Kupikir kamu dulu juga sama sepertiku.”

Sheng Renxing membukakan matanya dan berkata, “Lalu kamu terkejut melihat skorku?”

Xing Ye melebih-lebihkan tanggapannya, “Aku berjungkirbalik karena ketakutan.”

Setelah selesai berbicara, dia merasa ada yang tidak beres dan menyipitkan matanya, “Tunggu. Apa kamu juga melihat hasilku?”

Pihak lain baru saja berhasil tenang ketika dia ingat bagaimana Xing Ye berkata tanpa pikir panjang, “tidak apa-apa” di ruang ujian susulan, dan mulai tertawa tak terkendali lagi.

Setelah beberapa saat, Sheng Renxing menghela napas lega saat tawanya akhirnya mereda, “Aku melihatnya secara tidak sengaja, tapi aku tidak mengolok-olokmu!”

“…Jika kamu tertawa sedikit lebih pelan, aku bisa berpura-pura tidak mendengarmu.”

Setelah beberapa saat, Sheng Renxing dapat melihat bahwa pihak lain sedang dalam suasana hati yang baik dan kembali mengemukakan topik yang mereka diskusikan pada siang hari.

“Aku tidak.” Xing Ye menyangkalnya pada awalnya.

“Jadi, apa yang kamu katakan padanya?” Sheng Renxing terus bertanya tanpa henti.

Xing Ye memandangnya tanpa daya.

Sheng Renxing sudah selangkah lebih maju: “Ya, rasa ingin tahuku begitu kuat, rasa ingin tahuku tidak akan pernah mati kecuali kamu memberi tahuku jawabannya.”

“…”

Setelah terdiam cukup lama, dia menjawab pelan, “Aku mulai berkelahi karena seorang gadis.”

“?”

Xing Ye terdiam lagi, “Pria itu menyukainya.”

Sheng Renxing mengatakan “oh” dan langsung menebak kelanjutannya, “Tapi dia menyukaimu?”

Pihak lain mengangguk sedikit.

“Jadi dia mencari masalah karena itu?” Sheng Renxing dengan santai berbalik sehingga dia berjalan mundur tapi masih bisa melihat Xing Ye.

“Kurang lebih…” Xing Ye sebenarnya tidak ingin membahas topik ini, tapi menghadapi pengejaran yang terus-menerus dari pihak lain, dia bertanya dengan bercanda, “Apa ini lucu?”

“Ini namanya mengagumi pesonamu, oke!” Sheng Renxing meletakkan jari telunjuk dan ibu jari kanannya di sudut bibirnya dan tersenyum, “Jadi, apa kamu memberitahunya tentang gadis itu hari ini?”

“Ya.” Xing Ye merasa tindakannya cukup tampan dan mengangguk.

“Tapi kenapa kamu tiba-tiba memprovokasinya?” Sheng Renxing memiringkan kepalanya dan melirik jalan di belakangnya, “Apa yang terjadi?”

Dia akhirnya berhasil bertanya tentang satu hal yang benar-benar ingin dia ketahui.

“Jika aku memberitahumu, apa kamu akan menggunakannya sebagai pemerasan di masa depan?” Xing Ye memasukkan tangannya ke dalam saku dan menegakkan punggungnya.

“Bagaimana mungkin!?”

Xing Ye mengangkat tangannya untuk menghindari tiang telepon, dan menjawab dengan santai: “Hal spesifik apa yang ingin kamu ketahui?”

Setelah beberapa saat, mereka tiba di sebuah restoran Mala Tang.

Rupanya seluruh jalan itu dipenuhi dengan toko-toko semacam ini.

“Jadi ini Gang Satu?” Restoran yang mereka singgahi adalah yang paling populer; tempat itu ramai dengan pelanggan, dan beberapa orang bahkan mengantre di luar.

“Ya.”

“Apakah ada gang kedua?”

“Μm.”

Sheng Renxing menunggu sebentar sebelum bertanya, “Apa kamu punya pasta gigi di mulutmu atau semacamnya3Mengacu pada tanggapannya yang hanya berisi satu kata, seperti bagaimana orang berbicara saat menggosok gigi.?”

“Di sebelah kanan adalah Gang Empat, di sana ada tempat untuk bermain biliar.”

Setelah berbicara, dia meringkuk lebih dekat ke arah yang lain untuk menghindari pejalan kaki yang lewat, di mana ada satu orang khususnya yang membawa semangkuk besar sup.

Sheng Renxing mengikuti jejaknya dan bergerak mendekat. Tanpa memerhatikan, dia akhirnya mencium rambut orang itu.

Samponya berbau jeruk.

Sama seperti permen yang disukai Sheng Renxing.

Senada dengan itu, Xing Ye juga agak terkejut dengan kejadian ini.

Menyadari jarak di antara mereka-atau ketiadaan jarak-dia tiba-tiba menyadari bahwa Sheng Renxing hampir berada dalam pelukannya, telapak tangan pria itu memancarkan kehangatan melalui lapisan pakaian.

Namun, orang yang membawa sup itu pergi begitu mereka datang, dan angin dingin kesunyian menunjukkan kehadirannya sekali lagi.

Xing Ye mengusap-usap sulaman yang tidak rata pada pakaiannya.

Mengamati ekspresi Sheng Renxing, dia tampak sangat acuh tak acuh, seolah-olah dia tidak menyadari kedekatan mereka tadi.

Orang yang dimaksud bertanya dengan rasa ingin tahu, “Bagaimana dengan gang ketiga?”

“Tidak ada satu pun.”

“Bagaimana dengan Gang Tiga?”

Saat mereka semakin dekat, Jiang Jing menyela pembicaraan mereka dengan lancar.

Mereka berada di meja panjang dengan beberapa botol bir kosong berserakan di sekitarnya.

Sesuai dengan janjinya, ada pula dua kursi kosong.

Xing Ye duduk diam.

Sheng Renxing menjelaskan apa yang sedang mereka bicarakan.

Beberapa orang berkata “oh” karena mengerti.

Jiang Jing, “Awalnya, daerah di seberang sini adalah Gang Tiga, tapi kemudian dihancurkan, dan namanya diubah.”

“Ah.”

Begitu Sheng Renxing duduk, Huang Mao mengisi gelas mereka.

Xing Ye mengangkatnya dan meminumnya dalam satu teguk.

“Ngomong-ngomong, apakah kalian masih ingat Xi Shi4Salah satu dari Empat Keindahan Tiongkok kuno yang terkenal. di Gang Tiga?” Dong Qiu mendecakkan mulutnya dan mengobrol santai, “Aku tidak tahu di mana restorannya sekarang.”

Sheng Renxing dapat melihat bahwa kelompok itu sangat mengenal Gang Tiga saat mereka semua mulai mengobrol.

Mereka telah memesan hotpot mala sebelum mereka berdua datang, dan sekarang menunggu pesanannya tiba.

Saat mereka minum, obrolan perlahan berubah menjadi bualan.

Sheng Renxing mendekat ke arah Xing Ye dan berbisik di telinganya, “Bisakah kamu minum?”

Dia belum pernah mengalami patah tulang sebelumnya, dan tidak begitu paham dengan kegiatan apa saja yang bisa dan tidak bisa dilakukan setelahnya.

Xing Ye sedikit memiringkan kepalanya, mencondongkan tubuh ke depan untuk mengambil bir yang agak jauh, dan mengangguk sedikit, “Ya.”

Puas, Sheng Renxing duduk kembali dan mendengarkan percakapan mereka.

Huang Mao dan yang lainnya kini beralih ke pertandingan basket hari ini. Setelah membanggakan diri, dia tiba-tiba berkata, “Sial, beraninya orang itu mendekati kita hari ini!?”

Dong Qiu segera menyadari siapa yang sedang dibicarakannya dan bergumam, “Dia mungkin tipe yang tidak bisa menahan diri.”

Huang Mao menoleh ke Jiang Jing, “Mengapa kamu tidak membuang botolmu?”

Yang satunya menyipitkan mata tidak setuju, “Aku tidak sekekanak-kanakan kalian.”

Lu Zhaohua mengangkat tangannya: “Ah, tapi aku tidak bermaksud menindas siapa pun, aku hanya tidak mau repot-repot berjalan ke tempat sampah.”

Huang Mao mendengus, “Yah, itu memang disengaja. Melihat sampah itu membuatku mual.” Dia melebih-lebihkan ekspresinya dan berpura-pura muntah karena jijik.

“Sial, tutup mulutmu, kita masih makan!” Jiang Jing menatap Xing Ye.

Huang Mao berhenti berbicara dengan patuh dan melirik Xing Ye juga.

Orang yang dimaksud menundukkan kepalanya untuk makan.

Ketika Sheng Renxing mendengarkan percakapan mereka, dia melirik ke arah kelompok itu, “Apa yang kalian bicarakan?”

“Ah, kamu sudah pergi saat kejadian itu.” Huang Mao sangat antusias dengan penjelasannya, “Ini tentang murid itu, Orang suci Jiang Jing mengira kita menindasnya.”

Jiang Jing menepuk punggungnya dengan keras, “Tutup mulutmu!”

“Ck!” Huang Mao menepuk sumpitnya dan tampak siap untuk memulai perkelahian.

Sumpit Sheng Renxing berada di dasar mangkuknya, “Apakah orang itu memprovokasimu?”

“Setiap kali melihatnya, aku merasa marah. Kalau saja aku tidak lelah karena pertandingan basket hari ini, aku akan pergi dan menghajarnya lagi.” Dong Qiu mengerucutkan bibirnya, “Dasar gay.”

Sheng Renxing berhenti sejenak, mengetukkan jarinya pada sumpit dan mengangkat sebelah alisnya, “Karena itu?” Dari nada suaranya, orang tidak bisa memastikan apakah dia marah atau senang.

Huang Mao telah selesai bertarung dengan Jiang Jing dan menjawab dengan nada jijik: “Kamu bisa mengabaikan bagian homoseksual5Istilah slang yang digunakannya (基佬; jī lǎo) mengandung konotasi yang merendahkan karena sering digunakan dalam cara yang mengejek/kasar. itu, karena-” dia melirik Xing Ye, dan melihat bahwa yang lain tidak berbicara, dia melanjutkan, “Bajingan itu mencuri pakaian Xing ge terakhir kali.”

Sheng Renxing tertegun dan menoleh ke Xing Ye.

Dia menelan sayuran di mulutnya dan menatap Huang Mao, “Berhenti bicara.”

Setelah menyebutkan seseorang yang tidak disukai semua orang, “perjamuan perayaan” mereka berakhir tak lama setelah itu.

Berdiri di pintu masuk kedai, Sheng Renxing bertanya pada Xing Ye, “Mau ke mana?”

“Rumah.”

Sheng Renxing mengangkat alisnya, “Apa kamu siap berdamai dengan ibumu?”

Pihak lain menatap langit kelabu yang suram dan menggelengkan kepalanya: “Aku akan mengambil beberapa pakaianku.”

“Di mana kamu menginap malam ini?”

Xing Ye tidak berbicara, dan dengan alisnya yang berkerut, garis rahangnya menjadi sangat jelas.

“Aku akan menemanimu kembali?”

Xing Ye menoleh dengan heran, “Apa kamu tidak perlu mengawasi para pekerja di rumahmu?”

Sheng Renxing memeriksa ponselnya, “Aku masih punya waktu,” dan menarik lengan baju Xing Ye tanpa memberinya kesempatan lagi untuk menolak, “Ayo pergi.”

Dalam perjalanan, keheningan menyelimuti mereka.

Dan mereka lupa memanggil taksi lagi.

Saat mereka tiba di Jalan Yanjiang, langit sudah gelap.

Sheng Renxing mengikutinya ke dalam gang.

Ketika mereka sampai di salah satu persimpangan, Xing Ye tiba-tiba berhenti dan menoleh ke arah yang lain.

Sheng Renxing menatap ke arah ruang sempit di antara kedua bangunan itu, “Apa kamu ingin aku ikut denganmu untuk mengambilnya?”

Xing Ye menggelengkan kepalanya, “…”

Sebelum dia selesai berbicara, seseorang tiba-tiba berlari keluar, seolah-olah dia telah menunggu di sana untuk waktu yang lama. Berlari di depan mereka dalam kegelapan, dia berteriak dengan suara penuh kebencian: “Xing Ye!!!”


KONTRIBUTOR

Rusma

Meowzai

Keiyuki17

tunamayoo

San

Leave a Reply