Penerjemah : HooliganFei
Editor : _yunda
Xing Ye berjalan dan menatap tepat ke matanya.
Sheng Renxing terlahir dengan kelenjar lakrimal yang dangkal. Oleh karena itu, selama masa pergolakan, dia bisa dengan mudah meneteskan air mata. Namun, kali ini, dia merasa agak malu dan ingin menyembunyikan wajahnya, tapi tak bisa melakukannya di bawah pengawasan ketat Xing Ye. Tidak ingin mundur lebih dulu, dengan paksa dia mengalihkan pandangannya dan balas menatap.
Xing Ye sendiri tidak yakin kenapa dia mengikuti Sheng Renxing. Mungkin itu karena dia telah meliriknya saat itu di kantor.
Sebagai hasil lirikan tersebut, Xing Ye tidak pergi bersama Wan Guanxi dan yang lain, malah memilih untuk menunggu di luar kantor.
Tapi saat Sheng Renxing berjalan keluar, dia begitu dikuasai oleh emosi sehingga tidak menyadari Xing Ye.
Jadi Xing Ye mengikutinya.
Xing Ye: “Aku tidak akan melawanmu.” Dia merendahkan kepalanya dan memandang sepintas tangan Sheng Renxing. Kulit di sekitar buku-buku jarinya robek, dan darah segar mengalir keluar, menunjukkan seberapa besar kekuatan yang dia pakai.
“Bagaimana dengan tanganmu?”
“Siapa yang kamu remehkan?” Sheng Renxing kesal akan perilaku Xing Ye.
Melihat bahwa Xing Ye akan segara meraih tangannya, Sheng Renxing dengan segera mengangkatnya dan mengelak dengan gerakan ke atas, tanpa sengaja memukul bahu Xing Ye.
Xing Ye memiringkan tubuhnya. Menatap pada noda darah yang ada pada seragam sekolahnya. Dia berdecak. Kelihatannya dia perlu mencuci baju lagi malam ini.
Dia mengangkat tangan, membuka ritsleting seragam sekolahnya. Xing Ye melepaskan bajunya, melempar ke samping dan menatap ke arah Sheng Renxing, “Kamu ingin bertarung?”
Dia merespon dengan mengayunkan kepalannya terus-menerus ke arah Xing Ye tanpa ampun.
Jadi setelah Sheng Renxing dipanggil untuk menerima ceramah akan perkelahiannya, dia mulai ronde kedua dengan Xing Ye.
Adegan pertarungan ini jauh lebih kecil dari pada sebelumnya, tapi Sheng Renxing entah kenapa tidak dapat menahan perasaan yang bahkan lebih tidak nyaman.
Xing Ye tidak melawan, hanya menghalang dan mengelak dari tumbukkannya, sesekali menangkisnya dari waktu ke waktu.
Apa yang seharusnya menyegarkan, pertarungan habis-habisan antara kedua pihak telah menjadi tumpukan gerak lambat yang memualkan disebabkan oleh Xing Ye, dan api di dalam Sheng Renxing hampir saja padam.
Keduanya beralih dari bertarung secara vertikal menjadi horizontal di tanah.
Tepat sebelum Sheng Renxing kehilangan semua energinya, dengan kuat dia menekan bahu Xing Ye dengan telapak dan sikunya, mendorong pihak lain ke tanah, lalu menggertakkan giginya: “Apa kamu lawan tanding yang kusewa?”
Sebagai respon atas pertanyaan agresif Sheng Renxing, Xing Ye masih tampak sama, melirik ke atas tanpa perubahan ekspresi.
Sheng Renxing ingin meledak dalam amarah, tapi mendapati bahwa dia tidak dapat mengumpulkan sumpah serapah untuk dimuntahkan pada Xing Ye. Rasanya seperti menghancurkan petasan hanya untuk mengetahui bahwa itu cacat dan tak bisa meledak sama sekali.
Dia menatap Xing Ye untuk beberapa saat. Lalu, Sheng Rexing melepaskan, berguling, dan berbaring terlentang.
Dia terengah-engah.
Semua energinya habis, dan emosinya mulai tenang.
Xing Ye berdiri dan duduk di sebelah Sheng Renxing. Menyapukan kotoran dari tubuhnya, dia menyenggolkan kepalanya pada Sheng Renxing: “Masih ingin bertarung?”
Dari sudut pandang Sheng Renxing, dia bisa melihat garis rahang dan tahi lalat kecil di sisi leher Xing Ye.
Rambut berantakan Xing Ye berayun maju mundur di tengah-tengah pergerakannya.
Dia memandangi tahi lalat itu dalam keadaan linglung. Mata Xing Ye lebih terang, seperti amber yang terbalut dalam obsidian, dan saat Xing Ye fokus pada seseorang, dia tampak seperti cheetah di padang rumput.
Ada kejernihan pada netranya yang hanya terungkap sendiri dalam kekacauan.
Sheng Renxing mendengus marah padanya: “Sana pukul saja ayam.”
Apa ini bahkan bisa disebut dengan bertarung? Harusnya ini disebut latihan tinju; bahkan bermain dengan samsak lebih baik untuk menenangkan hati daripada ini.
Amarah Sheng Renxing tadi, tampaknya sudah menghilang tanpa jejak, dan entah kenapa tergantikan oleh emosi lain yang berbeda.
Xing Ye menatapnya dan tersenyum: “Memang.”
“?”
Sheng Renxing terperangah menyadari bahwa dia menyebut dirinya sendiri ayam jantan, tapi saat kesadaran itu datang, dia sudah kehilangan jendela waktu terbaik untuk serangan balik.
Diam-diam dia membandingkan Xing Ye dengan jari tengahnya.
Bel berbunyi kembali, tak ada dari mereka berdua yang tahu bahwa itu menandakan awal kelas atau akhir kelas.
Hari ini benar-benar menandai awal yang baik untuk kehidupan sekolah Sheng Renxing yang akan datang.
Dia bangun dan menepuk debu dari tubuhnya. Sheng Renxing kemudian menolehkan kepala dan menatap Xing Ye: “Aku bilang bahwa akulah yang memukulnya duluan”
“?” Xing Ye menatapnya.
Sheng Renxing mengerutkan alis: “Ada apa dengan ekspresimu?”
Xing Ye tampaknya baru saja tersadar apa yang baru saja dia bicarakan, dan bergumam ‘oh’ untuk menyelamatkan situasi secara tidak langsung.
Sheng Renxing memandanginya: “…Kenapa kamu tidak datang pada temanmu?”
Xing Ye: “Tidak.” Kelihatannya dia agak jijik dengan bayangan tersebut.
“?” Sheng Renxing menatapnya, dan ingin bertanya kenapa Xing Ye malah datang ke sini.
Setelah mengerjap beberapa kali, akhirnya dia tidak bertanya. Sheng Renxing meneladani Xing Ye dan berkata acuh tak acuh, “Oh, kalau begitu aku akan kembali ke kelas.”
Dalam perjalanan kembali, mereka berdua pergi satu persatu. Xing Ye mengikutinya dari belakang sembari mereka berjalan kembali ke gedung akademik. Barulah pada saat itu Sheng Renxing melihatnya kembali: “Apa kelasmu lewat sini?”
Xing Ye menggelengkan kepala dan menunjuk ke arah yang berseberangan.
“?” Sheng Renxing membuat wajah ragu-ragu.
Dengan tenang Xing Ye menjawab: “Lebih mudah untuk memanjat tembok dari sini.”
“…”
Kembali ke kelas, pelajaran telah dimulai.
Sang guru tercengang saat dia melihat Sheng Renxing, kemudian tersenyum: “Ini teman sekelas baru, kan?”
Sheng Renxing mengangguk: “Halo Pak Guru.”
“Mn, cepat masuk dan duduk.”
“Terima kasih.”
Sheng Renxing berperilaku baik dan sopan, tanpa jejak aura mendominasi dari seseorang yang tiba-tiba menendang seseorang keluar jendela.
Tapi dalam pandangan teman sekelasnya, mereka tidak bisa melupakan bagaimana Sheng Renxing bertindak sebelumnya.
Mata-mata penasaran semuanya diam-diam mundur sedikit.
Sheng Renxing duduk di kursinya.
Chen Ying menolehkan kepala dan menyerahkan bukunya. Memanfaatkan kesempatan ini, dia bertanya, “Apa yang si Botak Li lakukan padamu?”
Siswa gendut di sebelahnya juga diam-diam bergeser untuk menguping.
“…” pertanyaan ini ditanyakan seolah-olah Sheng Renxing baru saja keluar dari Gua Jaring Sutra1
Sheng Renxing menjawab dengan kesabaran yang baik: “Tidak banyak.”
Chen Ying mengangguk lega, dan mendesah: “Aku tidak menyangka bahwa suatu hari aku benar-benar akan mampu untuk bertarung dengan Wan Guanxi dan yang lain.” Setelah berbicara begitu, dia mendesah lagi.
Sheng Renxing mengingat bahwa dua orang ini telah bertarung bersamanya, dan ragu-ragu mengatakan sesuatu untuk menghibur mereka.
Bagaimanapun juga, mereka berbeda darinya, dan salah satu dari mereka bahkan kenal dengan pamannya.
Alis Chen Ying berkedut: “Sejak saat itu, aku, Chen Ying, juga seseorang dengan nama di sekolah ini!”
“?” Sheng Renxing untuk sesaat tidak memahami apa yang dia bicarakan.
Siswa gendut di sebelahnya memandangi guru dengan mata berbinar dan mengangguk kuat.
“…”
Sheng Renxing menelan kembali kata-kata hiburan yang melayang di ujung lidahnya.
“Xiao Qiang, kenapa kamu mengangguk? Kamu tahu bagaimana menyelesaikan soal sekarang? Ke mari, majulah dan tunjukkan pada semua orang.”
Wajah siswa gendut itu dengan cepat berubah menjadi ngeri.
Chen Ying juga dengan cepat berbalik, menundukkan kepala dalam perilaku serius.
Sheng Renxing menatap mereka berdua tanpa kata-kata, membuka buku pelajaran, kemudian mendapati bahwa dia tidak tahu halaman berapa itu.
Dia mengetuk kursi Chen Ying: “Halaman berapa?”
Orang di depannya mendongak dari ponselnya dan bertanya pada teman semejanya: “Halaman berapa kita sekarang?”
Sheng Renxing: “…”
Pada akhirnya, sang guru mendengar pertanyaan mereka dan mengingatkan dengan sabar: “Balik ke halaman 37.”
Cheng Yin menolehkan kepala: “Halaman 37.”
Sheng Renxing: “…Terima kasih.”
Saat ini mereka di kelas Bahasa Inggris, dan dia sudah mempelajari materi yang dijelaskan guru.
Dia menopang dagu dengan tangannya dan memandang pada pulpen pinjaman dari Chen Ying yang sedang diputar-putar di antara jari-jarinya.
Sheng Renxing berpikir tentang mengapa Xing Ye datang untuk menemukannya, dan pertarungan yang mereka lakukan di dalam hutan kecil.
Sembari dia berpikir demikian, dia ingat bagaimana dia melayangkan pukulan pertama ke arahnya karena kemarahan yang salah tempat, dan cara Xing Ye yang bertarung tanpa menyerang balik.
Pulpen tersebut terbang dari tangannya.
Sheng Renxing melirik pada guru dan menundukkan kepala. Mengeluarkan ponsel, dia mengirim pesan ke pada Xing Ye: [Mitra tanding, ayo makan malam bersama?]
Dengan cepat dia mendapatkan balasan: [Sebentar lagi?]
Sheng Renxing terperangah. Sebenarnya dia berpikir untuk bertemu pada malam hari: [Tentu.]
Dia mengirimkan pesan lainnya: [Kamu pilih restorannya.]
Xing Ye: [Sampai ketemu di gerbang sekolah.]
Sheng Renxing menatap pada ponsel dan melengkungkan bibirnya. Dia ingin mengirimkan Xing Ye sebuah emotikon, tapi tidak ada di dalam aplikasi pesan. Sayangnya, Sheng Renxing membuat satu sendiri dan berakhir dengan sesuatu yang tampak seperti wajah tersenyum: [^v^]
Dia menempatkan kembali ponselnya ke dalam meja dan mulai untuk memutarkan pulpen lagi. Pulpen tersebut berputar dalam pola yang berbeda, dan kecepatannya seperti gasing.
Segera setelah itu, ada suara dengungan dari getaran yang datang dari dalam meja.
Sheng Renxing terkejut dan mengeluarkan ponselnya.
Xing Ye: [ovo]
Bab Sebelumnya | Bab Selanjutnya
KONTRIBUTOR
Footnotes
- Merujuk salah satu cobaan yang harus dihadapi dari karakter utama dalam Perjalanan ke Barat. Ada laba-laba kuat yang tinggal di dalam gua yang miliki kemampuan berubah bentuk menjadi wanita cantik. Mereka memikat korbannya dengan tindakan ini untuk mengkonsumsi daging mereka, dan satu karakternya hampir mati dalam proses ini. Jadi Cheng Yin mengimplikasikan bahwa Pimpinan Li mengirimnya ke dalam pintu kematian dalam diskusi mereka.
Aaaaa!!!! kyowooooo!!
Btw emotikonku juga dibuat manual [ovo]